17| Investigate

Tiga tahun berlalu, kini Kara telah bekerja di perusahaan Hendra. Awalnya pria itu tak mau, takut jika anaknya akan kesulitan bekerja, tetapi Kara bersikeras ingin melakukannya.

    "Kak, udah dua tahun aja, ya? Aku masih inget jelas ekspresi Regan waktu kakak bongkar semua rahasianya."

Kara tersenyum dan mencubit pelan pipi sang adik.

    "Beruntung ketua berhasil buat topeng yang mirip sama wajah kita, jadi mereka terkecoh juga."

    "Iya. Sudah sana, kakak bukannya punya tugas dari papa?"

Setelah membenarkan posisi baju, Kara menjawab.

    "Iya. Kakak hari ini bakalan menyelidiki siapa yang udah buat uang pemasukan di perusahaan cabang berkurang. Kata papa, catatan sama jumlah uangnya beda. Jadi pasti ada yang korupsi. Kakak berangkat dulu, kamu jaga diri di rumah!"

    "Siap, kak!"

Kara sengaja berangkat ke perusahaan cabang milik Hendra menggunakan taksi agar penyamarannya berhasil.

Setibanya di sana, dia disambut oleh salah satu karyawan yang ditugaskan untuk menyambut karyawan baru. Setelah berjalan-jalan sebentar guna untuk perkenalan perusahaan, Kara pergi ke tempatnya yang sudah ditunjuk.

Menurut informasi yang dia dapat, ada satu manejer yang kerjaannya hanya menyuruh para karyawan.

Kara saat itu sedang sibuk mengetik sesuatu yang dimintai oleh karyawan sebelah untuk membantunya. Tiba-tiba seseorang berjalan ke meja kerjanya dan melempar sebuah dokumen.

Karena terkejut, Kara tak sengaja menumpahkan kopi yang dia beli saat berkeliling tadi hingga menemui sepatu orang yang berdiri di dekat meja kerjanya.

Spontan Kara langsung bangkit dan meminta maaf. Saat melihat siapa itu, dia bergegas mengambil tisu dan mengelap sepatu sang manajer.

    "Haduh, kamu itu bisa bekerja nggak, sih? Ceroboh banget!" ucapnya sembari menendang tangan Kara.

    "Nggak Kara, lo harus sabar. Nggak boleh ngamuk balik!"

    "Maaf manajer, saya nggak sengaja!"

Setelahnya Kara berdiri, tetapi pandangannya menunduk.

    "Nggak sengaja? Kamu tau sepatu ini harganya berapa? Tau nggak?" bentaknya membuat orang-orang di sana benar-benar kesal dibuatnya.

    "Ng-nggak tau, manajer!"

    "Kamu kerja setahun di sini juga nggak bakalan bisa buat bayar harga ini sepatu. Sekarang kerjakan semua dokumen yang sudah saya kasih. Saya mau sore nanti sudah harus selesai!"

Setelah kepergiannya, Kara mulai mengambil beberapa dokumen tersebut dan mulai membaca isinya.

Hari semakin sore, Kara akhirnya berhasil mengerjakan semua dokumennya tanpa ada yang terlupakan. Beruntung dia telah memiliki pengalaman kerja selama satu tahun.

    "Permisi!" ucapnya sembari mengetuk pintu.

     "Masuk!"

Kara bergegas masuk dan meletakan dokumen-dokumen ini di atas meja.

    "Manajer, ini dokumen yang anda minta. Saya sudah membuat semuanya tanpa ada yang tertinggal!"

Mendengar itu, perempuan tersebut mengangguk lalu menyuruhnya segera keluar.

Baru saja membuka pintu dan hendak melangkah keluar, tanpa sengaja Kara menabrak seseorang hingga tersungkur ke belakang.

     "Aw!"

Mendengar itu, sang manajer buru-buru menghampiri Kara dan membantunya berdiri.

    "Makanya, kalo jalan itu liat-liat!"

Kara menatap ke depan, seorang gadis dengan rambut sepunggung tengah menatap malas ke arahnya.

    "Direktur. Anda sudah datang? Seharusnya anda menelpon saya agar saya menjemput anda di bandara!" ucap sang manajer dengan wajah sedikit panik.

    "Hum ... Seharusnya kamu sudah tau kalau saya akan datang hari ini, kenapa saya harus repot-repot menelepon kamu?"

Kini dia menatap Kara.

    "Ini juga siapa? Udah main nabrak, nggak minta maaf. Potong gaji!"

Mendengar itu, hampir saja Kara memukul orang-orang yang sedang jalan di jalanan.

Hanya masalah kecil, harus sampai potong gaji?

    "Loh, gimana ceritanya jadi potong gaji? Ini perkata minta maaf doang, tiba-tiba ibu bilang potong gaji!" ketus Kara.

Dia sungguh tidak terima dengan apa yang menimpanya sekarang. Di sisi lain, Manajer terlihat semakin panik dan berusaha untuk mengatakan pada Kara bahwa dia cukup diam dan terima saja.

    "Eh, ngebantah. Saya itu direktur di sini, jadi kamu harus dengerin apa yang saya omongin. Kamu pasti karyawan baru, makannya nggak tau peraturan di perusahaan ini."

    "Kamu juga. Sebagai manajer, harusnya sudah memberitahukan peraturan baru di perusahaan kita."

.

.

.

Setelah kejadian hari itu, Kara menjadi semakin kesal. Ini sudah dua hari sejak dia bekerja dan direktur sombong itu selalu membuatnya kesusahan.

Seorang karyawan perempuan menghampiri Kara yang terlihat lumayan stress.

    "Eh, denger-denger waktu itu kamu berselisih sama bu direktur, ya?" tanyanya penasaran.

    "Iya. Siapa, sih yang milih dia jadi direktur? Seharian ini kerjaannya cuma duduk manis sambil nyuruh ini itu. Bukannya bantuin karyawannya atau dibimbing gitu!"

Kara terus berceloteh, walaupun begitu tangannya tetap cekatan untuk mengetik.

    "Kamu belum tau soal bu direktur yang menggelapkan uang sebanyak satu milyar?"

Mendengar itu tangan Kara seketika berhenti mengetik. Merasa bahwa ini informasi yang berguna, Kara akhirnya meminta perempuan itu untuk memceritakan apa yang belum dia ketahui.

     "Kamu tau dari mana soal direktur yang menggelapkan uang sebanyak itu?" tanya Kara, toh menggosip adalah salah satu cara untuk mendekatkan diri.

     "Ada sempat lihat, bu direktur saat itu lagi telponan sama orang misterius. Katanya mereka bakalan menggelapkan uang sebanyak satu milyar dan uang itu hasil dari pemotongan gaji karyawan. Saksinya juga tiba-tiba resing dari kerjaan keesokan harinya setelah dia memergoki bu direktur. Sampai sekarang nggak ada yang tau keberadaan dia juga gak ada yang berani buka suara. CEO juga nggak tau masalah ini."

    "What the f*ck? Seriusan? Wah, inimah nggak bisa dibiarin. Kita harus laporin masalah ini ke CEO, kalo nggak pemasukan bulan ini bakalan semakin menurun!"

Baru saja hendak beranjak, perempuan itu lebih dulu menghentikan Kara.

     "Jangan. Bu direktur itu licik, beliau bakalan ngelakuin apapun buat nyingkirin orang-orang yang berusaha jatuhin dia!" ucapnya serius.

Detik berikutnya, dia bergegas kembali ke tempat duduk setelah melihat direktur berjalan ke arah meja Kara.

    "Kamu tolong urus dokumen ini. Besok kita akan ada meeting penting dengan klien dan kamu yang akan presentasi."

Setelah mencari tahu siapa klien kali ini, Kara langsung menelepon.

    "Halo?"

    "Kana, tumben nelpon. Ada perlu apa?"

    "Novi, lo besok ada meeting, ya?"

    "Iya. Kok, lo bisa tau?"

    "Besok kalo lo ketemu sama gue, lo pura-pura gak kenal aja, ya? Soalnya gue lagi nyamar jadi karyawan."

    "Ohh, jadi perusahaan yang mau kerja sama bareng perusahaan papa gue itu punya om Hendra?" tanyanya sedikit terkejut.

     "Iya. Papa nyuruh gue buat mata-matain pelaku yang udah buat pemasukan berkurang. Menurut informasi yang gue dapet, sih direkturnya menggelapkan uang. Gue mau ngumpulin bukti yang banyak dulu!"

    "Oke. Semoga lo berhasil. Sampai ketemu besok!"

Di rumah, Kara sedang sibuk menatap laptopnya. Tiba-tiba dia teringat tentang pria yang beberapa kali menampakan diri, tetapi Kara tak dapat melihatnya dengan jelas. Dia sudah tidak muncul lagi.

Jujur, Kara masih sangat penasaran dengan sosok ini. Sosok yang seperti mengawasi gerak-gerik gadis itu setiap saat dan mengetahui apa saja yang Kara lakukan.

Kara menggeleng dengan cepat saat pintu kamarnya terbuka. Menampilkan Hendra dengan pakaian kerjanya, berjalan mendekati Kara.

    "Kara, kamu sudah dapat informasi tentang kenapa pemasukan ke perusahaan utama itu sedikit?"

     "Iya, pa. Kara curiga, sih sama satu orang. Cuma masih kurang bukti jadi Kara masih harus giat kerja buat nyari tahu pelakunya. Besok juga perusahaan cabang bakalan kerja sama bareng perusahaan papanya Novi."

     "Ya, sudah. Oh iya, sebentar lagi sepupu kamu bakalan dateng. Kamu tolong beresin kamar yang di sebelah kiri kamu, mau dia pake. Lagian kamar di sini juga banyak!"

    "Siap pa!"

Setelah kepergian Hendra yang menitipkan kunci kamar, Kara bergegas menutup laptop lalu beranjak dari sana.

Saat memasuki kamar tersebut dan menyalakan lampu, dia cukup terkejut. Ternyata tempat itu sangat luas dibandingkan kamarnya dan Kana. Kara sendiri tidak masalah jika harus berbagi dengan adiknya, terlebih itu adalah permintaan Kana.

    "Buset, ini kamar kayak gudang aja. Berdebu gini!" ucapnya sembari menyentuh meja yang memang lumayan banyak debu.

     "Namanya juga nggak pernah ditempati lagi!"

Mendengar suara yang asing, Kara langsung berbalik. Dia sedikit terkejut saat melihat seorang pria dengan tubuh tegap memakai stelan jas biru tua tengah bersandar di ambang pintu.

     "Heh, lo siapa?" tanya Kara keheranan.

Pria itu mengernyit, detik berikutnya tersenyum.

    "Masa lo lupa sama sepupu sendiri, kan kita berdua dulu sering main bareng. Gimana, sih?"

     "Kak Liam?"

Pria yang bernama Liam itu sontak mengubah ekspresi wajah dan bergegas membalikan tubuhnya. Dia tersentak melihat adanya Kana di depannya, terus yang tadi dia lihat di awal siapa?

Kini Liam kembali berbalik dan masih melihat wujud Kana, tetapi berbeda baju. Hampir saja dia pingsan kalau Kana tak cepat memeluk pria itu.

    "Kana kangen sama kakak. Berapa tahun coba kakak nggak pulang. Oh iya, kakak pasti bingung, ya. Itu kak Kara, hehe panjang banget ceritanya kalo kakak mau tau."

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!