Tawanan Raja Vampir
Aroma vanilla samar-samar tercium sampai pintu masuk. Aroma harum tersebut berasal dari cupcake berwarna merah yang baru ditata di dalam etalase kaca. Cupcake itu perlu diangin-anginkan supaya dingin, baru bisa dihias dengan cream cheese frosting yang terbuat dari cream cheese, unsalted butter, dan whipped cream bubuk. Tinggal kocok cream cheese dan unsalted butter hingga lembut, kemudian campurkan whipped cream bubuk serta air es, lalu mixer hingga mengembang dan kaku.
Selain red velvet cupcake, gadis cantik yang memilik rambut ikat berwarna menawan, yaitu kemerahan itu juga membuat cake lain untuk persediaan esok hari. Biasanya saat buka jam tujuh pagi, La Vie En Rosé, toko pastry miliknya akan langsung diserbu para pelanggan yang mencari menu breakfast sebelum bekerja.
Tengteng~
Tengteng~
Suara khas dari bunyi lonceng emas yang terpasang di atas pintu masuk La Vie En Rosé berhasil membuatnya mengalihkan tatapan. La Vie En Rosé sudah tutup semenjak setengah jam yang lalu, karyawan satu-satunya di tempat ini juga sudah pulang lima menit yang lalu. Lantas, siapa yang baru saja datang.
“Lucciane!”
Namanya dipanggil. Ia semakin penasaran, oleh karena itu ia segera berjalan ke arah etalase kaca yang memberinya akses lebih untuk melihat ke keseluruhan ruang utama La Vie En Rosé.
“Lana, ada apa?” tanyanya pada seorang gadis dengan potongan rambut pendek di atas bahu yang seharusnya sudah ada di rumah. Mengingat gadis itu pamit pulang lima menit yang lalu.
“Lucciane, kamu harus segera pergi dari sini.”
“Pergi? Tapi kenapa?”
“Madam Gie dalam perjalanan ke sini bersama orang-orang suruhannya.”
“Memangnya Madam Gie mau apa kesini?”
Lucciane, gadis cantik dengan surai merah keemasan yang berkilauan ketika tertimpa cahaya itu bergerak, keluar dari area yang dikelilingi oleh meja-meja kayu dan etalase kaca.
“Madam Gie menyuruh mereka untuk membunuhmu!”
Langkah kaki Lucciane langsung terhenti ketika berhasil melewati meja kayu multifungsi yang digunakan sebagai pintu penghubung. Madam Gie adalah ibu tirinya. Semenjak ayahnya meninggal satu tahun yang lalu, Lucciane sudah tidak tinggal di rumah peninggalan orang tuanya. Semua harta peninggalan orang tuanya sudah diklaim oleh Madam Gie dan putrinya, Gwen. Hanya tersisa La Vie En Rosé yang menjadi harta peninggalan atas nama Lucciane.
Madam Gie dulunya adalah mistress—wanita simpanan—sang ayah. Dari hasil hubungan gelap tersebut lahir lah Gwen yang terpaut usia satu tahun lebih tua dari Lucciane. Ketika ibu Lucciane meninggal saat Lucciane baru menginjak tujuh tahun, ayahnya membawa pulang Madam Gie dan Gwen. Secara otomatis Madam Gie kemudian menjadi nyonya besar di kediaman Chef Gustaff. Chef tersohor, penerima penghargaan Michellin Star Chef, penghargaan bergengsi yang diberikan untuk masakan luar biasa. Gelar Michellin Star diberikan dengan memperhitungkan kualitas bahan, harmoni rasa, penguasaan teknik, kepribadian koki seperti yang tergambar dalam masakannya, dan konsistensi dari waktu ke waktu di seluruh menu.
“Pergi, Anne. Lari lah sejauh mungkin, selagi aku menghadang mereka.”
“Tapi, Lana….”
“Pergi!” seru Lana seraya mendorong Lucciane ke arah pintu keluar jalan belakang. Dari dalam La Vie En Rosé, mereka bisa melihat sebuah kendaraan roda empat baru saja berhenti di depan sana. “Cepat pergi, Anne. Mereka datang!”
“Lalu bagaimana denganmu, Lana?”
“Jangan cemaskan aku, Anne. Aku sudah menghubungi Thomas, dia akan segera datang bersama polisi.” Lana berkata seraya terus mengamati area luar La Vie En Rosé. Para penumpang kendaraan roda empat itu sudah turun. Mereka berdua, lebih tepatnya bertiga dengan satu pria berkepala plontos yang baru keluar dari kursi penumpang. “Pergilah, Anne. Kamu harus hidup!” pungkas Lana sebelum mendorong Lucciane agar keluar lewat pintu belakang. “Lari lah yang jauh ke arah barat, Anne. Di sana ada hutan kegelapan yang sangat berbahaya. Namun, jika kamu berhasil bertahan hidup dan keluar dari sana, kamu akan menemukan desa di tepi sungai.”
Lucciane mengangguk dan segera berdiri tegak. “Jaga dirimu baik-baik, Lana.”
“Kau juga, Anne. Kita harus segera bertemu kembali.”
Setelah berkata demikian, Lana menutup pintu dari dalam. Membiarkan Lucciane sendiri, menatap pintu belakang La Vie En Rosé dengan nanar. Ibu tirinya kali ini benar-benar sudah kelewat batas. Namun, ia tidak bisa melakukan apa-apa selain berlari sejauh mungkin untuk menyelamatkan diri. Ia tidak punya kekuatan untuk melawan kejahatan Madam Gie dan Gwen. Seperti tidak ada puasnya, sekarang mereka berniat membunuh Lucciane demi mendapatkan La Vie En Rosé. Satu-satunya harta yang Lucciane miliki.
“Berhenti berlari, sial*n!”
Lucciane yang tengah berlari memasuki hutan langsung tersentak kaget. Lokasi La Vie En Rosé memang berada di pinggir kota yang dekat dengan area hutan. Alhasil jalan yang bisa Lucciane ambil untuk melarikan diri adalah hutan kegelapan. Hutan yang dihuni oleh berbagai spesies tumbuhan langka dan hewan liar.
Hutan kegelapan sangat gelap seperti namanya. Hanya ada remang-remang cahaya rembulan yang berhasil menembus rimbunnya pepohonan. Selain pohon yang rimbun dan menjulang tinggi, konon hutan ini juga dihuni oleh berbagai tumbuhan langka serta hewan buas. Karena masih belum terjamah manusia, hutan kegelapan benar-benar mencerminkan gambaran tentang mitos yang selama ini berkembang. Gelap, dingin, dan mematikan. Jarang ada orang yang bisa kembali dengan selamat setelah masuk ke hutan kegelapan.
“Berhenti di sana, gadis kecil!”
Suara orang-orang suruhan Madam Gie kembali terdengar. Kali ini terasa lebih dekat. Alhasil Lucciane sebisa mungkin mempercepat langkahnya yang sudah terseok-seok. Alas kakinya bahkan sudah terlepas semenjak ia berlari memasuki hutan.
“LUCCIANE, BERHENTI BERLARI!”
Para pembunuh bayaran itu bahkan tahu namanya. Lucciane semakin diserang ketakutan. Ia juga mulai putus asa karena semakin jauh ia masuk ke dalam hutan kegelapan, semakin dipertanyakan nasibnya. Jika tidak mati di tangan pembunuh bayaran yang diperintahkan Madam Gie, kemungkinan besar Lucciane akan mati diterkam oleh hewan buas.
“Berhenti atau kami tembak.”
Lucciane tak menggubris. Ia tetap berlari dengan tenaga yang tersisa. Melewati rerumputan dan ilalang yang tumbuh subur, menutupi setiap jengkal tanah yang ada di hutan kegelapan. Namun, tiba-tiba terdengar suara tembakan dari arah belakang. Tubuh Lucciane langsung bergetar hebat, ketakutan. Kakinya juga sudah terasa sangat sakit ketika digunakan untuk berlari.
Apa ini akhir dari hidup Lucciane? Mati di tangan para pembunuh bayaran Madam Gie.
Padahal Lucciane sudah memberikan semuanya pada mereka. Sekarang kenapa mereka tetap mengincar nyawanya?
Walaupun sudah merasa putus asa, Lucciane tetap berusaha. Ia tetap berlari dengan langkah yang terseok-seok. Suara langkah cepat yang terdengar jelas di tengah kesunyian malam dari arah belakang menjadi alasan kenapa ia tetap berusaha. Lucciane punya mimpi yang belum terwujud. Oleh karena itu, ia harus tetap hidup.
Pandangannya kemudian menangkap sesuatu yang menjulang tinggi dalam radius beberapa puluh meter. Di antara rimbunnya pohon dengan daun yang lebat, ia melihat sebuah gerbang yang kokoh dan menjulang tinggi. Harapan tercipta seketika. Lucciane bisa meminta tolong pada mereka yang tinggal di sana.
“BERHENTI ATAU KAMI TEMBAK!”
Lucciane tetap berlari, walaupun kakinya sudah mulai mati rasa. Kristal bening sudah meleleh di sudut-sudut matanya.
“God, tolong lindungi aku,” pintanya penuh harap.
Tak berselang lama, suara letupan senjata api kembali terdengar. Kali ini bukan sekali, namun berkali-kali.
🦋🦋🦋
TBC
Note : Kesamaan nama/tempat di dalam bukan cerita adalah ketidakseimbangan. Cerita murni karya Author, bukan jiplakan.
Semoga suka karya baru Author tema Fantasi 🖤
Jangan lupa rate bintang 5 🌟 like, vote, komentar, follow Author, share, tabur bunga sekebon dan tonton iklan sampai selesai 😘
Tanggerang 06-12-23
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Luzi
kyknya bagus,,mampir ya thor
2024-02-03
2
1vhy
ayo mampir juga Thor
2024-01-24
1
Triepuji
aku mampir kaka
2023-11-16
1