Seorang wanita duduk terdiam termangu menatap makanannya. Dia tidak terlihat tertarik namun tangannya terus saja bergerak memainkan sendok seolah tengah menari di piringnya. Wajahnya terlihat pucat dan tidak sesegar biasanya.
Neta pagi ini dia mengalami pusing yang amat sangat hebat. Beberapa kali dia merasakan gemetar dan keringat dingin yang keluar dari tubuhnya. Dia juga kehilangan mood untuk melakukan segala aktivitasnya.
Namun apalah daya hari ini adalah hari di mana pemotretan keluarga nenek Fuji akan dilangsungkan. Mereka sudah melakukan pekerjaan ini selama satu bulan lalu. Semua persiapan sudah mereka lakukan.
Reza, yang memang dari satu bulan lalu sudah bekerja dengan Neta terus saja mengawasinya. Dia menjadi tidak tega terhadap wanita baik yang ia akui bisa mencuri hatinya. Neta dengan segala kelembutannya berhasil membuat Reza berubah pikiran.
"Halo, bagaimana pengintaianmu hari ini?" tanya Salma kepada Reza melalui sambungan telepon.
"Aku sepertinya salah target. Wanita itu ternyata bukan siapa-siapa suami Anda. Dan dia ke apartemen wanita itu hanya untuk mengambil pakaian nenek Fuji saja, aku sudah memastikannya selama bekerja di sini," jawab Reza dengan kebohongannya.
"Apa kamu sudah memastikannya Reza?" tanya Salma yang seolah tidak percaya begitu saja.
"Iya, satu bulan ini saja suami Anda sama sekali tidak menemui wanita itu. Dia sibuk bekerja, Anda juga pasti tahu itu. Wanita ini juga sama sekali tidak pernah membicarakan soal suami Anda. Ini artinya memang mereka tidak ada hubungan," terang Reza menjelaskan.
"Oh, Syukurlah. Kalau terbukti dia selingkuh dibelakangku maka aku akan menghabisi siapapun wanitanya dengan tanganku sendiri," kata Salma yang terdengar mengerikan di telinga Reza.
Satu bulan bersama Neta, bekerja bersama dan mengenal Neta lebih jauh membuatnya mempunyai rasa iba. Reza yang sebenarnya sudah mengetahui bila ibu Rahayu menjual anaknya kepada Kei pun justru berbelok ingin melindungi Neta. Paling tidak, nantinya dia yang akan membawa lari Neta bila sampai perpecahan itu benar-benar terjadi.
"Za, apa sudah siap?" tanya Neta pada Reza yang baru saja menutup panggilannya.
"Sudah, baru saja selesai," jawab Reza dengan santainya bersamaan dengan senyuman manis yang ia berikan.
"Sudah makan? Kita makan dulu kalau kamu belum makan. Kita tidak tahu apakah pemotretan ini akan berlangsung lama atau tidak." Neta mulai mengemas pakaian yang akan ia bawa.
Reza mulai membantunya. "Mereka itu orang kaya, bukannya biasanya akan banyak makanan?"
Neta tersenyum pias. "Jangan dinilai dari kayanya. Nilai dari kebaikan hatinya. Tidak semua orang kaya itu baik. Aku pernah diperlakukan tidak baik dengan orang kaya," akunya.
"Apa? Di saat apa?" tanya Reza yang seolah tertarik akan cerita Neta.
"Di saat aku menolong anak orang kaya yang hampir terlindas mobil. Aku menariknya, tapi tarikanku sepertinya terlalu kuat dan tangannya terkilir. Aku dimarahi habis-habisan dan ibuku disuruh bayar denda biaya pengobatan. Nasib baik tidak selalu berpihak kepada orang baik Za, sana makanlah. Kita masih punya waktu," kata Neta.
Reza mengamati wajah pucat Neta. Wanita itu pandangannya pun terlihat sayu dan sama sekali tidak bersemangat. Keringat terlihat menyembul dari keningnya.
"Kamu sakit?" tanya Reza.
Neta menggeleng. "Enggak, kayaknya cuma karena keseringan begadang untuk menyelesaikan ini. Menantu nenek Fuji banyak meminta perbaikan. Ah, beberapa hari ini aku tidak bisa tidur nyenyak."
"Oh, sudah makan? Kalau belum makan bersamaku yuk?" ajak Reza yang sebenarnya dia sedang mengkhawatirkan keadaan atasannya ini.
"Enggak, kamu aja. Aku udah tadi," tolak Neta secara halus.
Neta dan Reza menuju ke kediaman utama nenek Fuji. Rumah besar yang akan ia wariskan untuk Kei dan juga anaknya nantinya. Rumah besar dan seluruh aset nenek Fuji akan jatuh ke tangan Kei bila ia sudah mempunyai pewaris. Nenek Fuji sengaja memang ingin mempertemukan antara Neta, Kei dan Salma hari itu.
Sebelum pertemuan mengerikan itu terjadi, Kei sama sekali tidak mengetahui bila juru fotonya adalah Reza dan penata busananya adalah istrinya. Kei hanya tahu hari itu akan ada pemotretan. Andaikan dia tahu, tentu saja dia tidak akan datang pada hari itu.
Satu bulan ini Kei sudah mati-matian menahan hasratnya untuk tidak menemui Neta. Dia juga sebisa mungkin bersikap manis kepada Salma, wanita yang ia butuhkan dukungan finansialnya. Apakah Kei egois? Iya dia egois.
"Nyonya, fotografer yang nyonya pesan dan penata busananya susah datang. Mereka ada di kebun bunga belakang," ujar seorang pelayan dengan sopannya.
"Baik, ayo kita semua foto dulu dengan pakaian ini, nanti kita ganti dengan baju yang lain. Salma ayo," ajak nenek Fuji kepada Salma yang sudah berdandan dengan teramat sangat cantik.
"Ayo Sayangku," ajak Salma dengan manisnya kepada Kei yang sedang merapikan dasinya.
"Ayo!" Kei mengulurkan tangannya untuk Salma dan mereka berdua berjalan bersama dengan begitu mesra menuju ke taman bunga di belakang rumah tersebut.
Sementara itu, Neta tengah menggantung pakaian yang telah ia desain di tempat yang telah disediakan. Pada awalnya dia tersenyum senang melihat betapa megah dan mewah rumah itu. Tetapi, saat seorang laki-laki yang ia kenal berjalan sambil menggandeng mesra istrinya di situ semua senyumnya menguap, hilang entah ke mana.
"Ta, kamu kenapa?" tanya Reza saat melihat Neta mematung.
"Ehem! Tidak, aku tidak apa-apa," jawab Neta.
"Mbak, itu bukannya ...." Dara mulai ingin bersuara, dia juga mengenali sosok yang berdiri di sana dengan wanita cantik di sampingnya dan terlihat begitu mesra.
Tatapan mata Neta beradu dengan Kei yang juga terlihat terkejut melihatnya. Kei juga terlihat kelabakan saat bertemu dengan Neta di sana. Dia takut kalau Neta akan membuka semua cerita.
"Kalau dia ini bukan wanita baik-baik pasti dia akan membuat keributan di sini dan berteriak bahwa aku adalah suaminya juga. Tetapi, jika dia wanita yang bijaksana, dia pasti bisa menahan diri. Nenek, kenapa kamu melakukan ini?" batin Kei bertanya-tanya.
"Neta, apa ini fotografernya?" tanya nenek Fuji dengan ramahnya.
"Ah, iya Nek. Dia, hasil fotonya bagus dan tidak pernah gagal," puji Neta sekaligus memperkenalkan siapa Reza.
"Oh ya? Nenek senang kamu membantu nenek sejauh ini demi kelancaran acara ini. Oh ya, kenalkan, ini cucu nenek dan istrinya. Keiji dan Salma," nenek Fuji memperkenalkan.
Deg!
Terasa berhenti berputar dunia Neta. Lelaki yang ia rindukan satu bulan ini, yang tidak pernah mau mengangkat panggilannya dan hanya membalas pesannya sesekali itu rupanya tengah bersama keluarganya. Neneknya dan juga istrinya.
Meski dengan susah payah Neta masih berusaha untuk bersikap sopan. Dia bersikap profesional. Neta memperkenalkan dirinya dengan baik.
"Saya Aneta, saya perancang baju yang kalian gunakan untuk pemotretan kali ini. Saya harap kalian senang dengan baju rancangan saya ini," ucap Neta dengan tersenyum ramah dan tanpa menunjukkan kegugupannya.
"Salma," balas Salma yang juga sambil mengulurkan tangannya dan berjabat tangan dengan Neta. "Tanganmu dingin, apa kamu gugup?"
Deg!
Terombang-ambing sudah perasaan Neta saat ini. Jantungnya serasa berhenti dan terasa sesak saat Salma berkata demikian. Terlebih saat dia melihat Salma yang begitu manja bergelayut di lengan Kei.
"Aku gugup, sebab ini kali pertamaku menerima klien besar seperti keluarga nenek. Aku sangat gugup," jawab Neta sambil tersenyum.
Kei seketika juga mengulurkan tangannya. Ada perasaan kesal seperti sedang dipermainkan oleh Neta. Bukannya seharusnya wanita itu cemburu? Tapi ini malah tersenyum? Ini sungguh diluar dugaan Kei.
"Kei," kata Kei dengan mengulurkan tangannya.
"Neta," jawab Neta.
"Loh, bukannya kalian sudah pernah bertemu saat mengambil busana nenek beberapa waktu lalu?" tanya Salma.
"Mungkin sudah, tapi aku lupa. Aku tidak begitu ingat soalnya penjahit langganan nenek itu banyak sekali," jawab Kei yang seketika menutupi kecurigaan Salma.
"Desainer Kei," ralat nenek Fuji.
"Oh, iya itu maksudku. Bukannya sama saja?" gumam Kei sambil tersenyum canggung.
"Begitu ya? Sudah lupa rupanya, pantas saja tidak tahu siapa aku. Melihat dari kedekatannya sepertinya mereka sudah berhubungan lama. Lalu aku ini siapa di mata mereka? Kei tidak mengenaliku lagi. Nenek seperti tidak mengetahui sama sekali tentang pernikahan ku dan Kei. Apa lagi Salma ini, dia seperti tidak mencurigaiku. Apa saat ini aku pelakornya?" batin hati Neta menangis sedu.
Neta bertahan meski dengan hatinya yang tercabik-cabik. Terlebih saat melihat Kei dan Salma berpose berciuman bibir. Hancur sudah perasaannya kali ini.
Neta mampu bertahan sampai semua pekerjaannya selesai. Hingga ketika Reza dan Dara sedang membereskan alat-alat mereka, tiba-tiba saja Neta mengeluh pusing. Ia berpegangan pada pundak Reza.
"Za, apa kamu punya obat pusing?" tanya Neta sambil memijit keningnya.
"Obat pusing?" ulang Reza dan Neta sudah ambruk.
Kebetulan sekali Reza langsung sigap menangkapnya. Pada saat itu Kei melihat Reza membopong tubuh Neta keluar dari taman belakang. Nenek Fuji ikut panik saat melihat gadis yang sudah membantunya itu jatuh pingsan.
"Ada apa ini?" tanya nenek Fuji seketika.
"Tadi kayaknya dia belum makan Nek makanya pingsan," jawab Reza.
"Sini tidurkan di sini saja dan panggil dokter rumah kita," kata nenek kepada suster Dini.
Suster Dini pun segera memanggil dokter rumah yang memang bersiaga di rumah tersebut selama beberapa Minggu ini karena keadaan nenek yang naik turun. Dokter itu memeriksanya dan ia sempat memijit sedikit di bagian perutnya. Dia terdiam lalu mulai bicara.
"Bagaimana Dok?" tanya Dara yang juga ikut panik.
"Keadaannya lemah, sepertinya dia membutuhkan bedrest. Hal ini biasa dialami oleh wanita yang hamil muda," jawab si dokter yang membuat semua orang yang ada di sana tercengang.
"Di, dia hamil?" batin Kei campur aduk antara senang dan takut juga cemas jadi satu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments