15.
Malam itu Salma dan Kei benar-benar menghabiskan malam harinya untuk berpesta. Keduanya menanggapi minuman keras dan juga menikmati dentuman musik. Hal seperti itu adalah hal yang sangat biasa bagi Kei dan Salma.
Meskipun mereka tahu bahwa hal yang mereka lakukan tersebut adalah sesuatu yang dilarang oleh agama yang mereka anut. Akan tetapi keduanya menganggap hal itu sebagai hal yang sangat remeh dan lumrah untuk dilakukan manusia. Terlebih lagi lingkungan dan dunia bisnis mereka yang seolah menghalalkan hal tersebut.
Puas dengan meminum minuman keras Kei dan Salma akhirnya tertidur di dalam kamar hotel mereka. Kegiatan suami istri pun mereka lakukan seperti biasanya. Hanya saja kali ini Kei salah menyebut nama.
Bukannya menyebut nama Salma Kei justru menyebut nama Neta. Karena hal itulah di siang bolong ini mereka berdua kembali bertengkar karena sama kembali teringat akan suaminya yang salah menyebut nama saat mereka bersenggama. Meskipun berkali-kali Kei mengelak berkali-kali juga Salma memantapkan opininya.
"Nama siapa yang kamu sebut tadi malam?" tanya Salma dengan nada yang mengintimidasi.
"Siapa? Tidak ada sama sekali? Seperti biasa kan aku menyebut namamu Salma," jawab Kei dengan santainya sembari menyesap sebatang rokok.
"Tidak! bohong kamu. Aku ingat banget semalam kamu nyebut nama Ta bukan Salma. Ta siapa? Siapa selingkuhanmu? Berani kamu main belakang?" todong Salma dengan kemarahannya.
Kei menyesap rokoknya lagi lalu menghembuskan asapnya di wajah Salma.
"Huh ... Sudah kubilang bukan siapa-siapa kamu aja yang salah dengar. Udahlah nggak usah diperpanjang lagi orang kita juga sama-sama mabuk," elak Kei dengan sangat santai dan tenang.
"Aku lapar ya, jangan buat masalah. Orang kamu yang salah dengar, aku juga yang dituduh. Aku muak sekali Salma setiap hari selalu aja ada masalah yang buat kita bertengkar. Tolonglah mulai sekarang jangan terlalu sering seperti itu."
"Muak katamu?" Pekik Salma dengan sorot matanya yang tajam. "Oke kalau kamu muak, kamu pergi saja dari hidupku. Sekalian kita urus perceraian. Aku juga udah muak sama kamu."
Kei menatap dingin Salma ia lalu mendekat seolah ingin menunjukkan bahwa posisinya lebih kuat daripada Salma saat ini.
"Beginilah sikapmu yang seperti ini yang membuatku tidak betah berada di rumah. Setiap kali aku lama ada di rumah selalu ada saja hal kecil yang kamu besar-besarkan. Seolah aku ini hanya alat untukmu," kata Kei yang mulai bermain playing victim.
"Menurutmu aku betah? Apalagi dengan sikap nenekmu itu yang setiap kali bertemu selalu dan selalu menanyakan soal anak." Salma membentak Kei.
"Kalau kita mau bertengkar bertengkar saja tidak usah bawa-bawa nenek. Wajar kalau dia bertanya seperti itu dia sudah tua dia mencemaskan soal keturunan kita penerus dari semua bisnis keluarga kita apa itu salah?" Balas Kei tidak kalah pedas.
"Tidak, tidak salah. Pilihlah saja terus nenekmu itu, bela terus sampai kamu puas!" sahut Salma dengan bersungut-sungut.
Selesai memakai suaminya itu Salma lalu keluar begitu saja meninggalkan kamar hotel mereka. Hal itu rupanya menjadi kesempatan besar bagi Kei untuk bisa menemui Neta. Kei pun segera menyambar kunci mobil dan pergi meninggalkan hotel tersebut.
Semenjak sesi pemotretan kemarin, di kepala Kei, terus saja dipenuhi dengan bayangan Neta. Hal yang paling dalam terekam di ingatannya adalah ketika melihat Reza membopong Neta dengan raut wajahnya yang teramat sangat khawatir. Sebagai sesama lelaki, Kei tentu tahu apa makna dari tatapan itu.
Sementara itu karena semalam Neta tidur di butik, pagi harinya dia pulang kembali ke apartemen mewah miliknya. Tubuhnya terasa lemas dan kepalanya merasa pusing. Neta merasa tubuhnya seperti meriang, dia pun belum memeriksakan kandungannya setelah hari itu.
Neta hanya tertidur di sofa dengan memejamkan matanya yang terus saja berair dia sedih dan meratapi nasibnya. Kenyataan bahwa lelaki yang menikahinya ternyata sudah berkeluarga membuatnya merasa berdosa. Neta teringat akan pesan-pesan ayahnya sebelum meninggal untuk menjaga harkat dan martabat termasuk tidak mengganggu hubungan orang lain.
Di saat ia berusaha untuk memejamkan matanya, telinganya mendengar suara pintu terbuka. Disusul dengan derap langkah kaki yang kian mendekat ke arahnya. Lalu tanpa perasaan terasa seseorang mencengkram rahangnya.
Perlahan Neta membuka mata dan melihat Kei yang melakukan itu semua. Kei marah dia mengamuk dan matanya terlihat memerah. Mungkin ini semua karena Kei juga masih berada di bawah pengaruh alkohol.
"Kamu masih tahu jalan pulang? Aku pikir sudah lupa Kei," kata Salma meski dengan rahangnya yang tertekan.
"Apa maksudmu dengan kemarin mengatakan kalau aku sudah meninggal dunia?" cecar Kei dengan tatapan nyalangnya.
"Memangnya ada jawaban yang lebih baik daripada itu? Apa aku harus mengatakan kalau suamiku adalah cucu nenek Fuji? Apa aku harus menunjukkan foto pernikahan kita di sana? Aku masih mencoba untuk bersabar dan menunggu penjelasanmu," kata Neta tanpa ada sorot kemarahan di matanya.
"Dia sama sekali tidak marah kepadaku kenapa ekspresi wajahnya biasa saja, apa dia sudah tahu kalau ibunya ini menjualnya? Atau justru dia juga ikut memakan hasil dari penjualan itu? ataukah mereka ini saling bekerja sama?" Batin Kei bertanya-tanya.
Kei lalu menghempaskan rahang Neta begitu saja. Dia lalu duduk di samping Neta dan masih mempertahankan ekspresi wajahnya yang terlihat marah. Seharusnya di sini dia tidak memiliki hak untuk marah sebab dialah yang melakukan kecurangan.
Neta beranjak berdiri dan seketika Kei bertanya kepadanya, "Mau ke mana kamu?"
"Suamiku pulang bukankah aku harus menyuguhkan minuman Kei?" Tanya Neta dengan wajah sebabnya dan Kei tahu benar bahwa itu adalah sisa tangisannya semalam.
"****! Dia berhasil membuat perasaanku merasa campur aduk," batin Kei mengumpat.
Selesai membuatkan teh hangat, Neta kembali duduk di samping tetapannya datar dan nanar. Dia tidak bicara apa-apa tetapi air matanya tumpah begitu saja. Kedua tangannya hanya bisa saling menggenggam seolah tengah menguatkan jiwanya yang lara.
"Diminum, siapa tahu nanti kamu haus saat menjelaskan semuanya kepadaku," ucap Neta dengan suaranya yang bergetar dan wajahnya yang berurai air mata.
Melihat air mata Neta hati Kei bergetar. Dia merasa bersalah dan dia merasa iba dia merasa bertanggung jawab akan itu semua. Dengan kelembutan Neta, Kei akhirnya luruh.
Kei tidak banyak bicara dia lalu meraih Neta dan memeluknya erat ciuman hangat pun ia daratkan berkali-kali di wajah wanita yang masih menangis sesenggukan itu. Hingga satu pertanyaan pun muncul dari bibir Neta.
"Apa salahku sama kamu sampai kamu tega melakukan ini kepadaku? Katakan dan sebutkan bagaimana caraku untuk bisa lepas dari semua ini, aku tidak mau mengganggu rumah tangga orang lain. Dan juga, satu hal yang harus kamu ingat. Aku tidak membutuhkan hartamu atau belas kasihmu aku hanya ingin kejujuranmu," ucap Neta yang berusaha tetap tegar hingga suaranya tidak bergetar sedikitpun saat bertanya.
Kini Kei tengah dilanda kebingungan dia bingung bagaimana cara menjelaskannya kepada Neta wanita yang telah ia manfaatkan. Dia takut bila dia berkata jujur maka Neta akan pergi darinya. Lalu apakah key akan menambah kebohongannya demi menyelamatkan hubungannya dengan Neta?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments