Dadang mengamati Siti yang nampak Asyik dengan Gawainya, dilihatnya cucian Baju, maupun piring nampak tak tersentuh meski hari telah menjelang siang, Dio dan Rama tak terlihat sedangkan Bara asyik main dengan anak-anak Tetangga. Seharusnya Siti melakukan tugasnya terlebih dahulu. Bukannya malah santai dengan benda pipih itu.
" Hp terossss....! aku nggak akan nyuci. Silahkan cuci sendiri, Sudah capek kerja pulang malah dikasih kerjaan lagi. Sebenarnya guna kamu sebagai istri itu apa ?" Dadang emosi, niatnya pulang ke rumah mau istirahat, tapi malah disuguhi pemandangan yang membuat matanya sakit.
" Jangan mulai lagi deh Bang !" Siti menyahut acuh, masih terus fokus ke handphonenya.
" Kamu itu kalau dikasih tahu malah ngeyel, kalau tuh Hp bisa bikin kamu bayar pembantu sih enak ? ini malah bikin suami ngerasa kayak Babu..! "
Siti melempar Hpnya ke sembarang Arah . Matanya kini menatap nyalang ke arah Dadang "ohh jadi aku disini babu kamu?? Bukan istrimu !" Siti yang berusaha mati-matian mengendalikan emosinya akhirnya terpancing juga. "Kamu tuh Bang bisa nggak sih kalau nggak usah gunakan lidahmu untuk julid ke istri sendiri. kalau kamu merasa terganggu ya sudah bereskan semuanya, jangan cuma bisa ngomel. Emangnya dengan kamu ngomel itu cucian beres sendiri? "
" Dih ogah . Enak aja kamu nyuruh-nyuruh..." Balas Dadang cepat
" Ya udah jangan dilihat, apalagi ngomel nggak jelas . Kalau nggak bisa bantu seenggaknya jangan tambah beban ku dengan Omelan yang nggak habis-habis. Toh aku juga lagi cari uang buat jajan anak Ki. Ta !!!!" Siti menekan nada suaranya ketika mengucapkan Anak kita.
"mulutmu itu ya Ti. makin hari makin nggak ada hormatnya sama aku. aku ini suamimu.. kamu mesti hormat. Lagian dapet uang recehan aja bangga. sampai harga diriku diinjak-injak..." Dadang Berang, Siti memang harus tahu batasannya sebagai seorang istri.
"Harga diri apa yang kamu maksud Bang ? kalau Abang punya harga diri harusnya Abang penuhi tanggung jawab Abang. Bukan cuma tangung jawab kebutuhan batin tapi juga kebutuhan lahir. Nafsu syahwat digede'in , Nafsu menafkahi Nol. Giliran Istri hamil bukannya jadi partner yang baik malah jadiin istri sebagai Babu.. Situ waras.." Siti masih duduk dengan tenang, namun air matanya entah sejak kapan mengalir di pipinya yang pucat.
Dadang nampak semakin Murka, " Jadi kamu nggak ikhlas melayani aku di atas ranjang ?, Kamu mau aku cari pelampiasan di luaran sana begitu ?"
Siti menggeleng tak mengerti, dari sekian banyak ucapan yang dilontarkannya kenapa hanya soal itu yang Dadang bahas. Kenapa seolah lelaki itu selalu benar dan Siti selalu salah.
" Emang Ada perempuan yang mau sama lelaki kayak kamu. Kalau memang ada aku ikhlas Bang. Daripada makan hati setiap hari. Yang ada dipikiran kamu cuma s*l*ngka**an. tanpa mau mikirin gimana anak-anak yang lahir dari benih mu masa depannya akan seperti apa?"
" Kamu nantangin aku ? Kamu pikir aku nggak bisa cari perempuan diluar sana. Soal anak-anak apa kamu pikir aku nggak berusaha. Aku kerja tiap hari untuk mereka. Toh uangnya selalu aku kasih ke kamu. Ya pintar-pintar kamu lah untuk mengaturnya.."
Dadang nampak memelankan intonasi suaranya yang sedari tadi tinggi. Entah dia memikirkan ucapan Siti atau merasa Lelah.
" Ok mulai hari ini kamu aja yang ngatur uangnya. Aku udah capek dengan segala pekerjaan rumah, dan nggak mau lagi capek pikiran karena harus membagi uang yang tak seberapa itu..!" Siti beranjak dan menuju ke kamar mandi untuk mencuci baju. Sakit kepala yang sedari tadi membuatnya hanya bisa duduk dan rebahan seolah langsung sembuh karena ucapan Dadang.
******
Hari sudah Ashar dan Dadang masih belum pulang juga. Siti menunggu dengan gelisah, Apakah Dadang benar-benar kehilangan Nalurinya sebagai seorang Ayah? bukankah siang tadi Dia melihat sendiri jika tak tersedia bahan apapun untuk lauk anak-anak mereka makan. Sebagai buruh Tani Dadang memang digaji perhari, karena memang begitulah sistem di desa ini. Buruh akan dibayar sebelum titik peluhnya kering.
Makanya Siti yakin jika saat suaminya itu pulang tadi Uang hasil kerjanya pasti telah dikantongi Dadang.
" Beli kecap sama Telor Bang ! Anak-anak belum makan.." Siti menyambut kedatangan Dadang dan langsung mengatakan keinginannya. Sebisa mungkin Dia menahan Ego demi anak-anaknya " dari tadi sudah pada kelaparan nunggu Abang..!!" Siti memang sebisa mungkin tak mau jika harus berhutang kewarung, karena menurutnya hutang adalah penyakit yang bisa tambah menggerogoti jika dibiasakan. Sedangkan Dadang sendiri sudah pusing karena hutang bank bulanan maupun mingguan. Kerasnya watak Dadang tak mampu dilawan, meski Siti telah melarang suaminya itu berhutang.
Tanpa menjawab ucapan Istrinya, Dadang segera menyuruh Rama untuk membeli apa yang tadi disebutkan Siti.
Terjadi banyak Drama ketika Siti menunggu Rama membeli telur. Karena Dio dan Bara telah merengek bahkan menangis kencang, karena memang sedari tadi mereka diminta sabar oleh Siti, Sedangkan untuk anak seusia Dio dan Bara mereka mana mengerti kata Nanti, jadilah keriuhan mewarnai sore mereka sekarang. Ditengah riuh dan repotnya Siti Dadang berinisiatif mengendong Bara, mencoba mengalihkan rasa lapar sang anak. Sebenarnya Anak Siti dan Dadang adalah tipe anak yang tak pemilih mereka akan memakan apapun yang disediakan sang ibu . Namun tetap saja jika hanya nasi putih mereka akan menolak.
Setelah selesai menggoreng telur dan menaruh nasi dimasing-masing piring, Siti segera memanggil ketiga anaknya untuk makan.
Dadang pun Kini menyuapi Bara , Ia tersenyum ketika melihat Anak-anaknya makan dengan lahap. Apalagi Si kecil Bara,Bocah gembul itu bisa menghabiskan satu piring nasi walau hanya berlauk kecap. Mungkin karena Bara telah disapih dan tak diberi susu formula, makanya nafsu makannya seolah tersalurkan pada nasi.
Jika Dadang seolah telah Lupa kejadian tadi Lain lagi dengan Siti, perkataan Dadang telah tertancap dihatinya, Dia memang bukan tipe orang yang mudah melupakan. Makanya dia sangat menjaga lidahnya, jika dia marah, Hal hal yang seharusnya sudah terkubur pun akan digalinya kembali. Dadang yang mempunyai sifat kebalikannya, hingga saat ini belum juga memahami sifat Siti yang sesungguhnya. Dadang bahkan Akan minta jatah dan akan marah jika tak dituruti. Tentunya setelah dia minta maaf.
Tapi bagi Siti permintaan maaf yang hanya formalitas tidakkah ubahnya semakin menabur garam di atas luka yang menganga.
Entah sampai kapan , Kehidupan seperti ini mereka lalui ?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
Dewi Payang
setuju sama Siti, emang hrs bs menjaga lidah, karena tdk semua bs menerima perkataan kita
2023-02-28
1
Dewi Payang
ngeri jg siti klo lagi marah
2023-02-28
1