Masih berada di atas peraduan. Kei seolah begitu enggan melepaskan tubuh seorang wanita yang pada awal mula hanya ingin dia manfaatkan. Namun, Neta terus berusaha untuk melepaskan dirinya.
"Lepas dulu, aku mau ke kamar mandi," kata Neta dengan wajah lesunya.
"Hati-hati ya," ucap Kei mengiringi langkah Neta.
Tidak ada jawaban dan Neta berjalan begitu saja meninggalkan Kei. Dalam hatinya ada rasa marah. Tetapi satu sisi hatinya merasa tidak berdaya karena keadaannya yang tengah hamil.
"Aku harus bagaimana ini Tuhan? Aku ingin menceraikannya, tetapi aku masih dalam keadaan hamil. bagaimana nasib anakku nanti?" gumam Neta sembari menangis di sela ritual mandinya.
Sementara itu, Kei yang merasa aneh lantaran Neta berada cukup lama di dalam kamar mandi lalu menyusulnya. Perlahan ia mulai mengetuk pintu kamar mandi. Setelah beberapa saat, Neta baru membukanya dan dia baru saja selesai mandi.
Berbalut handuk putih sampai sebatas paha, membuat Kei seketika menelan saliva. Dia tergoda. Matanya terus saja mengikuti ke mana pun kaki Neta melangkah.
"Mandilah sana, aku akan buat makan siang. Kamu mau makan apa Mas?" tanya Neta.
"Setelah ini semua, dia masih mau bicara denganku?" batin Kei dengan perasaannya yang semakin bercampur aduk.
Bukannya menjawab, Kei malah memeluk erat tubuh Neta. Ia memeluknya dan sesekali mengusap lembut perut Neta yang masih rata. Terasa begitu hangat kebersamaan itu meskipun tanpa sepatah kata.
"Kamu bosan enggak, ada di rumah terus? gimana kalau kita keluar, kita makan di luar," ajak Kei yang melihat wajah lesu Neta dan entah mengapa dia menjadi tidak tega saja.
Neta tersenyum pias menatap pantulan dirinya. ia lalu berbalik dan mengusap pipi Kei lalu bicara, "Apa kamu lupa, aku ini hanya pelakor? aku enggak mau ambil resiko dengan jalan berdua bersamamu."
Deg!
Terasa seperti berhenti dan terpukul oleh sesuatu jantung Kei kala itu. Perkataan Neta sukses membuatnya tak bisa bicara. Lidahnya tak bisa mengolah kata.
"Sudah, aku mau ganti pakaian," putus Neta yang kemudian melepaskan tangan Kei yang melingkar di atas perutnya.
Neta memakai pakaiannya, setelahnya tanpa merias diri dan masih dengan wajah pucatnya dia berlalu pergi. Kei masih saja menatapnya. Mengikuti ke mana pun istri mudanya itu melangkah.
"Sikapnya begitu tenang dan terkesan lemah. Tetapi karena hal itu pulalah aku tidak berdaya dibuatnya. Aku merasa aku harus melindunginya dan aku merasa dia sangat membutuhkanku. Perasaan macam apa ini?" perasaan Kei berkecamuk.
Neta yang pamit untuk membuat makanan, ia rupanya menyempatkan diri untuk menghubungi bibinya Risma. Ia ingin berkeluh kesah. Ia ingin menceritakan tentang suaminya.
"Halo, Bi," sapa Neta.
"Iya ada apa Ta?" balas bibinya.
Neta membicarakan semuanya, tetapi jawaban dari ibu dan bibinya justru membuat Neta kembali menangis. ia tidak menyangka hal ini akan terjadi. Sama sekali tidak.
"Wajar kalau suamimu seperti itu, dia itu kaya Ta. Kamu tidak dirugikan di sini, sebaliknya malah kamu yang diuntungkan. Kei sangat ingin anak, dan kamu yang bisa memberikan anak kepadanya. Kalau anak itu sampai lahir, kamu bisa terus memanfaatkannya, meminta hakmu. Ibu yakin, Kei akan memilihmu dari pada istri ke duanya itu."
Ibu Rahayu berbicara seolah apa yang Neta alami itu bukanlah hal yang memalukan. seolah merebut suami orang adalah hal yang begitu wajar. Asalkan ada uang, semua bisa dibilang halal.
"Ibu tapi dia suami orang Bu. Aku tidak bisa menyakiti perasaan istrinya. Kami sama-sama wanita ibu. Kalau dia menginginkan anak ini, maka aku akan memberikannya dan aku akan segera meminta cerai setelah itu, aku tidak bisa menjadi racun di dalam hubungan orang lain," adu Neta dengan menangis tergugu.
"Apa bisa kamu bersikap seperti itu? Apa kamu tega anak kandungmu diasuh oleh orang lain sedangkan kamu masih hidup? bagaimana jika ibu tirinya menyiksanya? Bagaimana Neta?"
"Dari cara bicara ibu. Ibu ini terdengar sama sekali tidak mendukungku. Ibu malah berada di pihak Kei. Apa masih ada sesuatu yang tidak kuketahui?" tanya Neta tanpa tedeng aling-aling.
"Ta, kok kamu bisa-bisanya bicara begitu?" bentak ibu Rahayu yang memekakkan telinga Neta.
"Sedari tadi aku bicara dan mengadukan tentang suamiku yang menipuku tentang statusnya, ibu sama sekali tidak terdengar marah. Apa ibu ...."
Belum selesai Neta bicara, ibunya sudah menyambarnya. "Neta! Bicara apa kamu ini? Ibu juga sedih, ibu juga bingung. Keadaanmu juga sedang hamil. Kamu tahu tuntutan hidup sekarang juga besar! Ditambah lagi banyaknya kasus penganiyaan terhadap anak tiri. ibu enggak mau cucu ibu merasakan disiksa oleh ibu tirinya!"
"Ibu ...." gumam Neta pada akhirnya.
Sementara itu rupanya Kei menyimak itu semua. Dia hanya berdiri dan diam mengamati apa yang terjadi. Neta merosot lemas di hadapannya tanpa menyadari keberadaannya.
Terasa begitu sedih dan sesak kala tiada dukungan yang ia dapatkan. Neta seolah dipaksa untuk tetap tegar menghadapi gempuran mental. Perlahan-lahan semuanya terkikis oleh luka hati.
Melihat Neta yang menangis tergugu, Kei bukannya kembali menenangkan. Dia malah seketika pergi tanpa pamit. Dia meninggalkan Neta seorang diri.
"Maaf, aku harus pergi. Ada hal yang jauh lebih penting dari pada tangisanmu itu Neta. Aku harus mengurusi bisnisku," kata Kei saat dia meninggalkan unit apartemen mewah itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Aspawati Aspawati1407
kejam kali tu suami....
2023-02-13
3