Secangkir teh hangat menemani nenek tua yang tengah tersenyum menatap wanita muda yang tengah menata kue di piring. Dara pun ikut membantu Neta. Mereka ini sudah seperti kawan lama yang saling mengenal baik.
"Kamu lihat itu Dini, aku tidak menyangka kalau anak baik itu adalah target cucuku. Ada rasa senang, tapi juga ada rasa sedih Dini," aku nenek Fuji.
"Iya Bu, sangat jauh berbeda dari Nona Salma. Saya merasa Mbak Neta ini lebih hangat sikapnya," kata suster Dini.
"Iya, aku juga merasakan hal itu." Nenek menimpali.
"Bu, kalau kejadiannya begini lalu bagaimana dengan pengukuran jas untuk Koko?" celetuk Dini yang mengingatkan nenek Fuji.
Nenek Fuji terdiam. Dia mengedipkan matanya dan menunjuk ke kamar Kei tanpa suara. Dini yang paham akan itu, pun segera masuk ke dalam kamar untuk menemui Kei yang sedang menguping di pintu.
Karena Kei yang menguping dan ingin tahu apa yang nenek dan istri tersembunyi itu lakukan. Hingga pada saat suster Dini membuka pintu dengan tiba-tiba, kepala Kei terantuk pintu.
Dug!
"Jan*ok!" umpat Kei dengan matanya yang melotot tajam.
"Haduh, maaf Ko. Enggak sengaja, lagian ngapain nguping sih?" desis suster Dini.
Kei mengusuk keningnya yang benjol karena ulah suster Dini. Dia merasa begitu kesal saat ini. Tatapannya sinis mengarah kepada suster.
"Ada apa? Kenapa masuk ke kamarku?" tanya Kei yang sama sekali tidak berani mengeraskan suaranya.
"Mana baju Koko yang seukuran sama jas? Hari ini Mbak Neta datang untuk mengukur baju untuk acara ulang tahunnya Nona Salma bulan depan. Karena kejadian ini lalu bagaimana mengukurnya?"
Kei menatap kesal suster Dini. "Batalkan saja bajuku."
Suster Dini yang sedang membuka lemari dan memilih pakaian sebagai patokan ukur. "Tidak bisa Ko, nenek sudah pesan ini sedari lama dan bahan yang dipakai pun mahal. Kasihan Mbak Neta dong kalau dibatalkan."
Kei duduk di tepi ranjang dan terdiam seperti sedang berpikir. Tidak tega juga kalau harus membuat istri mudanya itu merugi. Sedangkan dia juga tahu, kalau Neta dengan susah payah mengumpulkan semunya seorang diri.
"Ambil jas pernikahanku dengan Salma saja, setidaknya itu tidak akan pernah aku pakai lagi," tunjuk Kei pada lemari yang masih tertutup rapat.
Suster Dini pun membuka lemari dan mengambilnya. Ia bergegas membawa sampel jas itu ke ruang tamu. Kamar hotel itu bukanlah kamar yang sama seperti kamar yang lainnya.
Akan tetapi kamar itu mempunyai keistimewaan. Kamar itu adalah kamar terbaik milik nenek Fuji selaku pemilik dari hotel tersebut. Ukuran kamar itu pun luas selayaknya ukuran rumah yang besar dengan dua kamar tidur dan satu Raung tamu dan dapur.
"Baik, jangan dikunci Ko. Jangan ditempelkan kupingnya nanti kena lagi," kata suster Dini mewanti-wanti dengan setengah meledek.
"Hih! Awas ya, nanti kupotong gajimu Sus," canda Kei seiring dengan perginya orang kepercayaan nenek Fuji tersebut.
Suster Dini keluar dari kamar Kei dengan menenteng sebuah jas putih. Ia lalu menggantungkan jas tersebut di sudut lemari. Neta yang baru saja kembali dari dapur pun merasa tertarik akan jas putih itu.
"Jas itu bagus," batin Neta yang kemudian mendekat dan mengusap jas yang menggantung itu.
"Ini jas cucu nenek?" tanya Neta saat jemarinya memegang jas.
Nenek Fuji tersenyum menjawabnya. "Iya itu jas cucu saya. Dia tidak bisa datang, sedang sibuk sekali dia."
Neta hanya diam mengusapnya dan mulai mengukurnya. Karena Dara tidak berani mengukurnya, dia masih belum begitu ahli. Hanya Neta yang biasanya melakukan seperti itu.
"Bagus sekali jas ini pasti harganya ratusan juta. Wah, kalau melihat dari ukuran jasnya, pasti cucu nenek suka olahraga ya? Ukuran tubuhnya proporsional," puji Neta yang tanpa ada yang mengetahui, Kei pun tersenyum saat mendengarnya.
Kei yang berada di dalam kamar puin melihat pantulan gambar dirinya dari cermin dan sesekali memantas diri.
"Em, aku memang proporsional. Istriku saja mengakuinya," ucapnya membanggakan diri.
Neta mengukurnya dengan penuh konsentrasi. Namun selama ia mengukur itu, ia mengendus satu aroma yang begitu akrab dengannya akhir-akhir ini. Aroma itu begitu lembut membelainya.
Selesai dengan mengukur itu, Neta duduk di sofa. Saat baru saja ia menempatkan bokongnya, tiba-tiba terdengar suara dering ponsel. Semua mata tertuju ke kamar itu.
"Oh, itu ponselku tertinggal di kamar," celetuk suster Dini yang segera menuju ke kamar Kei.
Sementara itu di dalam kamar Kei tengah berusaha mematikan ponselnya. Dia gugup saat ponselnya berdering dan itu adalah panggilan dari Salma. Kei seketika menjadi panik.
"Ko, kenapa tidak dimatikan ponselnya? Apa kamu mau ketahuan sama istri keduamu? Mau nenek sakit lagi? Ayolah, matikan dulu ponselmu," tegur suster Dini dengan memelankan suaranya.
"Bagaimana, Salma yang menelpon," jawab Kei sambil berbisik pelan. Ia takut kalau Neta akan mendengarnya.
"Makanya Ko, jangan nikah dua kalau masih takut sama yang pertama," cibir suster Dini.
Kei yang kesal melempar bantal kepada suster Dini yang telah selesai berpura-pura mengambil ponselnya padahal sedari tadi ponselnya ada di kantung bajunya.
"Aku mau menikah dan bertahan dengan Salma itu hanya untuk berkembangnya Bisnisku, bukan yang lain. kalau untuk urusan wanita, mereka itu sama saja, merepotkan. Apa lagi yang model kayak kamu ini Sus," balas Kei dengan mengejek.
"Diam, jangan berisik nanti Mbak Neta tahu loh. Hayoh, gimana?" ujar suster Dini menakut-nakuti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments