NovelToon NovelToon

Ketika Nafsu Birahi Lebih Besar Daripada Nafsu Menafkahi

Hamil lagi !!!

Dadang nampak mondar mandir didepan kamar mandi Rumahnya. Lelaki berperawakan kekar itu, bukanlah hendak buang hajat. Namun menunggu Siti. Istrinya yang kini tengah menggunakan testpack. Perasaan was-was menghampiri Dadang, berdiri lama disini namun tak juga mendapatkan kejelasan dari Istrinya, yang nampak betah didalam sana.

" Dek ! Gimana ? sudah belum ?"

Suara Dadang nampak bergema, seolah tak sabar dengan hasilnya.

Siti nampak lesu ketika keluar kamar mandi. Tanpa bicara perempuan berusia 30 tahun itu memberikan testpeck pada sang suami.

" Positif Dek ? " Suara Dadang terdengar berat. Sedikit kecewa dengan hasil yang menunjukkan garis dua pada alat uji kehamilan itu.

" Ya Bang ! Aku nggak mau tahu , pokoknya gugurin !" Siti tiba-tiba luruh kelantai. Ketiga anaknya masih kecil-kecil. Usia si bungsu bahkan belum genap dua tahun.

Jika harus punya anak lagi, naluri seorang Ibu milik Siti merasa tak sanggup.

Sungguh bukan soal rezeki yang dia takutkan. Tapi soal didikan.

Bagaimana dia bisa mengurus mereka dengan baik, jika beban pikiran tentang kelakuan suaminya yang tak pernah berubah.

" Kamu sih nggak KB . Aku kan sudah bilang buat KB !"

Dadang memandang Acuh kearah Siti. Bukannya simpati dan menenangkan sang Istri . Lelaki itu malah makin membuat Siti down.

" Anter aku ke bidan Siska. Siapa tahu dia ada solusinya !"

" Uangnya ada ? " cicit Dadang heran.

Siti mengangguk sebagai jawaban. Setelah izin ke tetangga dengan alasan untuk suntik KB. Sekaligus menitipkan Bara si bungsu. Setelah Bara anak bungsunya anteng di gendongan Salma tetangga Mereka.

Siti dan Dadang segera meluncur ke rumah Bidan Siska.

Untung di sana sepi, sehingga Siti langsung bisa mengatakan keluhannya.

" Terakhir haid kapan ? "

Siti menggeleng sebagai jawaban " Aku KBnya kadang 1 bulan sekali kadang yang tiga bulan sekali mbak"

" Oh jadi nggak tahu kapan haid terakhir ? "

" Ya." , Siti mengigit Bibirnya, nampak ragu untuk mengutarakan keinginannya yang nekat datang kesini "Apa bisa digugurkan mbak, minum sejenis obat gitu?"

" Ya mbak. Anak kami masih kecil-kecil. Gimana ngurusnya nanti !"

Dadang juga nampak menimpali.

Bidan itu nampak ragu, " Anak itu anugerah loh mbak ! Banyak yang menunggu bertahun-tahun tapi nggak dikasih.."

"saya mohon mbak...!" Siti menangis tanpa bisa dicegah. sedangkan Dadang nampak merangkul menenangkan.

" Gimana kalau USG dulu saja. Biar tahu berapa usia kandungannya, kalau masih dibawah dua bulan. Bisa dikuret..Di klinik A bagus tuh..."

Siti tercenung, duit darimana .Karena klinik yang direkomendasikan sang Bidan merupakan Klinik mahal, dengan pasien minimal kepala desa ,hhh

" duh mahal kan tuh klinik mbak ? gimana yah " Siti lagi-lagi nampak mengigit bibir, " USG aja mahal mbak, apalagi kalau harus Kuret..!"

Lagipula Siti benar-benar ngeri jika harus dikuratori.

" Nanti saya yang akan hubungi pihak klinik , saat kalian datang ke sana. Biar biayanya agak ringan. Saya niatnya bantu. Kebetulan saya kenal salah satu Dokter kandungan di sana. kalian bisa datang besok, karena jadwal praktek dokternya rabu dan kamis.."

" Ok mbak kita pikir-pikir dulu ya. Soalnya uangnya nggak ada." Siti kini menatap ragu-ragu kepada bidan muda didepannya, " Kalau obat pil gimana mbak, ada yang bilang bisa gugurin pakai semacam pil gitu"

" Sekarang kan obat-obatan lagi diawasi ketat mbak . Jadi kita nggak bisa kalau beli obat apapun tanpa resep dokter. Memang dulu obat semacam itu dijual bebas. Tapi sekarang, nggak lagi.."

Penjelasan Bidan Siska membuat Siti menunduk. digenggamnya erat uang 50 ribu yang dari tadi dia siapkan, mana tahu ada obat dengan harga sesuai kemampuannya. Sungguh tekadnya sudah sangat bulat. Tapi nampaknya keuangan mereka sedang tak mendukung.

" Pikirkan dulu gimana baiknya, kalau mbak setuju kuret. Mbak nanti hubungin saya aja. Biar saya kasih tahu ke teman saya."

Bidan itu menjelaskan lagi. Siti mengangguk , kemudian mengajak Dadang keluar karena sepertinya tak akan mendapatkan solusi seperti yang diinginkannya .

Ketika naik motor , Siti teringat dukun beranak yang mungkin bisa membantunya. Segera Ia meminta Dadang untuk menuju ketempat sang Dukun.

Sepanjang jalan menuju ke rumah sang Dukun. Siti terus meremas perutnya, berharap agar janin ini bisa di keluarkan,

" Saya hamil Mak ! bisa diurut saja. Kalau kuret saya takut.."

Siti langsung bicara ke intinya. Ketika mereka telah duduk berhadapan dengan sang Dukun.

Dukun itu biasa dipanggil Mak asih. sosoknya memang pendiam, Dan dia hanya mengangguk seraya mengisyaratkan Siti untuk segera tiduran dengan posisi kaki ditekuk.

" Kira-kira udah berapa bulan itu Mak ? "

Dadang bertanya ditengah aktifitas sang dukun memijat perut sang istri,

" Masih muda ini ! Balum berbentuk gumpalan, masih sangat rapuh. Mudah -mudahan setelah saya urut, segera keluar. ."

Ujar Mak Asih seraya menekan-nekan perut Siti.

" Setelah ini minum sprite ya ? Dan rutin minum yang anget-anget biar luruh.."

" Ini mesti datang untuk urut lagi atau enggak Mak ? "

Siti yang tengah memperbaiki posisi bajunya kembali bertanya

" Nggak usah. Cukup kok itu."

Mak Asih menghidupkan Rokok kemudian menyesapnya perlahan.

" oh kalau gitu makasih ya Mak.. Kita pamit , takut anak-anak nangis dan nyariin.."

Siti menyelipkan uang 50 ribu tadi ke tangan Mak Asih.

******

Segala cara Sudah Dadang dan Siti lakukan, untuk mengugurkan kandungannya. Namun mungkin Tuhan punya kehendak lain, karena janin itu masih teguh bertahan.

waktu yang berlalu membuat Siti Seperti orang hamil pada umumnya . Dia mulai merasakan pusing dan mual-mual.

Apapun yang Ia makan maka akan dimuntahkan kembali. Jangankan makanan. Air putih pun terasa mengaduk-aduk perut Siti.

Kondisi Siti yang seperti ini telah berlangsung berminggu-minggu, membuat Dadang emosi karena Siti tak pernah lagi memasak, mencuci pakaian. Bahkan beberes rumah.

Dadang memang membantu, namun lelaki itu akan mengomel panjang saat melakukannya, Siti merasa tertekan. Apalagi anak-anaknya tak terurus.

Beruntung ia mempunyai tetangga yang baik, yang setiap pagi dan sore selalu memandikan si bungsu.

" Dek ! inikan kehamilan kamu yang ke empat ? lawan dong jangan terlalu dimanja."

Siti yang masih berbaring di ranjang, kembali mendengar omelan Dadang

" Aku bisa mati kalau terus-terusan seperti ini ! Aku udah cari nafkah. masih harus masak, cuci baju. Bahkan rumah berdebu pun kamu biarin. Kamu pulang aja sana ke rumah Bibi, Aku muak."

Siti menangis , kenapa Dadang tega mengusirnya," Selama ini kan aku yang ngerjain semuanya Bang, aku juga nggak mau kondisiku seperti ini ! Bahkan minum air putih pun aku takut . Kamu seharusnya mikir gimana aku mau punya tenaga jika minum pun, aku bakalan muntah.."

" Makanya nurut kata suami. Aku kan suruh kamu KB. Malah ngeyel.."

Siti yang malas berdebat, Tak menghiraukan ucapan Dadang. Dia masih fokus dengan Hpnya sebagai pengalihan atas rasa lemas dan jenuh. Apakah ia harus memulai semuanya dari awal lagi saat ia juga hamil Bara karena kebobolan . Siti merutuki tubuhnya yang selalu saja selemah ini jika sedang hamil. Namun dia akui jika kehamilan keempatnya ini merupakan yang terparah, hingga membuatnya benar- benar kehilangan tenaga.

Siti yang salah ?

Keadaan Siti semakin membuatnya susah. Anak-anaknya semakin tampak tak terurus. Siti benar-benar tak punya tenaga untuk sekedar melerai pertengkaran anak-anaknya, Tetangga bahkan sudah kebal dengan pekikan dan tangisan anak-anak Siti. Untungnya Siti masih punya tabungan dari kegiatannya berjualan online . Hingga ia tak begitu panik saat anak-anaknya meminta jajan.

Sementara Dadang semakin tampak cuek saja dengan anak-anaknya, Tak pernah mau tahu anaknya yang selalu merengek masalah lauk maupun uang jajan.

Dadang selalu pergi pagi, setelah mencuci baju. Bahkan Dadang tak menyediakan lauk untuk anak-anaknya makan.

Setelah pulang , saat menjelang Maghrib barulah Bapak tiga anak itu menanyai Siti dan anak-anaknya sudah makan atau belum. Kini Siti lebih memilih menghindari pertengkaran karena tenaganya lebih baik dia simpan untuk sedikit memberikan perhatian kepada anak-anak , jika Dadang telah pergi bekerja sebagai buruh petani kopi.

Kebosanan membuat Siti semakin sering berselancar di dunia maya, sekedar melihat aplikasi tok-tok dan mengetahui kabar terkini melalui Facebook. Rupanya ini juga membuat Dadang meradang, karena setiap lelaki 32 tahun itu pulang . Siti selalu terlihat asyik dengan gawainya.

" Katanya lemas, pusing ! Tapi setiap hari kerjanya main Hp mulu. Kalau pusing itu, minum obat, istirahat ! Main HP kuat berjam-jam. Kerjaan yang lain nggak dikerjain "

Dadang nampak mengomel, cangkir yang dijadikan mainan oleh Bara dibantingnya dengan sekuat tenaga.

" Aku tuh ngerasa jadi babu tahu gak ! Bisa nggak sih kalau aku lagi di rumah distop dulu main Hpnya "

Siti Bungkam. Dia benar-benar tak mau berada diposisi ini. Tapi jujur saja untuk berdebat dengan Dadang , dia tak punya tenaga. Semakin dilawan, lelaki itu akan semakin emosi dan anak-anaklah yang akan jadi sasaran kemarahannya.

" Aku tuh pusing loh Ti. Mikirin bayar bank mingguan . Ditambah bank bulanan juga. Bisa mati aku kalau harus seperti ini terus. Harus berapa lama lagi ! masa nunggu kamu lahiran baru bisa kamu seperti dulu "

' Susah kalau punya suami ngangap istrinya babu ya gini. Baru beberapa minggu , sudah serasa seribu tahun' Siti membatin. Ia yang tertekan dengan kehamilan yang tak diinginkan ini malah semakin tertekan, dengan kelakuan Dadang yang hanya bisa menyalahkannya.

" Anakmu itu ! kok bisa-bisanya kamu nggak khawatir. Berkeliaran macam nggak punya ibu"

' Belum selesai juga ' Batin Siti menjerit, namun sebisa mungkin dia menahan emosi yang kini datang.

" Apa sih yang kamu lihat di hp hah! nggak ada bosan-bosannya, "

" Justru karena aku bosan makanya aku main Hp "

Amarah Siti akhirnya tak tertahan. Dia Berdiri tepat didepan Dadang.

" Halah main hp bisa , kerjaan Rumah semua aku yang lakuin.."

" Aku tuh nggak lumpuh Bang, makanya masih bisa kalau cuma main Hp.."

" Ya lawan dong, makan yang banyak. Muntah , makan lagi. Kalau nggak dipaksa gimana bisa ada tenaga.."

" Aku kayak gini karena hamil ! makanya aku mau gugurin biar aku nggak kayak gini.."

" Aku kan udah nyaranin ke tempat yang direkomendasikan Bidan Siska. Kamu malah nggak mau ",

" Cuma menyarankan tanpa ada uangnya percuma Bang ! Seharusnya kalau kamu niat, kamu kasih liat uangnya di depanku. Dengan begitu kita bisa langsung berangkat.."

" kamu kalau debat gini, bisa full tenaganya. Heran aku " Dadang mencibir.

" Kamu yang pancing aku. Kok kayak aku yang salah di kehamilan ini . Yang punya Andil besar itu kamu. Makanya nafsu itu ditahan , jangan tenaga yang di tahan-tahan. perhitungan. Mentang-mentang aku hanya tinggal di rumah ! Ngakunya capek ! Tapi tiap malam nongkrong di warung kopi. Giliran ngelihat pakaian kotor numpuk yang disalahkan aku. Kamu kan bisa cuci baju anakmu itu malem-malem. biasanya aku juga gitu, Disaat kondisiku seperti ini. Malah lupa kalau pekerjaan yang kamu lakukan baru-baru ini selama ini aku yang lakuin. Tanpa mengeluh. Kamu tinggal terima makan dan pakai semua pakaianmu.."

Suara Siti terdengar parau, wajah pucat dan cekung miliknya kini telah penuh dengan air mata.

Siti semakin tergugu ketika si kecil Bara memandangnya dengan tatapan bertanya. Wajah itu seolah berusaha menghiburnya. Bara sudah wangi dan wajahnya bahkan penuh bedak . Siti memeluk Bara erat, meski dia tahu jika sosok sekecil Bara tak akan mengerti situasinya saat ini.

Dadang nampak memperhatikan interaksi antara Siti dan Bara. Ada sesal dihatinya namun tetap saja egonya lebih Besar dari pada empatinya pada sosok Siti. Wanita yang kini mengandung benihnya.

Tanpa kata, Dadang pergi. Tempat yang ditujunya adalah rumah Emak, orang tuanya. Jarak rumah yang dekat , membuat Dadang lebih memilih berjalan kaki.

***

Tak butuh waktu lama bagi Dadang untuk sampai ke rumah Ibunya. Dilihatnya wanita yang telah melahirkannya itu kini tengah memasak di dapur. Dengan tak sabaran Dadang melongok kearah panci yang mengepul dan mengeluarkan aroma harum, gulai kesukaannya . Gulai ayam dengan irisan cabai rawit.

Perut Dadang nampak semakin lapar , sedangkan Emak memintanya menunggu dimeja makan saja.

Setelah Dua piring nasi beserta lauknya berpindah ke perut Dadang nampak lelaki itu mengelus perutnya yang sedikit kekenyangan.

" emak udah pisahkan buat cucu emak. Kamu bawa nanti ya Dang ! "

Titah emak seraya membereskan piring kotor dan mengelap meja.

Dadang hanya mengangguk menanggapi.

" mau ngopi pak ? Dadang ngopi nggak ?"

Emak kembali bertanya, ketika melihat air panas di atas kompor telah mendidih.

"Ya boleh mak. .! Bawa aja ke depan. Bapak mau ngomong sesuatu ke Dadang.."

Titah Bapak seraya beranjak ke teras depan. Dadang mengikutinya, mencoba menerka-nerka apa yang akan Bapaknya katakan.

" Kamu masih ikut Andre panen ya Dang ?" Bapak memulai obrolan. Kopi dari emak telah siap di atas meja.

" iya pak. Uangnya sudah duluan diambil soalnya .."

" begitu ya ! kalau sudah lunas hutangmu ke Andre, mending kamu nyadap karet aja sama Bapak. Tapi ya itu, panennya 2 Minggu sekali.kalau mau dapat uangnya lebih banyak.."

Dadang menyesap kopinya pelan, setelah meniupnya beberapa kali " lihat nanti deh pak ! Kalau harus 2 minggu sekali, anak Dadang jajan pake apa pak "

" Ya hutang Dulu la Dang, Bapak juga gitu sama Emak. ngambil Dulu di warung si Fatma. Setelah panen dilunasin.."

Dadang nampak kehabisan kata mendengar jawaban Bapaknya. Sebenarnya yang membuat Dadang enggan bukan karena waktu panennya , tapi lebih kepada kebiasaannya yang selalu bangun siang, Sedangkan kegiatan menyadap karet harus pagi-pagi supaya getahnya banyak.

Itulah Dadang, Jika saja istrinya Bukan Siti mungkin hingga saat ini keluarga kecil itu tak akan mampu membangun Rumah. Tapi tekad Siti dan luasnya pergaulannya membuatnya mudah jika memerlukan bantuan dari orang lain.

Bantuan yang berupa sistem Arisan, bukan berhutang.

Beda Siti beda pula Dadang, Dadang yang lebih luas pergaulannya malah terkesan sombong. Ia malu jika harus meminta Bantuan teman-temannya. Meski terkadang malah teman-temannya memanfaatkan Dadang. Dadang seolah memaklumi.

Tapi jika Siti protes dan meminta Dadang lebih bijak, Malah diomeli dan dianggap matre, karena menilai semuanya dari uang. Giliran kepepet, Siti yang dipaksa jadi pendengar tanpa mau mendengar pendapat Siti.

Tetangga terbaik

Pagi ini Salma , tetangga sebelah rumah Siti. Kini telah menggendong si bungsu Bara yang telah wangi. Salma adalah perempuan bersuami , namun belasan tahun membina rumah tangga. Dia tak jua dikarunia i momongan.

Makanya Salma sangat antusias, ketika tahu jika Siti hamil lagi.

Salma bahkan terang-terangan meminta bayi Siti ketika lahir nanti, jika memang Dadang dan Siti tak berkenan mengurusnya. Diantara lontaran hinaan dan cibiran tetangga tentang kehamilannya yang sangat dekat. Salma yang begitu baik adalah anugrah bagi Siti yang selalu merasa Tuhan tak pernah adil terhadapnya.

" Kenapa semalam Ti ? kalian marahan Lagi ?" Siti yang tiduran di kasur kapuk miliknya, segera beranjak ketika mendengar suara Salma !

Ia dengan cekatan mengambil Bara dalam gendongan Salma. Jarak rumah yang dekat , memang besar kemungkinan membuat Salma dan Juanda (Suami Salma) mendengar pertengkaran mereka semalam.

" Biasa Mba ! Minta Jatah, " Siti mencoba cuek. mengalihkan lukanya dengan menciumi Bara yang nampak mengemaskan.

" Suami kamu itu Loh ! Dasar..."

Siti mencoba menahan Air mata yang hendak jatuh. Tapi tetap saja cairan bening itu mengalir deras tak terkendali. Semalam memang mereka bertengkar karena Dadang meminta nafkah batin. Bukan mau jadi Istri durhaka namun kondisinya yang lemah membuatnya menolak.

" Aku mau Cerai mbak ! Jujur, aku nggak sanggup. Dia udah ngusir aku dua kali. Aku kuat jika lihat anak-anak. Tapi kalau ingat kelakuan Dia , aku menyerah Mba. Waras ku lebih penting, untuk anak-anakku. Jika aku bertahan, mental anak-anak juga dipertaruhkan.."

Bara menatap lekat Siti yang menggendongnya, Seolah mengerti, Dia hendak turun dari gendongan Siti.

suara Siti mungkin terdengar hingga kerumah Salma. membuat Juanda berinisiatif membawa Bara kerumahnya. Setelah kepergian Juanda .

Salma mendekat ke arah Siti. Dia mengeryit ketika mencium bau tak sedap yang menguar dari tubuh Siti.

" Kamu nggak mandi Ti . Sudah berapa hari ? " sifat blak-blakan Salma, memang seolah tak kenal tempat. " Kenapa ? Dingin ! "

" Aku nggak kuat kalau harus nyuci mbak " Cicit Siti.

" Ya Allah Ti. Kok bisa sih kamu dapat suami seperti Dadang ? Kamu tuh cantik loh Ti. Tapi salah memilih suami..."

" keputusanku sudah bulat mbak ! "

Terdengar helaan nafas dari Salma ." Kamu beneran yakin. Kalau kamu pulang ke rumah Bude'mu , apakah kamu nggak kasian dengan dia, kamu juga bakalan jadi bebannya. Dengan kondisi kamu yang seperti ini Ti. "

"Otakku mentok Mba. kemungkinan-kemungkinan yang akan datang lebih terasa menyenangkan. Daripada bertahan dengan situasi penuh penekanan dari Suami sendiri.

"

" Lalu anakmu ? "

" Silahkan bang Dadang yang urus , aku nggak akan nuntut harta gono-gini. Setelah aku sukses aku bakalan ngurus mereka lagi."

" Kamu kan lagi hamil Ti. Memang ada orang yang mau mempekerjakan orang hamil ? "

Pertanyaan Salma menyadarkan Siti. Dia meremas perutnya yang masih rata . Anak ini tak salah tapi disalahkan karena kehadirannya yang dirasa tak tepat. Isakkanya berubah jadi raungan ketika menyadari pilihan yang terbentang dihadapannya, tak bisa memberikan kebebasan dirinya untuk bertindak. 10 tahun bertahan dengan sifat Dadang bukanlah hal yang mudah. Alasan tak ada tempat kembali membuat Siti bertahan dengan segala luka. Orang bilang tak mungkin . Dan orang juga bilang dia bodoh. Di situasi rumah tangga yang tak harmonis , marahan terus tapi kok hamilnya malah keterusan juga.

Memikirkan semua yang dilaluinya ketika bisa sampai dititik ini makin membuat Siti sangat nelangsa.

Salma menggenggam tangan Siti mencoba menyalurkan kekuatan.

"Kalau lelah kamu boleh istirahat. Tapi jangan pikir untuk menyerah Ti. Ada banyak alasan kamu untuk mempertahankan semua ini. Yang terutama adalah anak-anakmu !"

" Aku bisa mbak ,menutup telingaku ketika tetangga mengolok-olok tentang kehamilanku. Aku bisa bertahan ketika Ibunya Bang Dadang membenciku karena aduan dari anaknya itu. Tapi kalau Bang Dadang sendiri, menekan mental ku. Kemana aku harus mengadu, bersandar dan mencurahkan segala keluh kesah ku.."

Mata Salma nampak berkaca-kaca. Beban Siti memang tak mampu dia baca, Karena dia tak pernah diposisi Yang dialami Siti sekarang !

"Setiap rumah tangga itu . Ada masalahnya masing-masing . Ada yang diuji dari iparnya, dari mertua, dari ekonomi, dan juga dari anak. Sekarang kamu memang jadi gunjingan. Menurutmu Ya ! Tapi lihatlah 10 tahun ke depan Ti. Anak-anakmu akan tumbuh besar, Lelahnya kamu akan berganti senyuman. Apalagi ketika kesuksesan diraih Rama dan adik-adiknya nanti ! yang meremehkan mu akan mengingat semua perkataan mereka sebagai suatu yang paling jahat , daripada kejahatan mereka yang lain..."

Tangis Siti mulai mereda. Sedangkan Salma menatapnya penuh kehangatan " Yang paling menyakitkan setelah pernikahan Adalah pertanyaan Kapan Punya Momongan ? Bersyukurlah kamu nggak melalui fase itu.."

Siti menunduk , Meski hanya menunggu selama 5 bulan Saja. Siti pernah juga merasakan Itu. Tapi melihat kearah Salma , Dia tidak bisa bayangkan betapa pertanyaan itu, membuat luka yang entah telah berapa banyak.

"Orang akan memperdebatkan banyak hal yang terjadi dari Rumah tangganya. Sementara mbak dan suami mbak. Hanya memperdebatkan tentang siapa yang Mandul, Siapa yang bermasalah, Siapa yang mewarisi produk gagal ini ! Bertahun -tahun Ti. Jujur, mba menaruh kecurigaan besar pada suami kalau dialah yang tak subur, Tapi ketika mbak berpikir ulang mungkin bang Juanda juga mempunyai kecurigaan yang sama.. Dan akhirnya kita berada dititik pasrah menyerahkan semuanya , pada pemilik yang berkuasa atas segala sesuatu. Kami pernah bercerai , Tapi pemikiran tentang bagaimana jika pasangan kami nantinya punya anak dengan orang lain. Membuat kami lebih legowo dan memahami arti kebersamaan kami.."

Siti masih menangis, Apalagi curhatan Salma yang kini berusaha membuatnya lebih banyak bersyukur. Mungkin tuhan tengah mempersiapkan jalan lurus dan mulus , ketika hambatan ini berhasil Ia lalui.

" Mandi gih ! Udah siang ini ? kamu harus bisa jaga hati kamu sendiri. Ketika Suami bahkan memperlakukanmu dengan tak punya hati.."

Siti menyeka air matanya, ucapan terima kasih yang Ia utarakan disambut anggukan oleh Salma.

Beban itu memang tak nampak berkurang, namun Siti meyakini . Jika ada anak yang harus dia perjuangkan. Tentang bagaimana biduk rumah tangganya nanti bermuara, dia serahkan pada Takdir.

Kepalanya masih terasa berat , namun Dia masih berusaha melakukan yang disarankan Salma, sekali lagi dia masih beruntung karena ada orang yang benar-benar perduli. Meski tak ada hubungan darah diantara mereka ..

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!