Nurdin menatap Dadang yang masih betah menunduk. Entah apa yang salah dengan pikiran anaknya ini. Setahu Nurdin, Dadang adalah pribadi yang giat bekerja, tak pernah memperhitungkan tenaga yang telah dia keluarkan, namun kini sosok itu seakan telah hilang dan menjelma menjadi Dadang yang sangat malas.
" Sebenarnya apa yang menggangu pikiranmu Dang ? Selama pernikahanmu, kenapa semakin kesini sifat mu semakin tak karuan, bahkan emosi selalu kamu gunakan jika menyangkut tentang istrimu.."
Dadang menegakkan kepalanya, menatap mata Nurdin. " Siti berubah Pak. Dulu dia adalah Istri yang tak banyak menuntut. Rumah selalu rapih, anak-anak terurus dengan baik. Bahkan dia selalu melayaniku dengan baik "
Dadang menghembuskan nafas berat. Terbayang akan kelakuan Siti setelah lahirnya Bara, anak ketiga mereka.
" Jadi Istrimu sekarang pemalas Dang ? " Nurdin bertanya dengan tatapan fokus kearah Dadang.
" Iyah Pak. Kalau Dadang pulang dari kerja di kebun orang maupun kebun kita sendiri . Rumah selalu berantakan, cucian piring numpuk. Bahkan kopi yang biasanya sudah tersedia dimeja kini nggak lagi Pak. Aku merasa jika Siti telah gagal menjadi istri .." Dadang nampak berkeluh kesah. Sementara Salsa yang sedari tadi menyimak malah menunjukkan wajah muak. Bisa - bisanya Dadang mengadu soal seperti ini kepada Bapak. meski hanya mendengar versi Abangnya ,
Salsa sudah bisa menyimpulkan siapa yang salah disini. Daripada dia harus mendengar semua hal yang menurutnya aneh dari Dadang, Salsa memilih masuk ke kamarnya, ia yakin akan semakin banyak hal yang lebih memalukan lagi dari curhatan Abangnya itu.
Nurdin mematikan rokoknya yang bahkan masih nampak utuh. " Jadi kamu anggap Siti itu apa ? mesin pencetak anak dan baby sitter untuk anakmu ? atau pelayan yang harus melayanimu baik makan, minum dan urusan ranjang !!!"
Dadang memandang Bapaknya tak mengerti. Darimana pemikiran seperti itu bisa merasuki pensiunan PNS berusia 60 tahun itu.
" Jangan mengelak Dang. Kok pikiranmu bisa sepicik itu ? Kamu minta dilayani seperti Raja tapi kamu memperlakukan Istrimu seperti Babu. Begitu ?"
" Bukan begitu Pak. Seharusnya Siti bisa seperti Risma istrinya Hardi, wanita itu bisa ngurus ketiga anak dan sekaligus melayani suaminya dengan baik. Padahal kan Bapak tahu kalau dia bekerja.sedangkan Siti kan hanya ibu rumah tangga yang selalu berada di rumah, Apa coba kerjanya hingga kerjaan rumah nggak ada yang beres.."
Bapak mengangguk membenarkan ucapan Dadang. Risma memang Guru, meski honorer. Sedangkan Hardi merupakan staf pengawas dari sebuah PT sawit di daerah mereka tinggal.
" Ya Bapak tahu. Tapi kamu lihat nggak, kalau mereka punya baby sitter dan juga pembantu rumah tangga.. Sedang Siti istrimu ! Apa ?. Jangan mengukur sesuatu yang sudah terlihat tak sepadan pada awalnya Dang. Kalau kamu punya kemampuan seperti Hardi. Kerjaan mapan, gaji bulanan mengalir terus. Kamu bisa saja membandingkan Istrimu dengan istrinya. Sedang ini ! Apakah kamu sebanding dengan sosok Hardi ? jangan-jangan kamu juga menyesal menikahi Siti yang hanya lulusan SMA "
Dadang tersinggung . Nurdin , Bapaknya kini terang-terangan telah menghina status dan pekerjaannya. Bahkan menuduhnya menilai rendah status pendidikan Siti.
" Intinya Siti berubah Pak ? Tak seperti awal-awal menikah !"
" Anakmu sudah tiga Dang ? Otomatis pengeluaran kalian bertambah, kerepotan istrimu juga bertambah. Apalagi suaminya jenis seperti kamu ini. Bisanya komentar aja, ngebantuin kagak. Gimana nggak berubah Istrimu, Penghasilan kamu kan masih sama seperti dulu. Kan nggak seimbang, Masa cuma dia yang nambah kerjaan , tambah beban . tapi soal uang selalu mines. Gimana nggak stress jadi istrimu ..! "
Dadang masih kekeh pada pendiriannya. Baginya ini adalah kesalahan Siti yang tak becus sebagai Istri.
" Ini terakhir kali Bapak ingatkan ke kamu Dang. Kebutuhan kalian akan semakin besar jika anak ke empat kalian lahir nanti. Jadi berhentilah berpikir seperti bocah. Saatnya kamu pikirkan masa depan anak-anakmu.." Bapak menepuk bahu Dadang, Dan masuk kedalam rumah, memberi waktu pada Dadang sekali lagi, untuk memikirkan ucapannya.
Nurdin menemukan Lastri tengah duduk termenung di kursi tamu ketika dia masuk ke rumah . Bapak 5 anak itu memandang keluar dan ke wajah istrinya secara bergantian.
" Kamu nguping ?" Tanyanya heran karena ekspresi sang istri yang kini malah tampak datar. " Jangan bicara apapun dulu sama Dadang , ya Mak. Bapak nggak mau jika usaha Bapak menuntun anak kita kearah yang benar malah direcoki dengan komentar kamu sebagai ibunya. Biarkan dia dewasa, jangan biasakan anak membuka aib rumah tangganya "
" Bapak kok kesannya malah nyalahin Emak ? Iya. Emak nggak akan bicara apa-apa sama Dadang."
Lastri berlalu meninggalkan Nurdin yang menggeleng melihat kelakuan kekanakan istrinya itu.
Nurdin memandang lagi kearah teras, sosok Dadang rupanya telah pergi. Dari lima anaknya kenapa semua sifat yang kurang baik dari sosok Lastri malah menurun ke Dadang ? Semakin keras Nurdin berpikir , maka semakin banyak hal yang bahkan tak bisa dia bedakan dari sifat Dadang dan sang Ibu.
***
Siti tengah membungkus pesanan gamis konsumen beberapa hari yang lalu. Sedari tadi dia sudah berusaha mencari ojek yang mau mengantarkan paketnya ini ke alamat yang telah tertera, tentunya dengan ongkos yang telah Siti tentukan. Namun tetap saja tak ada yang berminat. Jika pun mau , mereka malah meminta ongkos yang lebih mahal. Di kampung ini memang belum ada warga yang berprofesi sebagai kurir, Karena itu kang ojek lah yang jadi andalan. Tapi jika lokasinya terlampau jauh maka kebanyakan ojek malah menolak karena berat di bensin.
Warga memang belum terlalu mengenal yang namanya belanja online. Makanya setiap kang paket dari kota sebelah datang, mata para tetangga akan mendelik penasaran. Bahkan ada yang sampai datang ke rumah saking keponya..
Siti hanya tersenyum saja jika ada ulah absurt dari tetangganya yang terlalu kepo.
Situasi ini malah dimanfaatkan Siti dengan promosi barang dagangannya. Sedikit demi sedikit memang beberapa warga memesan barang melalui Siti.
Siti kini semakin kebingungan, karena konsumennya dengan tak sabaran, selalu mengirimi pesan. Bertanya kapan pesanannya akan sampai karena acara mereka akan diadakan nanti malam. Dan rencananya baju itu akan langsung mereka kenakan.
Akhirnya dengan berat hati . Siti menyetujui perihal ongkos yang diinginkan oleh kang ojek. Karena baginya kepercayaan serta kepuasan pelanggan adalah yang utama. Tak masalah jika hari ini dia mendapat untung lebih kecil dari biasanya.
Setelah memastikan paketnya telah diantar, Siti segera meminta sang pemesan agar menunggu di teras rumah.
Siti kini melihat semua postingan jualan di sosial media miliknya. Dengan pasti ia segera menghapus satu persatu foto-foto itu. Jika dulu Dia akan meminta Dadang untuk mengantarkan paket yang agak jauh tapi kini, Memikirkan hubungannya yang semakin tak sehat .Rasanya akan mustahil semua bisa kembali seperti dulu.
Entahlah . Akan ia anggap apa kehamilannya ini ! Musibah atau anugerah ? ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
Dewi Payang
ceritanya serasa nyata ya kak
2023-03-14
1