Malam itu Kara dan Kana sedang asik duduk dibalkon kamar sembari tertawa riang. Kara sendiri menceritakan bagaimana sosok ibu yang selalu dia bayangkan.
Disela-sela suara tawa, telinga mereka menangkap bunyi suara ketukan dari pintu kamar. Kara menyuruh Kana untuk menunggu sementara dirinya berjalan membuka pintu.
Begitu terbuka, terlihat Hendra menatap putrinya dengan wajah khawatir.
"Papa kenapa?" tanyanya dengan sesekali menatap ke arah belakang Hendra.
"Arkan ada di bawah. Kalau kamu nggak mau ketemu sama dia bilang aja, biar papa yang hadapi Arkan."
"Nggak perlu. Papa jagain aja Kana dan suruh dia jangan keluar apapun yang terjadi, Arkan biar Kara yang urus. Liat dia bakalan bisa apa!"
Hendra hanya mengangguk dan masuk menemui Kana, sementara Kara berjalan dengan wajah angkuh menuju ruang tamu. Di sana sudah ada Arkan yang duduk seorang diri dengan raut wajah kesal sekaligus gelisah.
Melihat Kara yang sudah mendekat, dia sontak berdiri dan pandangan matanya dan lepas dari gadis cantik itu.
Kara pun memilih duduk tepat di depannya dan menatap remeh Arkan sekaligus tersenyum tipis.
"Tumben sekali tuan muda satu ini mau menemui orang sepertiku malam-malam. Apakah anda sedang bermasalah dengan kekasihmu itu?" tanyanya dengan nada sarkas.
"Kenapa tadi lo nggak dateng ke belakang sekolah?" tanyanya dengan kedua tangan yang sudah terkepal sempurna.
"Urusan sekolah lebih penting daripada ngurusin manusia kayak lo. Lagipula gue alergi sama manusia-manusia manipulatif kayak lo."
Selama di balkon, Kana juga menceritakan tentang kehidupan bersekolah dan sifat asli dari Arkan.
"Gue tanya. Apa alasan lo gak mau ngelepas gue dan malah terang-terangan pacaran sama si jal*ng itu?"
"Lo itu cuma mainan gue. Gak boleh lepas dari gue dan cuma gue yang boleh nyiksa lo. Sekarang lo ikut gue, kita ke basecamp!"
Mendengar itu Kara masih setia mempertahankan senyuman manisnya.
"Lo pikir gue bakalan setuju?"
"Gue gak butuh persetujuan dari lo!" Begitu Arkan hendak berdiri, Kara mengambil sebuah pemukul bisball yang ternyata telah dia siapkan dari sebelum berangkat sekolah.
"Lo maju selangkah, lantai rumah ini bakalan penuh sama darah lo!" ancamnya.
Arkan tersenyum miring, menurutnya gadis itu semakin berbeda dan sangat menguji kesabaran. Tanpa pikir panjang dia berjalan dan hendak meraih tangan Kara yang sayangnya gadis itu lebih dulu menghantamkan pemukul tersebut ke tangan lalu kaki membuatnya mengaduh kesakitan.
"Lo pikir gue cuma ngancem doang?"
Dia meletakan pemukul itu di atas pundaknya dan berjalan mendekati Arkan.
"Jangan kira cuma lo doang yang bisa main tangan. Ini peringatan pertama gue, sekali lo nyari masalah sama gue atau bahkan bikin ulah di sekolah, bukan cuma kaki sama tangan lo yang kena. Oh iya, tolong kasih peringatan ke temen-temen lo yang suka ngebuli orang. Malaikat maut mereka udah datang!"
Kara menendang pelan tubuh Arkan dan memanggil seseorang yang sejak tadi memperhatikan mereka dari arah dapur.
"Kembalikan dia ke asalnya. Rumah ini nggak boleh ada hama. Setelah itu ganti sofa bekas dia duduk."
Dia memberikan pemukul bisball ke laki-laki paruh baya yang diketahui adalah tangan kanan dari Hendra. Dia sudah melayani keluarga Kusuma selama hampir dua puluh tahun lamanya.
Setelah Arkan pulang dalam keadaan tidak baik-baik saja, Kara berjalan ke arah kamar dan melihat Kana sudah menangis ketakutan. Dia takut jika Arkan akan menyiksa Kara yang sebenarnya adalah sebaliknya.
Pintu terbuka dan Kara tersenyum simpul.
"Selagi ada kakak, semuanya akan baik-baik saja. Bahkan penjahat bayaran pun akan kakak tangani biar keluarga kakak selamat!"
.
.
.
Kara berangkat sekolah seperti biasa yang berbeda adalah dia menjadi topik hangat. Begitu akan tiba di kelas, dia melihat Arkan menggunakan kursi roda yang dibantu dengan kekasihnya.
Kara tentu tersenyum licik dan menatapnya dengan penuh hinaan.
"Duh, kok tiba-tiba pake kursi roda?" ejeknya yang membuat Arkan hampir saja melompat dan mencekik Kara saat itu juga.
"Kenapa? Apa kurang pukulan gue semalam?"
Begitu memasuki kelas, beberapa teman-teman kelasnya mulai merapat dan bertanya. Mereka sangat kagum dengan perubahan Kara, padahal tidak ada yang berubah dari dirinya.
"Makasih Kana, karena lo kita semua jadi sedikit merasa aman. Selama ini sekolah kita hidup dalam bayang-bayang gila Arkan yang selalu nyuruh ini itu ke anak-anak. Banyak yang udah jadi korban bahkan gak sanggup terus bunuh diri."
Kara sedikit spechless mendengar ucapan salah satu dari mereka. Separah itukah Arkan?
"Lo tau sendiri gimana sistem hukum di negara kita. Mereka yang gak beruang bakalan dibiarin membusuk sementara yang beruang bakalan dianggap segalanya. Proses hukumnya pun akan lebih cepat apalagi kalau berkuasa."
"Dengar-dengar katanya kita bakalan kedatangan guru baru, laki-laki. Cuma banyak rumor yang bilang kalau dia mesum!"
Kara hanya menyimak pembicaraan mereka yang lumayan menarik. Dia bisa mendapatkan informasi dari mereka.
"Oh, gue juga dapat info itu dari temen di sekolah lain. Sebelum dipecat, dia lebih dulu mengundurkan diri dan mencoba menjadi guru di sini."
"Semoga aja dia gak macem-macem sama kita, apalagi guru itu gak mandang gender katanya. Ngeri!"
"Gila banget."
Baru saja mereka bergosip sudah ada pengumuman mengenai perekrutan guru baru. Kara hanya mengangguk-angguk melihat cara kerja sekolah ini.
Semua siswa diharapkan berkumpul di aula, Kara pun penasaran dengan siapa guru baru yang mesum itu. Dia memilih tempat duduk paling depan agar lebih leluasa melihatnya.
Setelah penyambutan kepala sekolah, barulah si guru baru itu mengeluarkan batang hidungnya. Kara bisa melihat manik berbinar dari guru mesum itu yang seakan senang memiliki banyak mangsa di sini.
Sistem di sekolahan itu adalah ketika ada guru baru maka diwajibkan untuk para siswa berkumpul dalam satu aula agar bisa mengenal guru tersebut. Peraturan baru menurut Kara lumayan bagus dan sedikit lebay.
Setelah perkenalan dan bercerita sedikit demi sedikit, akhirnya mereka dibubarkan.
Kara sengaja berjalan lebih pelan dan melihat bagaimana si guru baru bernama Irwan itu mencari mangsa.
Dia sendiri berjalan tepat di belakang Irwan dan memperhatikan gerak-geriknya. Beberapa siswa laki-laki menghampiri guru itu dan bertanya mengenai bagaimana cara menaklukan hati perempuan.
Dia sedikit merinding mendengar percakapan mereka hingga tiba di kelas. Kara menatap teman-teman perempuannya dan tersenyum.
"Ternyata pak Irwan lebih mesum dari yang gue kira!" ucapnya yang kemudian ikut bergabung dengan beberapa gadis yang tadi pagi mendekatinya.
"Lo diapain sama guru mesum itu?" tanya mereka spontan.
"Dia gak bakal berani macem-macem sama gue cuma tadi gue denger percakapannya sama beberapa anak laki-laki. Lagian kepala sekolah kenapa bisa nerima guru modelan kayak dia?"
Seorang gadis dengan kacamata bulatnya mulai menyela.
"Denger-denger kepala sekolah gak mempermasalahkan kemesumannya, soalnya pak Irwan terbilang guru yang cukup pintar dalam mengajar."
Kara manggut-manggut tanda paham.
"Pasti itu kepala sekolah dikasih uang suapan. Cuih, kenapa juga papa nyekolahin Kana di sini." Kara sendiri membatin dengan memikirkan rencana kedepannya.
Bel keluar main berbunyi, dia dan beberapa gadis berjalan menuju kantin. Saat akan menuruni anak tangga, beberapa anak laki-laki sengaja mengibas rok salah satu dari mereka dan tertawa senang.
"Ahaha, warnanya apa?"
"Item cuy!"
Gadis yang menjadi korban itupun berbalik dan menampar salah satu laki-laki itu dengan wajah menahan air mata.
"Tangan lo gak berpendidikan banget."
Akhirnya ributlah daerah situ membuat Kara membuang pandangannya malas. Dia akhirnya menyela dengan menatap para pria itu dengan tajam.
"Sekali lagi kalian gangguin anak-anak cewek, gue pastiin kalian gak bakalan bisa kencing buat selamanya."
Kara menarik tangan gadis tadi dan membawanya ke kantin, diikuti dengan yang lainnya. Beberapa pria itu menelan saliva, melihat bagaimana raut wajah serius gadis tadi. Apalagi kabar tentang patah tulang pada kaki Arkan disebabkan oleh Kara.
Di kantin Kara menatap Arkan yang sedang susah payah membenarkan posisi duduk. Sembari menikmati bakmi, mereka bergosip.
"Kana, makasih banget lo udah mau bantuin gue. Sumpah, selama ini nggak pernah ada yang kayak gini dan baru aja kejadian!" ucapnya yang menunduk menahan malu dan sakit hati.
"Santai aja. Orang-orang kayak mereka gak pantes buat dikasih maaf. Otak mereka yang kotor, hobinya nontonin film dewasa jadilah pikirannya mesum terus. Nanti kalau begitu barulah mereka nyalahin korban yang katanya pakaiannya menggoda."
"Gue mau lihat seberapa lama guru mesum itu bertahan dan ngehasut anak laki-laki di sekolah ini untuk berbuat kurang ajar."
Sepulang sekolah Kara sengaja pulang telat walaupun Langit sudah dia suruh untuk menunggu di mobil. Begitu buku dan lainnya telah dia masukan ke dalam tas, Kara tak sengaja melihat seorang siswi dari kelas sebelah berjalan entah ke mana.
Penasaran, dia segera menyambar tas dan mengendap-endap mengikuti gadis tadi. Mereka tiba pada sebuah gudang yang di mana tempat tersebut hampir tidak pernah dijamah oleh manusia kecuali satpam.
Pintu terkunci dan Kara hanya bisa mendengar saja. Walaupun lumayan samar, telinganya masih berfungsi dengan baik.
Dia mendengar suara seorang pria yang seperti memaksa gadis tadi untuk melepas pakaiannya. Ada tolakan hingga membuat guru mesum itu mengamuk dan menampar pipi siswinya sendiri.
Kara merasa geram dan hendak memergoki, sayangnya suara Langit benar-benar mengganggu suasana.
"Ngapain di sini?"
Beruntung Langit tak menyebutkan nama Kara, kalau tidak dia pasti akan menjadi incaran guru mesun tersebut. Gudang pun seketika hening, Kara menggeram dan bergegas menarik lengan Langit untuk menjauh.
Setelah tiba di mobil, Kara menatap kesal pada spion membuat Langit kebingungan.
"Sial. Padahal sebentar lagi udah bisa jadiin bukti kelakuan bejat guru mesum itu!" ucapnya. Langit sendiri hanya menggaruk kepalanya tak paham.
"Pak, jalan."
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Grey
nah ini nih, otak² orang kek begini susah disadarinya. sampe dibikinin museum pakaian korban kekerasan seksual pun tetep ga bisa tercerahkan otaknya😒
2024-06-01
0
Grey
😂😂 kalau ini sih bukan duplikat lagi sih, tapi satu kesatuan soalnya sistemnya sama. dimana yg berkuasa makin berjaya dan yg ga berkuasa semakin tertindas🤪
2024-06-01
0