Hesti berjalan dengan cepat kearah Siti. Sungguh dia merasa kesal jika sudah berhadapan dengan Salsa, sang adik ipar yang julid nya minta ampun ,
" Kok kamu betah si mbak deket sama salsa selama ini ? " Hesti berkata penuh kekesalan ketika mendudukkan bokongnya didekat Siti. " Tuh anak kayak nggak makan pendidikan." Hesti mendelik menatap kearah rumah mertuanya. memastikan jika Salsa tak keluar dan mendekat secara tiba-tiba.
" Emang kenapa dengan Salsa ? Anaknya baik kok, sopan lagi." Siti menjawab seadanya sembari tangannya mengibaskan bambu yang di ujungnya telah di centeli kantong kresek, Agar ayam tak mendekat dan memakan padi.
" Sopan gimana ? Mbak lihat kan gimana perlakuan dia ke aku. seolah-olah aku ini anak kecil. Kesel aku mbak. Kayaknya dia nggak seneng lihat aku santai dikit dirumahnya. Emang bener kata orang kalau ipar itu maut..hhh"
Siti tersenyum " Ya namanya juga masih gadis Hes. Mungkin jiwa protesnya masih besar, jadilah apa -apa malah dikomentari.. "
Ucapan bijak Siti membuat Hesti menatapnya lekat. " Aku sering dengar curhatan Emak tentang Mbak. Dan jujur , semuanya bikin kesel dan seolah nggak ada hal yang baik yang bisa diingat sedikitpun, selama mbak jadi menantunya. Tapi Kalau lagi kumpul begini. Aku kok ragu akan semua ucapan Emak . Aku merasa Emak ada dendam pribadi. Hingga nggak berusaha sedikitpun untuk menghargai apa yang sudah mbak lakukan untuk keluarga ini "
Siti sedikit terusik dengan cerita Hesti . Namun ia tetap tenang karena memang telah terbiasa mendengar kalimat dengan cerita yang sama dari mulut tetangga.
" Ya mungkin karena Mbak cuma tamatan SMA , sehingga Emak sedikit tak nyaman dengan itu.."
" Awalnya aku juga berpikir gitu mbak ! Tapi.." Hesti menghentikan ucapannya, Dia melirik ke kiri dan ke kanan seolah tak mau jika ada orang lain yang mendengar perkataannya.
" Mbak tahu nggak . Kalau Emak juga cuma tamatan SMP ? "
Siti menelisik wajah Hesti memastikan jika memang dia tak salah dengar.
" Kamu tahu darimana ? Masa sih ! "
Siti tak dapat menyembunyikan raut terkejutnya , Bagaimana mungkin Emak benci padanya jika beliau juga berpendidikan rendah , jika dibandingkan Nurdin. mertua laki-lakinya yang juga merupakan PNS, walaupun kini telah pensiun. Rumah tangga yang mertua Siti jalani memang terkenal Harmonis dan tak kesulitan perihal keuangan. karena Nurdin merupakan PNS di kantor Bupati setempat. Emak tentu saja sangat bangga dan bahagia, apalagi ke 4 anaknya adalah lulusan Sarjana . Hanya Dadang yang tidak. Karena menurut cerita Emak saat Dadang sang Putra Sulung lulus SMA, bertepatan dengan keluarga cicik Lia yang merupakan adik Emak mengalami musibah besar, sehingga dana yang sejatinya dipersiapkan untuk pendidikan Dadang waktu itu, dialihkan untuk membantu kesusahan yang dihadapi oleh kerabat dekat mereka itu.
Meski Setahun kemudian Emak dan Bapak berniat mengantar Dadang ke bangku kuliah. Namun Dadang sudah kepincut dengan tanaman kopi yang diberikan Bapak atas namanya. Hasil kebun yang menggiurkan membuat Dadang seolah merasa, jika bisa mencari uang dengan mudah ! Kenapa harus mempersulit diri dengan Belajar kembali dari awal, meskipun tujuannya nanti akan sama, yaitu bekal untuk mencari sesuatu yang disebut Uang. Siti sempat berpikir jika malasnya Dadang bisa jadi karena sudah terlalu lelah akan aktifitas yang telah lama ia geluti yaitu menjadi seorang petani. Ditengah pikiran Siti yang mengelana ke masa lalu suara Hesti menyahut lagi.
" Ya mbak bener. Aku juga baru tahu semalam di kasih tahu sama Tari , Anaknya cicik Lia adiknya Emak. Terlepas apapun alasan Emak membenci Mbak. aku ikut merasa bersalah, karena setiap kali aku kesini. Emak seolah semakin membuat Mbak merasa kecil, dengan Emak membandingkan Mbak dengan gelar ku yang seorang PNS."
Siti tersenyum ternyata sifat Hesti tak beda jauh dengan Mbak Salma tetangga dekat rumahnya. Ceplas-ceplos Namun tetap baik.
" Apapun itu Hes. Emak tetap mertua kita. Ibu dari suami-suami kita. Bagaimana pun perlakuannya ke kita, kita masih tetap harus menghormati."
"Iya sih mbak. Tapi kesel juga ya. Kalau semua usaha yang kita lakukan malah tak terlihat sedikitpun. Kita ini manusia, tempatnya salah. Bukannya aku mau bikin mbak kehilangan hormat ke Emak. Tapi harga diri kita itu juga harus dijunjung, Kita nggak salah kenapa harus selalu mengalah ? orang tua itu juga pasti punya salah. Termasuk Emak.."
" Selagi Emak masih peduli dengan anak-anak Mbak dan mengakui mereka sebagai cucu. Mbak si santai Hes. Kalau semuanya kita balas dengan kejahatan yang sama, Apa bedanya kita sama mereka. Semua pasti ada alasannya, Dan seiring waktu pasti tuhan akan menunjukan semua nantinya."
" Kalau ilmu itu diukur dengan Adab ,aku kayaknya kalah kalau disandingkan dengan Mbak. Karena jujur , Aku bisa bertindak bar-bar saat seseorang berusaha mencederai harga diriku, walaupun itu orang tuaku sendiri. Termasuk mertua."
Siti merasa tersentuh dengan ucapan Hesti. Ternyata Allah akan selalu mengirimkan seseorang yang baik meski dikelilingi oleh seribu orang jahat. Dia bersyukur hubungan nya dengan Hesti kini membaik. Walaupun pada akhirnya perkumpulan menantu selalu menjadi celah kesalahan dan akhirnya malah menjadi ajang untuk meng-ghibah mertua.
***
Hari sudah sore bahkan sebentar lagi adzan Maghrib akan terdengar, Dengan langkah yang cepat Siti mengajak anak-anak pulang. Mereka pulang telat karena Emak mengajak untuk makan bersama, mencoba beras baru yang merupakan hasil panen kemarin.
Sesampainya di rumah Siti langsung menutup jendela dan menghidupkan lampu, Adzan Maghrib akhirnya terdengar, bertepatan dengan Dadang yang baru saja datang.
Siti menatap kearah tangan Dadang yang nampak kosong, meski telah menahan diri agar tak bertanya namun nyatanya, tetap saja hatinya tak sabaran .
" Kok nggak bawa beras Bang ?"
" Besok aja pagi-pagi Abang ke rumah Emak buat minta !"
" Kan tadi sudah aku bilang Bang. Buat besok pun beras kita nggak ada . kamu kan paling males kalau bangun pagi."
" Malu dek sama Indra. Masa seolah-olah kita minta bagian lebih dulu ke Emak ."
" Ohh Jadi Abang lebih pentingin malu Abang daripada perut anak-anak. Begitu ! Kan sama ibu sendiri Bang. Kenapa Malu."
" Kamu itu . Selalu saja berusaha menunjukan jika suamimu ini nggak punya harga dirinya. Masa kamu nggak punya simpanan Uang. Kan Baru seminggu yang lalu Salsa ngasih 400 ribu. Pakai dululah uang itu. jangan merongrong suami terus."
Siti menggeleng tak percaya akan ucapan Suaminya. Bisa-bisanya Dadang lebih memilih menekan dirinya daripada berusaha dengan meminjam kepada sang ibu.
" Uangnya sudah habis. Seharusnya kamu malu Bang. Uang kerja Istri malah ditanyakan.."
Dadang hendak menjawab , namun Dia sadar ini bukan waktu yang tepat. Dan Ia kembali mengingat nasehat sang Ayah. Maka Dadang mencoba mengontrol emosi dan perkataannya dengan memilih diam. Dadang berlalu cuek, meninggalkan Siti yang masih nampak kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
Dewi Payang
Betul kata Siti
2023-03-13
1