Neta yang kian lemah
Di sebuah ruangan, pemuda tampan duduk sendirian bertemankan semburat senja. Reza tersenyum tipis menatap foto-foto wanita yang ia kagumi. Iya, benar sekali foto Neta. Aneta Azri.
Berkali-kali ia mengusap foto cantik itu. Ia tersenyum manis seolah wanita yang ada di dalam gambar itu adalah kekasihnya. Dia pun memiliki banyak foto Neta yang ia simpan di laptopnya.
"Neta, sayangnya aku terlambat menemukan kamu. Andai saja aku lebih cepat menjumpaimu mungkin saja saat ini kita sudah bersama. Tidak seperti ini, kamu menjadi perebut suami orang tanpa kamu sadari. Ah, entahlah ...."
Reza mengusap wajahnya kasar, ia lalu berbalik dan mengambil tasnya. Ia bergegas menuju ke butik dengan harapan akan bertemu Neta di sana. Dia tidak tahu jikalau Neta saat ini sudah kembali ke rumahnya.
Sengaja dia mampir ke sebuah toko kue untuk membelikan sebuah red Velvet untuk wanita idamannya itu. Terlihat begitu lezat dengan harga yang fantastis soal rasa sudah tentu terjamin mutunya. Ada perasaan bangga di hati Reza dari mulai ia membeli sampai ia berjalan menuju ke butik Neta.
Reza masuk begitu saja saat Dara, Wilda dan Rani membersihkan butik. Dara yang memang mengetahui satu rahasia dalam kisah hidup Neta pun seketika menarik tangan Reza. Ia membawa Reza ke gudang.
"Za ikut gue," ajak Dara.
"Ada apa?" tanya Reza yang kebingungan akan tetapi hanya bisa mengekor di belakang Dara.
"Eh, Mbak Neta pasti cerita banyak sama elu ya soal suaminya?" cetus Dara penuh selidik.
Reza menatap heran Dara dan kali ini dia kembali berpura-pura dan memasang wajah datarnya seolah tidak ada satu hal pun yang ia ketahui soal Neta dan Kei. Iya, itu bukanlah hal sulit bagi Reza. Itu adalah bakatnya.
"Soal suaminya? Emang suaminya yang mana sih? Gue enggak pernah tahu," jawab Reza dengan ekspresi wajahnya yang datar.
"Ah, anak ini jelas menyembunyikan sesuatu. Kemarin hanya dia yang bisa bicara dengan Mbak Neta. Enggak mungkin kalau sampai Mbak Neta enggak cerita apapun. Wah, ada apa ini antara Reza sama Mbak Neta?" pikir Dara dengan rasa penasarannya.
"Eh, suaminya. Elu enggak tahu suaminya itu ya laki-laki kemarin. Cucu dari nenek Fuji. Elu ingat kan, yang lu foto kemarin," terang Dara dengan penuh penekanan. Ia bicara dengan tangannya yang bergerak-gerak.
Reza terdiam seperti sedang mencerna apa yang Dara katakan dan hal itu terlihat begitu natural. "Bukannya wanita yang kita foto itu istrinya? Neta juga istrinya? Maksudlu itu Neta pelakornya?" pekiknya.
"Aish! Jaga bicaralu, jangan ember kenapa? Ini rahasia kita oke? Gue ingetin ama elu, mendingan lu mundur dari perasaanlu itu. Mbak Neta udah ada lakinya, ya walaupun dia bini ke dua tapi gue lihat dia setia. Eh, apa kemarin mereka bertengkar ya? Hawanya kayak kesel gitu Mbak Neta, kayak syok," ujar Dara.
"Elu ajak gue ke sini cuma buat gosip? Ih, gue kira ada apa, gue ga tertarik sama gosip elu Dara. Dah ah, gue mau temuin Neta dulu." Reza berbalik dan hendak menemui Neta.
Dara langsung memegang pergelangan tangannya. "Eh, lu ini gimana? Dia udah balik ke rumahnya dari siang tadi. Pusing katanya. Wajar sih namanya hamil muda ya pasti lagi ngidam."
"Oh, gitu?" Reza hanya menimpali sekedarnya. Dia masih menjaga ekspresi wajahnya.
Dara melihat kotak kue yang Reza bawa. Ia melirik lalu tersenyum menggoda. Dara seolah tahu pasti ke mana kue itu akan pergi.
"Lu bawain kue itu buat Mbak Neta ya? Cie, si paling perhatian sama bini orang," ledek Dara.
"Ish! Mulut lu, ini kue buat adek keponakan gue. Gue mau minta izin sama Neta besok enggak masuk. Enak aja, nuduh gue yang enggak-enggak," elak Reza.
"Em ...." Dara tersentum menggoda sambil menaikkan alisnya. "Masa sih?"
Reza berpaling begitu saja dan pergi meninggalkan Dara. Dia tidak mau ambil pusing untuk ini. Setidaknya pergi jauh lebih baik dari pada terus di goda.
******
Sementara itu di apartemen, Neta sama sekali tidak bergeser dari ruang kerjanya. Bahkan sampai sore dia terus menggambar desain baru. Walaupun saat itu kepalanya tengah berdenyut tidak karuan.
"Neta, mau sampai kapan kamu terus menghindar dari aku?" tanya Kei dengan berdiri dan bersandar di ambang pintu.
Neta lagi-lagi hanya diam. Dia terus saja menggambar tanpa memedulikan Kei. Tatapan matanya terlihat kuyu.
"Ta, mau sampai kapan?" Kei mendekat dan memeluk Neta dari belakang.
"Sampai aku melahirkan mungkin. Lalu kita bercerai setelahnya. Aku muak dengan keadaan ini," ucap Neta tiba-tiba.
"Tidak ada bercerai, kita akan bersama-sama membesarkan anak-anak kita," kata Kei dengan lembutnya di telinga Neta.
Neta kembali menangis. Namun tangisan kali ini berbeda. Karena hanya sebentar dan setelahnya Neta sama sekali tidak bersuara. Matanya terpejam dengan tiba-tiba.
Kei yang menyadari itu menjadi panik seketika. Dia membalikkan posisi Neta dan berusaha untuk menyadarkannya. Percuma, berkali-kali ditepuk pipinya, Neta tetap saja memejamkan matanya.
"Ta, bangun Ta. Kamu kenapa?" Kei panik.
Dalam kepanikan itu Kei segera membopong Neta dan membawanya menuju ke rumah sakit. Selama di perjalanan, Kei terus saja menyentuh pipi Neta yang semakin pucat dan dingin. Di saat inilah hatinya tersadar bila dia telah menyakiti perasaan wanita baik ini dan mengubahnya menjadi pelakor.
"Apa dia begini karena merasa sangat tertekan? Karena aku yang sudah kelewatan, membohonginya? Tapi aku sudah terlanjur melakukan semua ini. Tidak mungkin aku akan mengulang kesalahan dengan menelantarkan mereka," batin Kei dengan bulir air mata yang jatuh tanpa disadarinya.
*****
"Ada apa Kei?" tanya Bu Rahayu kepada menantunya saat Kei menghubunginya.
"Bu, bisa datang ke sini? Aku dan Neta ada di rumah sakit," kata Kei.
Ibu Rahayu bukannya terkejut dengan keadaan putrinya. Ia justru terdengar begitu santai menjawabnya. Sama sekali tidak terdengar mengkhawatirkan.
"Waduh Kei, bagaimana ya. Aku dan Risma sedang berada di Batam," kata ibu Rahayu. "Kami ada urusan di sini," imbuhnya.
"Apa? Di Batam? Buat apa? Oh, setelah mendapatkan uang itu, ibu saat ini berfoya-foya, iya begitu?" tukas Kei yang meradang mendengar jawaban ibu mertuanya.
Tut! Panggilan itu terputus begitu saja. Di saat itulah dia tersadar akan siapa Neta. Wanita yang telah ia sakiti itu ternyata benar-benar gadis baik yang selalu dimanfaatkan sampai dijual oleh ibunya.
"Bapak Kei, silahkan masuk Pak. Kami beri saja selesai penanganan," kata seorang perawat yang ditugaskan untuk memanggilnya.
Kei masuk dengan segera, dia tersenyum saat melihat Neta yang sudah tersadar meskipun dia langsung membuang muka saat melihatnya. Kei langsung menangkup wajah Neta dan mencium pipinya sambil menangis kecil. Kei tampak seperti seorang suami yang baik saat ini.
"Aku senang kamu sudah bangun, anak kita baik-baik saja kan?" tanya Kei dengan berlinangan air mata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments