Di bawah payung hitam, Kei berdiri. Dia terdiam tanpa sepatah kata pun. Matanya basah dan berair. Dia menangis di depan batu nisan ayah dan ibunya.
Ratapan hati seorang anak laki-laki yang sama sekali tidak pernah memiliki kesempatan untuk melihat kehadiran kedua orang tuanya. Takdir yang ia miliki memanglah kejam. Seolah, Tuhan mengambil nyawa kedua orang tuanya lalu memberikannya setumpuk kekayaan.
Bersama sang nenek ia lewati segala macam jatuh bangun kehidupan. Termasuk di saat tersulitnya saat usaha mereka nyaris tumbang. Demi menyelamatkan itu semua Kei menerima perjodohan dengan Salma.
Awal pernikahannya, semua terlihat baik-baik saja dan akan bahagia pada akhirnya. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu ... perlahan semua keburukan itu tersibak. Salma terbukti mandul dan dia juga memiliki masalah dengan emosinya. ia tempramental.
Saat ini, Kei seperti sedang dihadapkan dengan sebongkah batu besar yang tengah menutupi jalannya. Dia harus bisa memecahkan, atau membuangnya demi bisa kembali menjalani kehidupan. Namun, tidak semudah itu, saat ini ada Neta dan calon bayi mereka yang menggelayuti hatinya.
Perlahan, Neta si gadis lugu yang mengira ibunya adalah sebaik-baik manusia itu bisa mengubah tujuannya. Kei yang semua hanya ingin mengambil bayinya lalu membuang si ibu demi kekayaannya. Saat ini dia justru sering bermimpi melihat keharmonisan keluarga kecil yang sebenarnya sangat ia idamkan.
Kei berada di dalam kebimbangan.
"Ayah, ibu, Kei harus bagaimana? Kei pikir tadinya Kei adalah lelaki kuat yang tidak akan berbelok tujuannya. Tetapi saat bertemu Neta, hati Kei melunak ayah, ibu," adu Kei kepada mereka yang telah tiada di dalam dunia ini.
"Tuan, kalau saran saya sebaiknya Anda memilih salah satu diantara mereka saat ini. Hati Tuan sedang bimbang dan nyonya Salma, bukanlah seseorang yang sabar. Saya hanya takut beliau akan nekat melukai nyonya Neta dan calon bayi kalian," saran Jono si orang kepercayaan Kei.
Kei terdiam, dia sedang memikirkan semua permasalahan yang saling terhubung ini. Dia pun sama sekali tidak tahu harus berbuat apa. Satu hal yang dia sadari saat ini, bahwa sebenarnya baru kali inilah dia merasakan getaran cinta.
Sebelumnya saat bersama dengan Salama, semua itu hanyalah kebutuhan bisnis saja. Kei, hanya terobsesi dengan kekayaan dan Salma memilikinya. Sementara Salma, dia terobsesi dengan sosok Kei yang ia anggap mirip dengan mantan kekasihnya yang sudah meninggal dunia. Itulah mengapa di awal pernikahan mereka baik-baik saja.
"Aku juga memikirkan tentang itu Jono, tetapi yang paling aku takutkan saat ini adalah kehilangan," aku Kei.
"Aku takut kehilangan hak penuh atas perusahaan baruku itu. Di sisi lain, aku juga sangat takut kehilangan anak dan istriku," imbuhnya dengan perasaan bersalah di dalam dirinya lantaran telah menyeret gadis baik seperti Neta.
"Lepaskan saja nona Salma nanti setelah anak kalian lahir. Toh walaupun nantinya Anda akan kehilangan satu perusahaan yang masuk ke dalam daftar gono-gini, tapi nenek Fuji akan mewariskan semua miliknya kepada Anda."
Kei terdiam. "Ia kamu benar. Kamu benar sekali. Sangat benar. Tapi aku sendiri saja tidak paham dengan perasaanku. Aku takut kehilangan mereka semua."
...***** ...
Sementara itu di sebuah butik, seseorang tertidur pulas setelah meminum vitaminnya. Neta memeriksakan sendiri kandungnya dia sama sekali tidak mengajak atau pun memberi tahu pada Kei, suaminya. Sebab, seperti biasanya juga Kei menghilang dan susah untuk dihubungi.
Tidak terasa sudah 3 hari semenjak hari itu. Entah untuk urusan berbisnis atau apa, Neta juga tidak tahu. Dia hanya tahu suaminya kembali ke rumah istri pertama. Meskipun di kepalanya selalu ingin menggencarkan protes, tetapi di dalam hatinya dia merasakan malu yang amat sangat sehingga dia memadamkan itu semua dan berpasrah diri kepada Tuhan.
"Kalau pun, istrinya marah dan kemudian membayar orang lain untuk membunuhku, aku ikhlas. Aku rela, sebab memang dilihat dari kaca mata mana pun akulah yang salah. Ternyata aku pelakornya."
Neta menggumam seorang diri setelah di dalam mimpi pun dia bertemu dengan Salma dengan perasaan malunya. Sungguh apa yang tengah ia lakoni saat ini bukanlah hal yang sejajar dengan kepribadiannya. Merebut suami orang adalah sesuatu yang sangat bertolak belakang dari prinsipnya selama hidup.
Bersamaan dengan itu, ponselnya berdering. Tanda panggilan masuk dari seseorang yang sudah menghamilinya. Kei menghubunginya.
Layar ponsel itu terus berkedip dan nada dering pun terdengar begitu merdu. Akan tetapi, Neta mengabaikan itu. Dia belajar untuk menjadi tuli saat ini.
Neta sedang tidak ingin bicara sama sekali atau bahkan melihat wajah Kei. Dia membenci sosok laki-laki penipu itu. Terlebih ketika dia mengingat hari di mana ia disuguhkan dengan sejumlah fakta getir akan siapa dan apa status Kei sebenarnya.
"Buat apa menghubungiku lagi? Duniaku jauh lebih indah saat kamu tidak ada," kata Neta seorang diri.
Setelah panggilan dari Kei selesai, ponselnya kembali berdering, dan kali itu adalah sebuah panggilan dari kurir pengantar makanan. Rasa mual itu mulai hadir. Dari pagi ini entah sudah berapa kali dia muntah.
Neta sampai kehabisan tenaga dan hanya bisa tergeletak di atas sofa. Beberapa pesanan pakaian pun ia percayakan kepada Wilda. Tubuhnya merasa lemas dan tidak bisa diajak untuk bekerja sama.
"Iya halo!" sapanya dengan nada yang lumayan tinggi.
"Bu ini makanan ibu, saya taruh mana?" tanya si kurir.
"Cantelin di pintu masuk saja Mas, nanti saya ambil. Uangnya sudah saya transfer ya? Terima kasih," kata Neta.
"Ih iya Bu, terima kasih juga atas tipsnya," kata si kurir sebab Neta melebihkan pembayarannya.
Panggilan pun berakhir dan Neta terpaksa harus keluar dari butiknya demi mengambil makanan tersebut. Dia sama sekali tidak mengamati keadaan sekitarnya. Hingga sebuah tangan tiba-tiba terjepit saat dia menutup pintu.
Kei entah dari mana datangnya langsung saja menggunakan tangannya untuk mengganjal pintu butik agar Neta tidak menutupnya rapat. Dia rupanya sedari tadi mengintai di sekitar butik istri mudanya. Kei merindukan Neta.
"Aduh!" pekik Kei seketika.
"Kei? Ngapain ada di sini? Ngapain huh? Pulang sana, jangan ke sini," usir Neta pada awalnya. Dia tidak enak hati dengan Salma.
"Kamu usir aku Ta? Aku suamimu," jawab Kei dengan santainya.
Mendengar Kei yang mengatakan bahwa dia adalah suaminya membuat hati Neta bergetar. Ia kembali ingat akan serentetan pesan sang ayah untuknya sebelum beliau berpulang. Ayah Neta selalu berpesan supaya kelak bila Neta berumah tangga putrinya itu akan bisa memperlakukan suaminya dengan baik.
"Ya sudah, masuk," ucap Neta kemudian meski hanya dengan setengah hati. Ia bahkan tidak mau melihat wajah suaminya itu, ia berbicara ke arah yang lain.
Keduanya lalu masuk dan tidak saling bicara. Kei hanya mengekor di belakang Neta yang terlihat pucat dan lemas. Sama sekali tidak bertenaga.
"Kamu sakit Ta?" tanya Kei yang memang tidak tahu apa-apa tentang kesehatan istrinya.
Neta tidak menjawabnya. Dia hanya menggeleng dan terus berjalan sampai pada akhirnya kembali berbaring di sofa yang ada di ruangan kerjanya. Wajahnya terlihat pucat dan tidak bersemangat.
"Jawab dong, hei ... kamu sakit? kita ke rumah sakit ya?" bujuk Kei pada Neta tanpa menyentuh tubuhnya.
"Aku sama sekali tidak menyangka, setelah terakhir kali dia pergi begitu saja tanpa sepatah kata, kini dia kembali menemuiku dan seolah-olah tidak terjadi apa-apa," batin Neta dengan perasaan kesalnya yang teramat sangat.
"Enggak usah," Neta menggeleng pelan tanpa mau menatap wajah suaminya.
Kei yang pada akhirnya merasa gemas pun kemudian duduklah di lantai dan menghadap tepat ke dekat wajah Neta. wajah mereka saling berhadapan dan keit terus saja menatap keduaneeta sedangkan Neta terus saja membuang pandangan. wanita itu seolah sama sekali tidak mau melihat keberadaan Kei di sana.
"Apa kamu sakit hum?" tanya Kei yang kali ini dengan usapan lembut di kening Neta.
Kei merasakan saat ini tubuh kita sama sekali tidak panas tetapi justru ada keringat dingin di keningnya. Neta pun hanya terdiam menerima setiap ucapan yang suaminya berikan. Bukan dia menikmati namun dia sekedar menghormati.
"Aku nggak sakit kok nggak apa-apa," jawab Neta seadanya.
"Tapi kamu berkeringat dingin Neta kalau memang sakit ayo kita ke rumah sakit sekarang juga. Kamu sedang hamil dan aku tidak ingin terjadi apa-apa dengan kalian," kata Kei yang seolah-olah dia adalah sosok calon ayah dan suami yang baik.
Neta hanya tersenyum kecut saat mendengar Kei berbicara demikian. perkataan yang kayak ucapkan terdengar begitu lucu dan menggelitik di telinganya. saat ini lelaki yang sudah menipunya berlagak dia adalah lelaki yang paling baik di dunia dan hal itulah yang membuat Neta ingin menertawainya.
"Kami baik-baik saja jangan pikirkan keadaan kami," tolak Neta pada akhirnya.
Mendapat penolakan dari Neta, Kei kemudian mengalihkan perhatiannya dia melihat bungkusan yang ada di meja dan membukanya. "Kamu mau makan? aku suapi ya."
"Aku bisa sendiri," tolak Neta lagi.
Kei hanya bisa terdiam saat dia menerima penolakan demi penolakan dari istri keduanya ini. Tidak dapat dipungkiri saat ini dia juga merasa begitu bersalah dengan keadaan yang menimpa Neta. masih mengganjal memang ketika Neta mengingat kembali tentang penipuan status itu.
"Kamu emang berhak marah sama aku tapi mau sampai kapanpun aku nggak akan ceraiin kamu. jangan kamu pikir dengan sikapmu yang seperti ini bisa mengusirku pergi dari sini. Aku pastikan itu tidak akan pernah terjadi," ucap Kei yang membuat Neta menitipkan air mata.
"Kenapa kamu ini begitu egois Kei?" tanya Nita dengan rasa sedih yang melingkupi hatinya.
"Ini bukanlah egois. tetapi aku hanya berusaha mempertahankan apa yang aku miliki. Kamu dan anak kita adalah milikku sekarang jadi jangan pernah bermimpi untuk bisa lari atau pergi dariku. sekalipun aku mati aku tetap akan mengikuti kalian. Camkan itu baik-baik!"
Kei seolah tengah memberikan peringatan keras kepada Neta untuk tidak terus-terusan menolaknya seperti ini. karena key telah mengambil sebuah keputusan besar. Dia memutuskan untuk mempertahankan hubungannya dengan Neta apapun yang terjadi.
"Kenapa kamu jadi sosok yang egois kayak gini? Kamu nggak mikirin perasaan aku," kata Neta yang bercampur dengan Isak tangisnya.
Di saat Neta sedang menangis di saat itu juga Kei langsung memeluknya. Kei merasakan kesedihan yang sama seperti yang Neta rasakan. Hanya saja sikap dingin lelaki itu sama sekali belum bisa Neta kenali lebih dalam.
"Bukan aku egois Sayang, tetapi aku hanya mempertahankan apa yang aku miliki Dan apa yang aku sayangi," jawab ke yang seketika mengantarkan hati Nita seolah bisa menyentuh tepat di satu titik di mana net tak bisa luluh seketika.
"Apa maksudnya dia bicara seperti ini? Apa ini artinya dia memang benar-benar mencintai kami? Ataukah ini semua hanya kebohongan baru yang ia buat untuk menutupi kebohongan lama?" batin hati Neta bertanya-tanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments