10| Making cake

Hari ini adalah ulang tahun teman sekelasnya. Kara juga sudah meminta izin untuk membawa Langit sebagai pasangannya, karena Regan bilang dia sudah berpasangan dengan orang lain.

Kara tidak heran dan tak bertanya siapa pasangannya sehingga membuat Regan resah.

Kara menggunakan sebuah dress selutut berwarna putih. Ini juga atas permintaan temannya, di mana dia menggunakan tema pakaian untuk ulang tahunnya yaitu dress dan jas.

Setibanya di sana, Langit dan Kara keluar.

    "Acaranya ada di rooftop, katanya bakalan ada acara dansa padahal cuma ulang tahun."

Mereka akhirnya berjalan hingga tiba di rooftop. Saat mereka melewati sebuah pintu, barulah keduanya menjadi pusat perhatian. Langit juga tak kalah tampan dengan para pria yang ada di sana, bahkan rasanya mereka seperti putri dan pangeran saja.

Kara berjalan ke arah temannya yang berulang tahun, lalu memeluknya lembut.

    "Selamat ulang tahun, Vivian. Ini kado dari gue sama Langit, semoga suka, ya?"

Langit pun memberikan dua kado pada gadis bernama Vivian dan mengucapkan selamat.

    "Selamat ulang tahun."

    "Terima kasih kalian berdua. Kana, kenapa lo nggak dateng bareng Regan?"

Kara spontan tersenyum kecut.

    "Regan nolak buat pergi bareng, kayaknya dia takut cewenya marah, deh!"

Vivian pun menatap terkejut.

    "Loh, bukannya kalian mau tunangan? Masa iya Regan selingkuh? Parah, sih!"

Pasti ulang orang tua Regan sehingga publik mengetahuinya.

    "Udah, nggak apa-apa. Gue ke sana dulu, ya?"

Setelahnya Kara menarik tangan Regan untuk pergi ke salah satu meja yang cukup sepi hingga perhatiannya tersita. Dia melihat Regan yang sedang asik dengan siswa baru tersebut.

    "Langit, lo mau ikuti rencana gue yang di dalam mobil tadi, kan?" tanyanya memastikan, Langit hanya mengangguk pasrah.

Tibalah sesi dansa, di mana Regan sama sekali belum menyadari kehadiran Kara.

Kala itu Kara pun mengambil alih perhatian hingga keduanya berdansa dan membuat siapapun terpukau. Ketahuilah, mereka berdua sudah berlatih mati-matian dua hari sebelum acaranya dimulai dan kaki Langit selalu menjadi sasarannya.

Regan pun akhirnya menyadari dan melihat bagaimana serasinya Kara dengan Langit. Seketika rahangnya mengeras, ingin menghampiri keduanya, tetapi gadis itu menghentikannya.

Sayangnya Regan terlalu gila untuk tidak mendekati Kara. Dia menepis tangan gadis tadi, lalu berjalan ke tengah-tengah dan menarik lengan Kara dengan kasar. Hal itu membuat ketiganya semakin menjadi pusat perhatian.

    "Regan, lo apa-apaan, sih?" tanya Kara sembari menepis tangan pria itu.

    "Baby, kenapa harus dansa sama dia?" tanyanya sembari menunjuk ke arah Langit, sementara yang ditunjuk hanya diam sembari membenarkan posisi dasinya.

    "Masalah buat lo? Siapa yang nolak tawaran gue buat pergi bareng? Jangan main-main lo sama gue Regan!"

Kara menatap sinis pada Regan, membuat pria itu kehabisan akal.

   "Sayang, maafin gue. Gue gak bisa nolak ajakan dia, soalnya dia duluan yang ajak."

Kara memutar bola matanya malas, alasan yang tidak masuk akal ini cukup membuatnya tergelitik.

Detik berikutnya Kara mulai terisak, sementara Langit tahu bahwa rencananya sudah dimulai.

    "Lo, kan bisa nolak dia yang notebane orang baru, Regan. Gue ... Gue nggak habis pikir lo bisa giniin gue!" ucapnya sembari menangis.

Regan sendiri sudah gelagapan, dia juga tidak tahu harus melakukan apa selain menenangkan Kara.

    "Sayang, maaf. Janji nggak bakalan ngulangin lagi. Maafin Regan, ya!"

Dia memeluk Kara dan membawanya menjauh dari keramaian. Langit lantas menatap sengit pada gadis itu, mengisyaratkan padanya untuk tidak mengganggu keduanya.

    "Vivian, maaf udah ngeganggu acara penting ini. Regan dan Kara biar gue yang urus."

    "Iya, makasih Langit. Seharusnya gue gak ngundang si Novi. Bilangin maaf ke Kana, ya?"

    "Sip, gue pergi dulu."

Di luar hotel, terlihat Regan tengah menenangkan Kara. Dia juga sudah menawarkan diri untuk mengantar gadis itu pulang, sementara Langit menatap keduanya dari pintu lobby.

    "Kita pulang, ya. Nanti Gue temenin di rumah."

Kara hanya mengangguk, lalu mengikuti langkah Regan. Dia juga tak lupa memberikan tanda jempol pada Langit, membuat pria itu hanya memutar bola matanya malas.

Setibanya di rumah, keduanya masuk dan duduk di sofa. Regan sudah meminta Kara untuk di dalam kamar saja, tetapi gadis itu menolak dengan alasan Kana sudah tidur.

Lagipula dia tidak sudi harus membiarkan sang adik berhadapan langsung dengan orang gila seperti Regan.

Kara pun tiduran di atas paha Rehan, sembari menatap langit-langit rumahnya. Dia mengingat bagaimana reaksi Novi saat Regan menghampiri dirinya.

Rencana Kara adalah membuat Regan sibuk dengan dirinya sehingga tak memiliki waktu bersama Novi.

Keesokan harinya, Kara berangkat bersama Regan sesuai permintaannya semalam bahwa pria itu harus menjemput dan mengantarnya pulang. Tentu saja Regan harus menyetujuinya walaupun sebenarnya Kara tahu, pria itu melakukannya dengan terpaksa.

Mereka tiba di sekolah, lebih tepatnya di garasi motor. Bertepatan dengan turunnya Novi dari mobilnya, Kara mengambil kesempatan emas tersebut dengan menggandeng tangan Regan mesra.

Hal itu tentu saja dilihat oleh Novi. Dia mengepalkan tangannya kesal, apalagi saat Regan tersenyum ke arah Kara sembari menyisihkan rambut gadis itu ke belakang telinga.

    "Awas aja lo, Kana. Gue gak akan tinggal diam!"

Di kelas, Kara meminta Regan untuk duduk dengannya. Pria itu mengangguk setuju, meninggalkan Novi untuk duduk seorang diri.

Pelajaran pertama pun usai, kini saatnya bagi para siswa untuk mengistirahatkan otaknya sebelum jam pelajaran kedua dimulai.

    "Regan, yuk ngantin?" ajaknya.

    "Duluan, ya sayang. Gue masih mau ngerjain satu tugas."

    "Oke."

Setelah kelas sepi, Kara akhirnya berjalan lebih dulu. Sebelum benar-benar menuruni anak tangga, dua berhenti pada bagian jendela paling akhir dan menatap ke arah dalam kelas.

Dia melihat Regan yang menghampiri Novi, lalu membujuk gadis itu. Sesekali dia mengecup pipi Novi hingga gadis tersebut kembalu tersenyum. Tentu saja hal itu sudah Kara rekam.

Tidak semudah itu bagi Regan untuk menepati setiap kata-katanya. Tanpa sengaja, Kara mendengar bahwa Regan akan menjemput Novi setelah mengantarkan Kara pulang.

Sepulang sekolah, Kara sudah duduk di atas motor milik Regan. Keduanya akhirnya meninggalkan gerbang sekolah.

Sebelum pulang, Kara meminta Regan untuk mengantarkannya ke market. Dia mau membeli beberapa cemilan dan es krim untuk menyetok di rumah.

Regan dengan resah menunggu saat jam menunjukan pukul setengah empat sore. Sepertinya Novi sudah pulang sejak tadi. Dia mengusap wajahnya kasar di atas motor, sungguh memusingkan.

Beberapa menit kemudian, Kara keluar dengan dua kresek besar berisi snack dan es krim untuk distok.

    "Yuk, pulang?"

Setibanya di rumah, Kara sengaja mengajak Regan untuk masuk.

    "Masuk dulu, Regan. Kebetulan ada papa di dalam, kan gak enak kalo gak nyapa."

Mau tak mau, pria itu hanya menuruti ucapan Kara. Keduanya berjalan masuk dan memang benar bahwa Hendra tengah membaca koran.

    "Kara pulang!"

Hendra segera menutup koran, lalu menyambut keduanya. Regan lantas duduk bersama Hendra dan mulai berbincang.

Kara sendiri sudah berjalan ke kamar untuk mengganti pakaiannya. Dia tersenyum saat rencananya berhasil.

.

.

.

Hari ini adalah minggu, jadi Kara hanya akan bermalas-malasan di rumah.

    "Eum, enaknya ngapain, ya?"

Setelah Kara melihat laptopnya, dia teringat akan sesuatu.

    "Apa gue coba teror Regan aja, ya? Ngetes doang, dia panik apa kagak. Okedeh. Untung gue punya dua kartu!"

Kara mulai menyalin beberapa foto Regan dan Novi ke ponselnya. Aksi teror pun dia lakukan, sebisa mungkin jangan sampai Regan menyelidiki hal ini.

Awal mengirim foto tersebut, tidak ada respon sama sekali. Akhirnya dia mengirim video saat Regan mengecup Novi di kelas. Kara pun tersenyum saat melihat Regan membalasnya.

Balasan pria itu terlihat panik dengan beberapa kata typo, membuat Kara terhibur. Setelah selesai meneror Regan, dia mau menyusul Kana yang sudah berada di kolam berenang.

Saat menuruni anak tangga, entah mengapa perasaan Kara mengatakan bahwa ada yang mengintainya. Dia menengok ke arah belakang, samping dan atas. Namun, tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan.

Di sisi lain, di tengah kegelapan sebuah ruangan. Ada seseorang yang tersenyum melihat gelagat Kara seperti mencari sesuatu.

     "Manis sekali gadisku. Seperti anak kucing yang mencari induknya."

Kara pun memilih untuk segera pergi ke Kana, lalu mengajaknya berenang.

    "Kak, mau coba buat kue nggak?"

    "Hmm, kue apa?"

    "Apa aja, kita bisa lihat resepnya di buku. Sekalian belajar, kan kita gak tau kedepannya nanti gimana."

Kara nampak berpikir, ide Kana tidak buruk juga.

    "Okelah."

Siang itu keduanya sudah memakai celemek, beruntung persediaan bahan-bahan untuk membuat kue sangat lengkap. Beberapa maid hanya bisa melihat mereka tanpa mau mengganggu.

    "Kalo ngikutin resepnya, sih kita harus masukin tepung ke baskom terus campurin dua butir telur, gula ..."

Keduanya sangat menikmati acara membuat kue hingga wajah mereka benar-benar penuh dengan tepung. Ada salah satu maid yang melapor pada Hendra, hingga pria itu meminta mereka memotret keduanya.

Mereka selesai membuat kue sekitar jam setengah lima sore. Kara mengusap keringat yang hendak meluncur ke bagian dagu dengan cekatan.

    "Kue udah siaap!" ucap Kana antusias.

Dia lantas meletakan kue tersebut di atas meja makan. Tampilannya memang cukup menggiurkan, tetapi tidak tahu dengan rasanya.

Kara mengambil ponselnya untuk memotret kue tersebut, tak lupa dia mengajak Kana untuk berselfie berdua.

    "Kak, ayo kita cobain kuenya."

Kara mengangguk, lantas mengambil pisau untuk memotong kuenya. Jantungnya berdetak kencang, takut jika kuenya tidak enak. Tak lupa mereka membagikannya kepada maid yang ada di sana.

Kara mulai mencoba satu gigitan sembari menutup mata, hingga akhirnya dia menelan kue tersebut. Beberapa detik terdiam, Kara membuka matanya spechless.

    "Ini seriusan kue yang kita buat?" tanyanya pada Kana, sementara gadis itu justru sibuk menikmati kue buatan mereka.

    "Kuenya enak non."

Kara tersenyum, apalagi saat melihat Kana yang makan hingga belepotan sana sini. Krimnya ada yang hinggap di hidungnya, menambah kesan lucu pada gadis itu.

Dia diam-diam membuka kamera, lalu memotret adiknya sendiri.

Hari semakin malam, kini keduanya tengah duduk di balkon sembari menikmati langit yang dipenuhi dengan bintang.

    "Kak, kalo suatu saat kakak balik ke mama. Kakak jangan lupa, ya buat ceritain hari ini sama mama. Bilang kalo Kana juga udah pinter buat kue!"

Kara menengok ke arah sang adik, dia lantas tersenyum dan mengelus pelan rambut hitam lebat itu.

    "Iya, Kana. Kakak akan ceritakan semuanya tanpa ada yang tertinggal. Kakak juga berharap kita sekeluarga bisa berkumpul."

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!