Malam itu menjadi malam yang panjang bagi mereka bertiga. Kara yang masih canggung harus mengakrabkan diri dengan Liam.
"Jadi Kara ini anak yang hilang waktu itu sama bibi?" tanya Liam dengan menatap Kara.
Gadis itu nampak tersenyum canggung.
"Ehehe, iya."
Tengah malam saat semua orang sudah tertidur, Kara terbangun karena merasa haus. Segera Kara berjalan menuju dapur dan melewati kamar Liam.
Setibanya di tangga, dia melihat lampu dapur menyala. Perlu diketahui bahwa setiap malam, ruang tengah, depan dan dapur akan dimatikan lampu. Itu adalah kebiasaan sejak dulu.
Kara berpikir itu pasti Hendra jadi dia berjalan hingga tiba di ambang pintu dapur. Langkahnya terhenti saat melihat seseorang sedang membuka pintu kulkas. Perawakannya jelas tidak mirip dengan Hendra, lebih ke arah Liam.
Namun, yang membuat Kara langsung mengambil sapu adalah, dia ingat betul saat melewati kamar Liam, pria itu sedang tertidur pulas. Pada saat lewat, Kara sempat menutup pintu kamar pria itu yang terbuka sedikit, jadi otomatis Kara dapat melihat aktivitas di dalam kamar itu.
"Si-siapa lo?" tanyanya.
Pria itu yang tadinya sedang asik meneguk air dari dalam kulkas langsung menghentikan aktivitasnya. Setelah meletakan botol ke dalam kulkas, lalu menutup pintunya, pria tersebut berbalik.
"K-kak Liam?"
Kara terkejut bukan main, bagaimana bisa Liam dengan kecepatan kilat sudah berada di dapur? Bahkan auranya terlihat lebih berwibawa yang ini. Pandangan mata yang lebih tajam serta tubuh yang terlihat lebih tinggi sedikit dari Liam sebelumnya.
"K-kok udah ada di sini. T-tadi Kara liat m-masih di kamar!"
Pria itu tersenyum, lalu berjalan mendekati Kara secara perlahan. Namun, Kara juga tidak tinggal diam. Dia bergegas mundur saat pria mirip Liam itu melangkah maju.
"K-kak. Hello?"
"Emang saya semirip itu sama Liam?"
Deg ...
Jantung Kara serasa ingin loncat dari tempatnya. Suara yang teramat familiar ini!
Dia sangat kenal!
Dengan langkah perlahan, Kara mulai melangkah mundur. Baru saja hendak berlari menuju kamar, tubuhnya sudah dipeluk dari belakang.
Kara yang panik hendak melepaskan diri, tetapi kekuatan mereka jelas berbeda.
"Mau ke mana?" tanyanya sembari berbisik ke telingan sebelah kanan Kara.
Gadis itu menggeliat karena geli.
"Lepasin gak. Ngapain lo meluk-meluk gue!" ucap Kara yang sudah panik setengah hidup.
"Meluk calon istri sendiri, nggak apa-apa, dong?"
Mendengar itu entah mengapa pipi Kara seketika mengeblush.
"J-jangan ngada-ngada, deh. Lagian lo siapa? Ngapain di rumah gue."
Kara bertanya sembari mencoba melepaskan diri, tetapi itu sangat sulit.
"Hmm ... Kira-kira kenapa saya bisa ada di sini?" tanyanya membalik.
Kara yang tidak mau tau itu akhirnya menggigit tangan pria berwajah mirip Liam itu, setelah pelukannya terlepas Kara bergegas pergi dari sana.
Keesokan paginya, Kara terbangun tanpa mempedulikan kejadian semalam. Dia beranggapan bahwa itu mungkin hanya imajinasinya saja, tidak mungkin ada dua Liam dengan kepribadian berbeda di rumah ini.
Setelah selesai mandi dan berpakaian formal, Kara bersiap untuk turun ke bawah. Kebetulan Kana juga sudah ke dapur lebih dulu untuk sarapan.
Setibanya di sana, lagi-lagi dia dibuat terkejut. Kara menatap tak percaya pada pria yang tengah mengunyah roti tepat di sebelah Liam. Saat melihat kedatangan Kara, dia langsung tersenyum manis.
"Loh, kenapa cuma berdiri di situ. Ayo sini sarapan, nanti kamu bisa telat kerja!"
Ucapan Hendra seketika menyadarkan Kara dari lamunannya.
"Ahahah, iya pa!"
Tak mau ambil pusing, Kara bergegas duduk di sebelah Kana dan mulai menyantap sarapannya tanpa mau melihat ke arah depan.
Bagaimana tidak. Pria yang saat ini duduk di depannya adalah yang semalam memeluknya seenak dahi.
Setelah beres, Kara hendak segera pergi kerja.
"Pa, Kara berangkat kerja dulu, takut telat."
"Om, biar saya aja yang ngantar Kara ke tempat kerjanya."
Mendengar itu Kara spontan mendelik ke arah pria yang belum dia kenal asal usulnya.
"Nggak. Gue mau ke sana naik taksi, ntar penyamaran gue gagal lagi."
Kara langsung berlari tanpa mempedulikan panggilan pria itu. Setelah kepergiannya, Liam mendekati pria itu.
"Sabar, ya kak. Kata Kana, sih Kara itu orangnya susah dideketin. Dia juga udah nggak mau percaya laki-laki lagi karena disakitin mulu. Gue tau, kok lo itu orangnya setia, tetapi kita nggak tau tanggapan Kara sendiri itu kayak gimana."
"Oh iya, Kana lupa cerita soal kak Lucas ke kak Kara. Duh, makannya kakak bersikap kayak tadi."
Di sisi lain, Kara telah tiba di kantor tepat waktu. Dia menyapa beberapa orang dan bergegas menuju mejanya.
Setibanya di sana, Kara tiba-tiba dihampiri oleh direktur.
"Mana dokumen yang sudah kamu buat?" tagihnya.
Kara pun hanya bisa mengoceh dalam hati, kemudian mencoba mengambilnya di rak yang telah tersedia untuk meletakan dokumen di sana.
"Loh, kok nggak ada?" tanyanya kebingungan.
Kara mulai kebingungan, kemarin dia meletakan dokumen itu di dekat dokumen berwarna biru.
"Mana dokumennya? Klien kita sebentar lagi bakalan datang!" sentaknya.
Tiba-tiba seorang karyawan perempuan dengan kacamata bulatnya berdiri.
"Bu, saya sudah membuat dokumennya. Ibu bisa lihat punya saya dulu!"
Gadis itu melangkah dan memberikan dokumen yang warnanya mirip dengan punya Kara. Saking penasarannya, Kara juga ikut mendekat dan melihat isi dokumen tersebut.
"Loh, inikan dokumen yang saya kerjakan kemarin. Kenapa bisa ada di situ?" tanya Kara dengan menatap gadis di depannya sembari mendelik.
"Jangan nuduh sembarangan, ya. Ini saya kerjakan dengan usaha saya sendiri!"
"Sudah! Kamu juga, kalo malas, ya malas saja. Jangan pake alasan bilang dokumen orang lain punya kamu. Dasar, masih karyawan baru udah licik. Gaji kamu akan saya potong karena tidak mengerjakan tugas yang saya suruh!"
Setelahnya direktur itu pergi, meninggalkan ketegangan yang terjadi. Detik berikutnya Kara menarik kerah baju perempuan itu dan membisikan sesuatu.
"Lo tau, lo udah berurusan sama orang yang salah. Lo nyuri dokumen yang udah gue kerjain dengan susah payah. Lo main-main sama gue, gue ladenin. Gue gak pernah main-main sama ucapan gue, jadi lo liat hasil akhir dari permainan busuk lo!"
Kara langsung menghempaskan gadis itu. Dia nampak kesal dan membenarkan posisi pakaiannya. Beberapa karyawan yang melihat itu hanya terdiam saja. Toh, ini juga bukan masalah mereka jadi tidak punya hak untuk ikut campur.
Saking kesalnya, Kara sampai memukul keyboard membuat seisi ruangan terkejut.
Sore itu Kara diminta untuk lembur seorang diri. Dia juga sudah menelepon Novi dan menjelaskan kejadian buruk yang menimpanya.
Melihat kantor yang sepi, Kara akhirnya berinisiatif untuk mengecek cctv. Tidak mungkin kantor ini tidak memiliki cctv sama sekali.
Dia mengecek beberapa ruangan yang jarang dijamah hingga akhirnya menemukan satu ruangan di mana berada di paling ujung. Kara membukanya yang ternyata tidak terkunci. Segera dia masuk dan mulai mengecek cctv kemarin.
Dilihatnya dengan seksama dan ternyata tidak ada cctv yang dihapus sama sekali. Bibirnya tersenyum kala melihat gadis yang Kara tuduh tadi tengah berdiri tak jauh dari rak dokumen. Hingga gadis itu pergi, datanglah seorang perempuan dengan pakaian yang tidak dia kenal.
Bahkan wajahnya tidak terlihat di cctv. Dia nampak mengambil dokumen milik Kara, lalu membawanya entah ke mana.
Kara sendiri mengecek cctv yang lain hingga menemukan perempuan tadi sedang menelepon seseorang.
Setelah Kara mempercepat cctv tersebut, datanglah perempuan berkacamata itu dan menerima dokumen pemberian pelaku.
Kara hanya manggut-manggut sembari merekam semua kejadian itu.
Malam itu, Kara baru saja tiba di rumah tepat jam setengah sepuluh. Dia juga sudah mengabari orang rumah, bahwa dirinya akan pulang terlambat karena lembur.
Kara nampak lelah, dia juga langsung merebahkan tubuhnya di sofa. Bahkan dia sampai lupa bahwa ada satu masalah lagi yang sedang dia hadapi.
Saat sudah terlelap, seseorang mendekati sofa. Bibirnya tersenyum, lalu mulai menggendong tubuh Kara menuju kamar.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments