Dadang dengan tergesa segera ke rumah Emak. Ketika tiba di sana. Emak, Bapak, Indra, Salsa serta Hesti dan anak-anaknya tampak sedang santai diruang keluarga. Ditemani dengan sepiring pisang goreng dan juga se teko kopi yang masih mengepulkan asap.
" Eh Dang. Ngopi dulu ? " Bapak menegur Dadang , yang datang tiba-tiba tanpa mengucapkan Salam.
" Sudah tadi Pak."
ingatan Dadang kembali ke cangkir kopi yang telah di banting nya tadi. Semoga tak ada anaknya yang terluka. Pikir Dadang seakan tersadar dengan kekeliruan tingkah lakunya.
" Siti semalam kesini ya Pak. " Dadang menatap Nurdin yang asyik mengunyah pisang goreng,
"Nggak Dang ! Kenapa ? Kamu memangnya kemana ? Sampai nggak tahu perjalanan Istrimu."
Jawaban Bapak membuat Dadang berpikir keras. Kalau bukan kesini ? Lalu Bapak yang mana, yang Sit istrinya maksud ?
" Kenapa kamu kayak orang bingung begitu Dang ? Ada masalah lagi sama Istrimu ?"
Pandangan semua orang kini tertuju pada Dadang . Karena pertanyaan Emak.
" Enggak Mak. " Dadang mencomot pisang didepannya memakannya dengan cepat . Kini Dia memilih menunduk, Agar tak diinterogasi oleh Lastri, ibunya.
Rasa canggung akan ucapan Emak berubah hangat karena celotehan Putri dan Raja, anak-anak Andri.
Nurdin menatap Dadang, entah kenapa Dia teringat akan Dio dan Bara.
" Dang ! kok kesini nggak ngajak istri dan anakmu ? Kan jarang-jarang bisa kumpul begini.."
Dadang gelagapan. Dia tidak menyangka jika Bapak akan menanyakan Siti dan juga anak-anaknya. " Tadi Dadang kebetulan lewat aja kesini Pak. Beli rokok. Soalnya di rumah Mbak Fatma lagi habis"
" Ohh . Bapak pikir kalian marahan lagi ,"
" Kok Bapak bisa mikir gitu ?"
" Habisnya Abang kan kalau lagi marahan datangnya kesini ya kan Pak.." Salsa menimpali , sambil meminta persetujuan Bapaknya. Nurdin hanya mengangguk sebagai tanda membenarkan, Sebab kini dia tengah fokus menyeruput kopinya.
" Oh pantes ! Emak selalu nggak suka sama Mbak Siti. ups...."
Hesti menutup mulutnya, memandang kearah Lastri sang ibu mertua. Dengan senyum tak enak Hesti melanjutkan " Maaf Mak. keceplosan Hhehe "
Lestri hanya diam, namun kesal yang coba ia sembunyikan masih terlihat jelas. Sementara itu Salsa tertawa kencang. Bagaimana bisa wibawa Hesti sebagai seorang guru harus jatuh karena salah ngomong alias keceplosan. Tingkah Salsa yang semakin terkikik geli membuat Andri reflek mencubit tangan adik perempuan satu-satunya itu.
Sejujurnya Andri juga ingin tertawa, namun ditahannya. Hesti sangat menyeramkan ketika sedang ngambek. Dia bukan tipe lelaki takut istri. Namun dia memang menilai jika Dadang. Abangnya itu tak bisa menjaga Marwah Siti sebagai istrinya. Bukankah Aib istri juga aib suami. Begitupun sebaliknya.
Dadang kini menunduk. Dia merasa Seolah tengah dihakimi . Terlebih tawa Salsa yang masih terdengar samar di telinganya.
Dadang memutuskan untuk menunggu di teras depan. Bagaimanapun Dia harus tahu dari sang Bapak, apakah istrinya berbohong atau tidak.
Baru saja dia duduk. Salsa juga telah duduk manis tepat di depannya. Kini mereka nampak berhadapan, Hanya meja kecil yang memisahkan kakak adik itu.
" Kenapa Bang ? Sepertinya Abang sangat Emosi saat kesini tadi ? "
Salsa menebak langsung pada intinya, karena memang Sedari Dadang datang gadis itu menaruh perhatian penuh pada ekspresi Abang sulungnya itu.
Dadang memandang Salsa dengan sebal " Kamu itu sukanya ikut campur urusan orang. Kerja yang bener sana, biar bisa banggain orang tua. Ngurangin dosa juga karena keseringan kepo urusan orang."
Salsa mencebik " Aku nggak akan ikut campur kalau nggak keterlaluan. Lagian Abang kalau sama Anak istri perhitungan banget. Mikirin gengsi segala padahal ini urusan perut, Sesuatu yang nggak bisa ditunda."
" Apa maksud kamu Sa ?" Dadang kini menatap Salsa ,meminta jawaban secepatnya.
" Aku denger sendiri kalau sore kemarin Mbak Siti minta Abang buat minta beras ke Emak , barang sekilo dua kilo. Nyatanya sampai pulang Abang bahkan cuek. seolah tak mendengar keluhan apapun dari istri Abang itu.."
Dadang sedikit tersentak. namun sebisa mungkin dia tak menampakkan wajah malunya " Mbak mu saja yang lebai Sa. Padahal masih ada loh beras di rumah. Buktinya dia sudah masak nasi tadi.."
" Beras itu Salsa yang nganterin Bang. Karena Salsa tahu. Gengsi dan malu Abang itu selalu salah tempat. Jika Abang nggak perduli dengan Mbak Siti. Seharusnya Abang pikirin anak-anak Abang.."
Dadang memandang tajam kearah Salsa " Jadi Emak sama Bapak tahu soal ini? "
" Bapak tahu. Tapi Emak enggak. Karena aku tahu Emak sebelas dua belas pikirannya sama Abang. Sama-sama benci Mbak Siti tapi masih perlu. Munafik !"
Nurdin datang dan dengan tenang duduk diantara kedua anaknya yang tengah berdebat itu.
" Kenapa lagi Dang ? Apa ucapan Emak tadi benar kalau kamu kesini karena bertengkar lagi sama Siti, istrimu ? "
" Iya Pak. Tapi sepertinya salah paham aja.." Dadang tak ingin memberi tahu Bapaknya, tentang kelakuannya terhadap Siti tadi.
" Oh syukurlah kalau begitu. Tapi , Bapak mau tanya ke kamu. Kemarin Salsa adikmu ini bilang jika di rumah mu kehabisan beras. Siti minta kamu ngomong sama Bapak atau Emak, Tapi malah adikmu ini yang inisiatif buat nganterin beras ke sana ! Apa naluri mu sebagai Ayah sudah nggak berfungsi Dang ? Bisa -bisanya mengabaikan hal mendesak seperti itu" Bapak memandang kearah Dadang. Belakangan ini entah kenapa Dadang selalu saja membuat emosinya terpancing.
Dadang menunduk lagi. Sepertinya urat lehernya harus diperiksa karena terlalu sering melihat kearah bawah. " Dadang malu Pak. Kan Bapak sendiri yang ajarkan tentang harga diri "
" Kamu jangan membuat penilaian yang salah dengan ajaran Bapak. Ini bukan lagi masalah harga dirimu Dang. Tapi masalah perut anak istrimu. Kalian beberapa hari ini membantu Bapak dan Emak. Sudah sepantasnya kalau kami , yang walaupun orang tua kandungmu ini, Memberikan reward akan kerja keras kalian. Toh orang lainpun kami beri sebagai tanda bersyukur akan panen kali ini. Apalagi kamu yang merupakan anak kami sendiri.." Nurdin memegang dadanya. Mencoba menetralkan amarah yang entah sejak kapan datangnya.
" Maaf Pak. Dadang bener-bener nggak mikir sampai kesitu.! Dadang malu sama Andri Pak. Masa Dadang bukannya kasih Bapak malah seolah kami selalu merongrong Bapak dan Emak dengan kesusahan keluarga kami. Apalagi Andri, Setiap mau pulang selalu memberi Emak uang sebagai pegangan. sedangkan aku, masa! Beras saja aku harus meminta bagian lebih dulu.."
Nurdin memandang Dadang dengan mata berkaca-kaca.
" Entah apa yang salah dengan didikan Bapak kepadamu Dang. Tapi mendengar ini Bapak merasa jika kamu tengah menyesal, Karena kamu tidak bisa memiliki penghasilan dan pekerjaan seperti Andri.. Percayalah Bapak dan Emak tidak pernah membeda-bedakan kalian..,"
Dadang menatap pria yang telah menghadirkannya ke dunia ini dengan haru . Sungguh dia tidak bermaksud berpikir kearah sana. Bagaimana bisa Bapak menyimpulkan sampai sejauh itu " Dadang minta maaf Pak. Dadang benar-benar tidak berniat mengungkit sesuatu yang telah berlalu. Dadang tidak pernah menyesali keputusan yang Dadang ambil waktu itu."
" Kalau begitu. Kenapa semangatmu untuk menjadi Petani sukses malah hilang Dang ? Kamu sendiri yang telah memilih seharusnya kamu selesaikan apa yang telah kamu mulai.."
Lagi-lagi Dadang hanya bisa menunduk, Kenapa malah Bapak menjebak dirinya dengan pertanyaan itu !
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
Dewi Payang
betul
2023-03-14
1
Dewi Payang
kapok si emak punya mantu ceplas ceplos😂
2023-03-14
1