“Kemana His Lord pergi sepagi itu?”
Pertanyaan itu sebenarnya tidak ada gunanya, karena sekarang Sebastian yang bisa saja memberikan jawaban sudah tidak ada.
Lucciane harus menelan pil pahit saat mengetahui jika Luccane sudah pergi semenjak pagi-pagi buta. Entah kemana pria itu pergi, yang pasti ada sangkut-pautnya dengan urusan pekerjaan. Karena tidak berhasil mengucapkan terima kasih secara langsung, Lucciane memilih untuk menghabiskan waktunya di dapur bersama La’ti dan Marry.
Semenjak tinggal di Luccane The Palace, salah satu tempat yang membuatnya betah tinggal lama-lama adalah dapur. Rungan tempat Marry berkuasa itu sangat luas dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas memasak yang memadai. Hanya saja, tidak terdapat fasilitas memasak modern seperti kepunyaan Lucciane di La Vie En Rosé. Kendati demikian, kekurangan tersebut tak lantas menghalangi Lucciane untuk menyalurkan hobby baking nya di area territorial milik Marry.
“Apa ada kudapan manis yang ingin kalian makan? aku akan membuatnya.”
La’ti yang sedang menyediakan beberapa jenis tepung tampak terdiam. Sedangkan Marry yang baru saja mengeluarkan satu bar besar dark chocolate juga terdiam. Walaupun baru tinggal dua hari, mereka sudah akrab dengan Lucciane. Seolah-olah telah saling mengenal dalam jangka waktu yang cukup lama.
“Kalian tidak ada masukan? Atau mungkin rekomendasi?”
La’ti menjawab terlebih dahulu dengan gelengan kepala. “Kami hanya makan kudapan manis seadanya, Lady.”
“Begitu kah?”
“Iya. Lagipula Marry di sini lebih sering membuat makanan asin.”
Mendengar namanya dibawa-bawa, Marry tentu saja segera merespon. “Benar, Lady.” Ia berjalan mendekati Lucciane yang sedang membolak-balikkan buku resep milik Marry. “Buat saja kudapan yang ingin Lady buat. Kami akan membantu proses pembuatannya sampai selesai.”
“Baiklah,” ujar Lucciane seraya tersenyum hangat. “Apa di sini ada persediaan Kirschwasser cherry brandy?”
Kirschwasser cherry brandy yang dimaksud oleh Lucciane adalah cherry brandy yang terbuat dari cherry yang direndam dalam Kirschwasser, schnapps ceri jernih khas daerah Schwarzwälder, Jerman.
“Saya punya satu botol jam berukuran kecil cherry brandy di gudang penyimpanan,” jawab Marry. “Lady membutuhkan itu?”
Lucciane mengangguk seraya menutup buku resep yang barusan ia baca-baca. “Aku ingin membuat black forest.”
Tinggal di Luccane The Palace yang terisolir dari gemerlap dunia modern sebenarnya agak menimbulkan rasa bosan bagi Lucciane yang biasa sibuk. Ia terbiasa dengan hiruk-pikuk orang sibuk yang jauh-jauh datang untuk menghabiskan waktu istirahat di La Vie En Rosé. Biasanya para pelanggan tetap akan datang dan menikmati waktu istirahat yang singkat mereka dengan segelas teh atau kopi. Ditemani oleh kudapan-kudapan manis berbagai varian rasa.
Semenjak tinggal di Luccane The Palace, jangkauan tempat yang bisa Lucciane datangi cukup terbatas. Sedangkan untuk berkeliling, Lucciane butuh waktu satu harian untuk mengelilingi semua bagian-bagian penting di Luccane The Palace. Mengingat tempat yang megah nan mewah itu sangatlah luas.
“Chocolate cake nya sudah siap, tinggal dioles krim segar, cherry brandy, serta air dari cherry brandy.”
Tak butuh waktu lama bagi Lucciane untuk membuat black forest. Cake popular asal Negara Jerman itu diberi nama “black forest” yang diambil dari tempat penghasil Cherry Brandy. Oleh karena itu, di Negara asalnya, jika tidak menggunakan dark cherry, Cherry brandy, serta whipcream tidak boleh disebut black forest. Bukan hanya sekedar cake coklat yang diberi ceri.
Jika cherry brandy atau rhum diganti pun, maka tidak bisa lagi disebut black forest. Memang Kirschwasser cherry brandy paling match untuk cake ini, namun bisa diganti juga dengan rhum atau esens rum, tetapi after taste nya akan berbeda.
“Lady pintar sekali membuat cake,” puji La’ti. Ia telah mencicipi.
“Benar. Walaupun tidak menggunakan takaran yang sebenarnya, semua terasa sangat pas.” Marry ikut menyahuti.
Mereka takjub melihat bagaimana cara Lucciane baking. Ternyata selain cantik, Lucciane juga sangat tekun dan ulet ketika baking. Alhasil ia tidak menghabiskan banyak ruang, karena ia bekerja dengan hati-hati, rapih dan bersih.
Walaupun pada awalnya Lucciane sempat merasa kewalahan karena harus menggunakan cara konvensional untuk baking kali ini. Untung saja ada La’ti dan Marry yang siap membantu.
“Makan yang banyak. Aku membuat cukup untuk semua orang,” kata Lucciane seraya memisahkan dua mini black forest buatannya pada sebuah piring porselen kecil yang berhiaskan bunga lily of the valey. Bunga cantik yang muncul pada pernikahan Lady Diana.
Selain mini black forest, Lucciane juga membuat kudapan lain dalam jumah banyak. Sehingga cukup untuk semua orang. Ia juga sudah memisahkan bagian untuk Sebastian dan tentu saja Luccane. Lucciane harap ketika matahari telah terbenam lagi, ia sudah mengucapkan ucapan terima kasih nya pada Luccane. Oleh karena itu, ia membuat kudapan manis sebagai buah tangan.
Lucciane dengar dari La’ti, jika sudah lewat jam makan malam, Luccane sudah tidak punya waktu untuk bicara dengan orang lain. Pria itu akan berada di ruang kerjanya sepanjang malam, baru akan kembali ke ruang pribadinya untuk beristirahat pada dini hari. Jadi, Lucciane harus bisa mengatur waktu hanya untuk sekedar mengucapkan “terima kasih” pada pria rupawan pemilik iris abu-abu tersebut.
“Kemana dua maid yang lain? kenapa aku jarang melihat mereka?”
“Ah, meraka ada di ruang istirahat,” sahut La’ti yang sore itu menemani Lucciane jalan-jalan sore. Kali ini mengelilingi mini garden yang ada di dekat istal kuda.
“Apa mereka tidak nyaman dengan kehadiranku?” selain La’ti dan Marry, ditambah Sebastian, para penghuni Luccane The Palace yang lain memang berkesan membatasi diri dari Lucciane. Termasuk dua maid yang hingga detik ini belum pernah Lucciane lihat lagi, selain pada pagi pertamanya tinggal di sini.
Lucciane takut jika kehadirannya membuat orang lain tidak nyaman. Apalagi ia diperlakukan like a princess di sini, padahal ia hanya akan tinggal sementara. Mungkin sampai masalah dengan Madam Gie sedikit mereda.
“Tidak, Lady. Mereka memang lebih banyak berkeliaran di malam hari.”
Lucciane menautkan kening mendengar penuturan La’ti. “Maksudnya?”
Menyadari kebingungan Lucciane, La’ti tersenyum tipis seraya membuka pagar penghubung dari kayu yang ditumbuhi tanaman rambat Ivy. Mempersilahkan sang Lady untuk jalan terlebih dahulu. “Pada siang hari mereka punya pekerjaan di bagian lain, bukan di bangunan utama. Ketika malam tiba, baru mereka akan bekerja di kediaman utama.”
Lucciane manggut-manggut mendengarnya. Ketika kembali melanjutkan perjalanan, mereka tidak sengaja bertemu dengan Sebastian di istal kuda. Pria itu sedang bersiap dengan seekor kuda gagah berwarna hitam.
“Kau sudah kembali, Sebastian?” tanya Lucciane, menyapa.
“Yes, My Lady,” jawab Sebastian. “Ada yang Anda butuhkan dari saya?”
“Di mana Luccane?” tanya Lucciane to the point. “Dia belum kembali?” Lucciane mendekat pada Sebastian yang sedang memasang pelana kuda.
“My Lord tidak akan kembali. Ada pekerjaan di London yang mengharuskan My Lord tinggal untuk beberapa malam di sana.”
“Begitu kah,” lirih Lucciane.
“Yes, My Lady.” Sekali lagi, Sebastian menjawab dengan nada dan irama sama ketika ia menjawab ucapan sang Lord. “Apa ada yang bisa saya sampaikan pada My Lord.”
Lucciane menggelengkan kepala seraya tersenyum tipis. “Tadi aku membuat beberapa kudapan manis. Aku harap bisa membaginya pada kau dan His Lord.”
Sebastian tersenyum tipis. Sangat tipis. Bahkan Lucciane pun sampai tak menyadarinya. Sepersekian detik berikutnya, ia mengutarakan satu fakta yang membuat Lucciane kembali merenggut kecewa.
“Maafkan saya jika membuat Anda kecewa, tetapi My Lord tidak suka makanan manis, beautiful Lady.”
🦋🦋🦋
Luccane tidak suka makanan manis. Oke, Lucciane pasti akan mencatat itu baik-baik dalam ingatannya. Namun, tetap saja ada seberkas rasa kecewa ketika menyadari usahanya kali ini kembali sia-sia. Ia gagal lagi berterima kasih. Memang salahnya juga tidak bertanya terlebih dahulu, apa Luccane akan suka dengan kudapan manis atau tidak.
Guna menghibur dirinya sendiri, sore itu kala jingga mulai terlihat di cakrawala, Lucciane memutuskan untuk jalan-jalan seorang diri. Kali ini ia kembali mengunjungi kebun apel yang menjadi tempat paling favorit baginya di Luccane The Palace. Selain hening dan sepi, di sana juga indah dan menyenangkan. Setidaknya Lucciane merasa bebas untuk menyegarkan pandangan.
“Ada apa dengan kakimu, mahluk kecil?” lirih Lucciane saat ia tidak sengaja melintasi pohon apel paling besar di dekat tembok pembatas. Walaupun pohon apel itu besar, namun tidak ada satu pun buah yang menghiasi. “Kakimu terluka?”
Lucciane berjalan mendekat dengan perlahan. Ternyata segumpal bulu berwarna merah yang ia lihat dari kejauhan adalah seekor rubah merah yang kakinya terluka. Karena tidak mendapati perlawanan yang berarti, Lucciane pun dengan hati-hati membawa mahluk mungil itu ke dalam dekapan. Ia kasihan melihatnya tidak berdaya karena terluka.
“Aku akan merawat kamu. Bertahanlah,” ucapnya seraya beranjak meninggalkan pohon apel tersebut dengan rubah merah yang terluka tadi dalam dekapan.
🦋🦋🦋
Semoga suka 🖤
Jangan lupa rate bintang 5 🌟 like, vote, komentar, follow Author, share, tabur bunga sekebon dan tonton iklan sampai selesai 😘
Tanggerang 25-12-23
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Sergiy Karasyuk Lucy S.K.L.
Speechless.. keren,, so smart Thor 😎
2023-04-04
1
Bagus, Thor 🔥
2023-01-30
1
Cegilnya Matthias
Daily updat Thor 🔥
2023-01-29
2