Ketika Nafsu Birahi Lebih Besar Daripada Nafsu Menafkahi
Dadang nampak mondar mandir didepan kamar mandi Rumahnya. Lelaki berperawakan kekar itu, bukanlah hendak buang hajat. Namun menunggu Siti. Istrinya yang kini tengah menggunakan testpack. Perasaan was-was menghampiri Dadang, berdiri lama disini namun tak juga mendapatkan kejelasan dari Istrinya, yang nampak betah didalam sana.
" Dek ! Gimana ? sudah belum ?"
Suara Dadang nampak bergema, seolah tak sabar dengan hasilnya.
Siti nampak lesu ketika keluar kamar mandi. Tanpa bicara perempuan berusia 30 tahun itu memberikan testpeck pada sang suami.
" Positif Dek ? " Suara Dadang terdengar berat. Sedikit kecewa dengan hasil yang menunjukkan garis dua pada alat uji kehamilan itu.
" Ya Bang ! Aku nggak mau tahu , pokoknya gugurin !" Siti tiba-tiba luruh kelantai. Ketiga anaknya masih kecil-kecil. Usia si bungsu bahkan belum genap dua tahun.
Jika harus punya anak lagi, naluri seorang Ibu milik Siti merasa tak sanggup.
Sungguh bukan soal rezeki yang dia takutkan. Tapi soal didikan.
Bagaimana dia bisa mengurus mereka dengan baik, jika beban pikiran tentang kelakuan suaminya yang tak pernah berubah.
" Kamu sih nggak KB . Aku kan sudah bilang buat KB !"
Dadang memandang Acuh kearah Siti. Bukannya simpati dan menenangkan sang Istri . Lelaki itu malah makin membuat Siti down.
" Anter aku ke bidan Siska. Siapa tahu dia ada solusinya !"
" Uangnya ada ? " cicit Dadang heran.
Siti mengangguk sebagai jawaban. Setelah izin ke tetangga dengan alasan untuk suntik KB. Sekaligus menitipkan Bara si bungsu. Setelah Bara anak bungsunya anteng di gendongan Salma tetangga Mereka.
Siti dan Dadang segera meluncur ke rumah Bidan Siska.
Untung di sana sepi, sehingga Siti langsung bisa mengatakan keluhannya.
" Terakhir haid kapan ? "
Siti menggeleng sebagai jawaban " Aku KBnya kadang 1 bulan sekali kadang yang tiga bulan sekali mbak"
" Oh jadi nggak tahu kapan haid terakhir ? "
" Ya." , Siti mengigit Bibirnya, nampak ragu untuk mengutarakan keinginannya yang nekat datang kesini "Apa bisa digugurkan mbak, minum sejenis obat gitu?"
" Ya mbak. Anak kami masih kecil-kecil. Gimana ngurusnya nanti !"
Dadang juga nampak menimpali.
Bidan itu nampak ragu, " Anak itu anugerah loh mbak ! Banyak yang menunggu bertahun-tahun tapi nggak dikasih.."
"saya mohon mbak...!" Siti menangis tanpa bisa dicegah. sedangkan Dadang nampak merangkul menenangkan.
" Gimana kalau USG dulu saja. Biar tahu berapa usia kandungannya, kalau masih dibawah dua bulan. Bisa dikuret..Di klinik A bagus tuh..."
Siti tercenung, duit darimana .Karena klinik yang direkomendasikan sang Bidan merupakan Klinik mahal, dengan pasien minimal kepala desa ,hhh
" duh mahal kan tuh klinik mbak ? gimana yah " Siti lagi-lagi nampak mengigit bibir, " USG aja mahal mbak, apalagi kalau harus Kuret..!"
Lagipula Siti benar-benar ngeri jika harus dikuratori.
" Nanti saya yang akan hubungi pihak klinik , saat kalian datang ke sana. Biar biayanya agak ringan. Saya niatnya bantu. Kebetulan saya kenal salah satu Dokter kandungan di sana. kalian bisa datang besok, karena jadwal praktek dokternya rabu dan kamis.."
" Ok mbak kita pikir-pikir dulu ya. Soalnya uangnya nggak ada." Siti kini menatap ragu-ragu kepada bidan muda didepannya, " Kalau obat pil gimana mbak, ada yang bilang bisa gugurin pakai semacam pil gitu"
" Sekarang kan obat-obatan lagi diawasi ketat mbak . Jadi kita nggak bisa kalau beli obat apapun tanpa resep dokter. Memang dulu obat semacam itu dijual bebas. Tapi sekarang, nggak lagi.."
Penjelasan Bidan Siska membuat Siti menunduk. digenggamnya erat uang 50 ribu yang dari tadi dia siapkan, mana tahu ada obat dengan harga sesuai kemampuannya. Sungguh tekadnya sudah sangat bulat. Tapi nampaknya keuangan mereka sedang tak mendukung.
" Pikirkan dulu gimana baiknya, kalau mbak setuju kuret. Mbak nanti hubungin saya aja. Biar saya kasih tahu ke teman saya."
Bidan itu menjelaskan lagi. Siti mengangguk , kemudian mengajak Dadang keluar karena sepertinya tak akan mendapatkan solusi seperti yang diinginkannya .
Ketika naik motor , Siti teringat dukun beranak yang mungkin bisa membantunya. Segera Ia meminta Dadang untuk menuju ketempat sang Dukun.
Sepanjang jalan menuju ke rumah sang Dukun. Siti terus meremas perutnya, berharap agar janin ini bisa di keluarkan,
" Saya hamil Mak ! bisa diurut saja. Kalau kuret saya takut.."
Siti langsung bicara ke intinya. Ketika mereka telah duduk berhadapan dengan sang Dukun.
Dukun itu biasa dipanggil Mak asih. sosoknya memang pendiam, Dan dia hanya mengangguk seraya mengisyaratkan Siti untuk segera tiduran dengan posisi kaki ditekuk.
" Kira-kira udah berapa bulan itu Mak ? "
Dadang bertanya ditengah aktifitas sang dukun memijat perut sang istri,
" Masih muda ini ! Balum berbentuk gumpalan, masih sangat rapuh. Mudah -mudahan setelah saya urut, segera keluar. ."
Ujar Mak Asih seraya menekan-nekan perut Siti.
" Setelah ini minum sprite ya ? Dan rutin minum yang anget-anget biar luruh.."
" Ini mesti datang untuk urut lagi atau enggak Mak ? "
Siti yang tengah memperbaiki posisi bajunya kembali bertanya
" Nggak usah. Cukup kok itu."
Mak Asih menghidupkan Rokok kemudian menyesapnya perlahan.
" oh kalau gitu makasih ya Mak.. Kita pamit , takut anak-anak nangis dan nyariin.."
Siti menyelipkan uang 50 ribu tadi ke tangan Mak Asih.
******
Segala cara Sudah Dadang dan Siti lakukan, untuk mengugurkan kandungannya. Namun mungkin Tuhan punya kehendak lain, karena janin itu masih teguh bertahan.
waktu yang berlalu membuat Siti Seperti orang hamil pada umumnya . Dia mulai merasakan pusing dan mual-mual.
Apapun yang Ia makan maka akan dimuntahkan kembali. Jangankan makanan. Air putih pun terasa mengaduk-aduk perut Siti.
Kondisi Siti yang seperti ini telah berlangsung berminggu-minggu, membuat Dadang emosi karena Siti tak pernah lagi memasak, mencuci pakaian. Bahkan beberes rumah.
Dadang memang membantu, namun lelaki itu akan mengomel panjang saat melakukannya, Siti merasa tertekan. Apalagi anak-anaknya tak terurus.
Beruntung ia mempunyai tetangga yang baik, yang setiap pagi dan sore selalu memandikan si bungsu.
" Dek ! inikan kehamilan kamu yang ke empat ? lawan dong jangan terlalu dimanja."
Siti yang masih berbaring di ranjang, kembali mendengar omelan Dadang
" Aku bisa mati kalau terus-terusan seperti ini ! Aku udah cari nafkah. masih harus masak, cuci baju. Bahkan rumah berdebu pun kamu biarin. Kamu pulang aja sana ke rumah Bibi, Aku muak."
Siti menangis , kenapa Dadang tega mengusirnya," Selama ini kan aku yang ngerjain semuanya Bang, aku juga nggak mau kondisiku seperti ini ! Bahkan minum air putih pun aku takut . Kamu seharusnya mikir gimana aku mau punya tenaga jika minum pun, aku bakalan muntah.."
" Makanya nurut kata suami. Aku kan suruh kamu KB. Malah ngeyel.."
Siti yang malas berdebat, Tak menghiraukan ucapan Dadang. Dia masih fokus dengan Hpnya sebagai pengalihan atas rasa lemas dan jenuh. Apakah ia harus memulai semuanya dari awal lagi saat ia juga hamil Bara karena kebobolan . Siti merutuki tubuhnya yang selalu saja selemah ini jika sedang hamil. Namun dia akui jika kehamilan keempatnya ini merupakan yang terparah, hingga membuatnya benar- benar kehilangan tenaga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
Gunawan
kaya di dunia nya ya aja
2023-02-20
1
Gunawan
mantappp
2023-02-20
1
Dewi Payang
Sama kaya aku tu Siti.
2023-01-31
1