Ternyata Aku Pelakornya
1. Hari Pernikahan
Seorang wanita mengenakan kebaya putih dan berdiri dengan anggunnya di depan cermin, ia berkali kali memantas dirinya di sana dengan
senyuman yang merekah indah. Aneta seorang pemilik butik kecil di kota yang tidak begitu besar itu sedang merayakan hari bahagianya di mana hari ini adalah hari di mana janji suci itu ia ikrarkan. Dia menikah tepat di hari ulang tahunnya dan itu merupakan hadiah dari kekasihnya Keiji.
Keiji. Atau yang lebih sering disapa Kei itu menyematkan status baru untuk gadis berparas ayu itu di hari ulang tahunnya. Siapa yang tak
senang, siapa yang tak bangga bila ia diistimewakan seperti ini? Tentu saja Aneta merasa dia begitu berharga saat ini terlebih orang tua dan semua anggota keluarganya mendukung hubungannya ini.
Seolah restu bercucuran untuknya pada hari bahagia itu. Tidak ada satupun anggota keluarga yang menentang. Iya, mungkin ini memang karena kebaikan Kei, atau memang ada sesuatu yang lain yang menguntungkan bagi mereka semua.
“Kamu cantik sekali Nak,” kata bu Rahayu dengan tersenyum bahagia menatap pantulan gambar putrinya.
“Iyakah Bu? Aku enggak nyangka kalau aku bakalan ada pada hari ini dengan restu dari kalian semua,” jawab Neta dengan tersenyum manis dan tulus.
Akan tetapi di balik itu semua, tatapan keluarganya berubah, saat tatapan ibu Neta, Rahayu bertemu dengan bibinya Risma bertemu seolah mereka tengah gugup lantaran menyembunyikan sesuatu. Tetapi, siapa yang tahu perkara itu, hanya mereka berdua yang tahu.
Neta, dia sudah tidak mempunyai ayah sejak sekolah SMP. Ayahnya meninggal dala kecelakaan kerja. Mulai saat itulah perekonomian keluarganya tumbang.
Banyak aset yang ibunya jual semata-mata untuk bertahan hidup dan mengibati ibu mertuanya atau nenek Neta dari pihak ayah. Ia keadaan
ekonomi menghimpitnya dan memaksa para wanita itu berjuang mati-matian untuk menyambung hidup.
Pada titik ini Neta tidak tahu siapa yang dipertaruhkan, siapa yang dirugikan ataupun diuntungkan. Dia hanya tahu kalau jodohnya telah datang dan dia harus berbahagia. Lelaki itu seperti dewa di matanya.
Kei, selalu memberikan apa pun yang Neta minta. Bahkan pertemuan mereka pun terbilang cukup singkat, hanya melalui perjodohan atas pilihan sang ibu Rahayu. Neta, belum mengenal lebih dalam siapa itu Kei, bahkan dia saja
masih begitu canggung saat bicara berdua dengan Kei.
Sementara itu di kamar yang lain, Kei tengah berdiri dan menatap ponselnya. Ia mengusapnya lalu mematikannya dan menyimpannya ke dalam koper. Laki-laki yang berjarak usai 5 tahun dari Neta itu terlihat begitu
tenang. Tanpa terlihat ia tengah menyembunyikan sesuatu yang besar. Kei merapikan
rambutnya dan memantas diri.
“Hari ini semua harus berjalan lancar dan sesuai dengan apa yang sudah aku rencanakan. Tidak ada lagi kegagalan, dia tidak boleh tahu sama sekali,” gumam Kei seorang diri dengan tenangnya.
Tidak lama dari itu, pintu kamarnya di ketuk. Kei hapal benar dengan suara si pengetuk pintu yang juga memanggil namanya itu. Iya, itu adalah ibunya Neta, Rahayu.
“Nak Kei, cepat ayo itu penghulu dan saksi sudah siap!” seru bu Rahayu dari balik pintu.
“Iya Bu, Kei datang!” sahut Kei yang kemudian keluar dengan gagahnya.
“Apa Neta sudah selesai dandannya?” tanya Kei pada calon ibu mertuanya itu.
“Iya sudah, kamu jangan khawatir, semua akan berjalan seperti apa yang kita rencanakan,” kata bu Rahayu yang menjawabnya dengan senyuman yang merekah menghiasi bibirnya.
“Bagus, kalau begitu ibu tinggal tunggu saja transferannya masuk malam ini. Tapi setelah jam 8 malam aku mau semuanya sudah pergi dari rumah ini,” kata Kei yang terdengar seperti sedang mengajukan sebuah persyaratan mutlak.
“Ohoho, kamu udah enggak sabar ya?” tanya bu Rahayu dengan maksud menggoda.
“Ehem!” kei berdeham dan melonggarkan dasinya, ia juga terlihat merapikan lengan jasnya seraya berkata. “Jangan berusaha untuk melewati batasan bu Rahayu. Dalam hal ini kita bekerja sama. Jadi, saling jaga batasan kita masing-masing.”
Terdengar begitu dingin dan mengerikan apa yang Kei katakan. Bu Rahayu seketika mengatupkan mulutnya dan tertegun menatap punggung pria yang ia nikahkan dengan anaknya itu.
“Oh, aku kita sikapnya akan berubah. Ternyata sama saja seperti saat kita bertemu, dingin dan mengerikan. Apa Neta bisa bertahan dengan
pria seperti itu?” gumam bu Rahayu sendirian.
****
Ijab kabul telah mendapatkan kata sah dari para saksi yang tidak begitu banyak. Acara pernikahan itu berjalan lancar dengan segelintir orang yang datang di apartemen. Ada kejanggalan di sana di mana sama sekali tidak ada kamera yang mengabadikan gambar keduanya.
Bahkan di acara sakral itu, lima belas menit sebelum acara mulai, ponsel Neta terjatuh dari lantai apartemennya saat dipinjam oleh bibinya
Risma. Semuanya seperti bekerja sama supaya Neta sukses memasuki perangkap yang
Kei buat termasuk ibunya.
“Mas, apa kita bisa mengambil foto?” tanya Neta pada Kei yang duduk di kursi pelaminan bersamanya.
“Sudah nanti sajalah, masih banyak tamu. Kita kenalan dulu sama para tamu, aku juga tidak tahu siapa-siapa saja anggota keluargamu. Bibimu sudah mengambil foto kita tadi bukan?” ujar Kei menjawab Neta yang terpaksa
mengurungkan keinginannya untuk berfoto.
“Iya, kamu benar. Masih ada kesempatan lain untuk berfoto.” Neta menimpali namun terlihat raut kekecewaan di wajahnya.
“Ponselku rusak, sekarang mana bisa aku mengabadikan foto kami dan mengirimkannya ke sosial media? Padahal teman-temanku semuanya ingin tahu. Tapi … ibu bilang agar pernikahan ini tertutup saja karena ibu tidak mau banyak yang datang menagih hutangnya setelah ini,” pikir Neta saat Kei melarangnya mengambil foto mereka.
“Kamu kecewa Sayang? Aku tahu kamu kecewa, tapi tidak baik terlalu terbuka di media sosial apa lagi tentang kehidupan pribadi kita. Itu sama
saja dengan menelanjangi diri kita,” papar Kei yang seolah tahu kekecewaan hati
Neta.
“Iya Mas, kamu benar,” sahut Neta menimpali dengan pelan dan setelahnya ia disibukan dengan para karyawan di butiknya yang datang dan memberikan selamat.
Sangat banyak pertanyaan yang muncul di kepala Neta saat ini, semua yang datang dengan cepat pegi begitu saja. Dan itu pun hanya
beberapa orang dan tidak sampai 50 orang. Padahal ia sudah membuat undangan
sampai 150 orang dengan niat akan mengadakan pesta di gedung tetapi Kei mengatakan
tidak usah dan cukup mengacak waktu saja.
“Kenapa sedih?” tanya Kei yang mendekati Neta yang duduk menatap pintu unit apartemennya.
“Temanku belum ada yang datang,” gumamnya.
“Mungkin mereka sedang sibuk. Sudah lumayan tadi yang datang,” kata Kei dengan berusaha menghibur Neta.
“Temanmu juga mana? aku lihat tidak ada yang datang, hanya saudaraku dan saudaramu aja yang datang secara bergantian,” ucap Neta dengan perasaan kecewanya.
Kei terlihat pucat dengan pertanyaan singkat itu. Sebenarnya ada apa semua ini?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments