“Duduk dan makan lah.”
Itu adalah perintah. Dan Luccane tidak suka dibantah.
Pagi itu setelah perang dingin yang terjadi hampir satu minggu, akhirnya Lucciane mau menampakkan muka di ruang makan. Ia tampil cantik menggunakan vintage dress warna merah muda dengan motif ruffles di bagian bawah rok serta bagian ujung lengan yang panjangnya ¼. Tampilannya dipermanis dengan hiasan pita berukuran sedang di bagian belakang kepala. Terjepit di antara helai surai merahnya.
Lucciane menghabiskan sarapan paginya dengan tenang tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Menu yang dimasak Marry untuk sarapan pagi adalah Yorkshire pudding. Awalnya Marry sempat menawarkan menu lain, yaitu pie and mash serta lamb sandwich untuk sarapan. Namun, Lucciane menolak dengan halus. Salah satu makanan tersebut mengandung daging domba cincang yang berada di antara sayuran, keju dan telur puyuh. Lucciane punya alergi terhadap daging domba.
Lucciane lebih memilih sarapan dengan Yorkshire pudding. Makanan itu terbuat dari telor, tepung dan susu yang kemudian disajikan dengan bawang Bombay, daging sapi, saus, beberapa jenis sayuran seperti wortel, brokoli, asparagus, dan kentang. Yorkshire pudding bukanlah pudding pada umumnya, orang Inggris biasa menyebut Yorkshire pudding dengan nama Sunday roast karena umum dihidangkan pada hari minggu seperti saat ini. Pudding ini sendiri berasal dari wilayah Yorkshire, Inggris.
“Terima kasih, makannya enak,” ucap Lucciane setelah berhasil menghabiskan sarapannya. Walaupun sebenarnya ia masih enggan berinteraksi dengan para penghuni Luccane The Palace, terutama Luccane.
“Mulai besok Anda tidak perlu repot-repot makan makanan yang tidak Anda sukai,” lanjutnya dengan pandangan tertuju pada Luccane. “Saya bisa mengurus diri saya sendiri.”
“Beautiful Lady, tolong jaga sikap Anda,” sela Sebastian yang setia berdiri di samping sang Lord.
“Aku sudah berusaha menjaga sikap, Sebastian,” sahut Lucciane. “Maaf jika kata-kata ku barusan masih bisa dikategorikan keterlaluan.”
Sebastian baru hendak menjawab lagi, namun sang Lord tiba-tiba mengangkat tangan.
“Kau keberatan makan bersamaku di ruangan ini, little Lady?”
“Seharusnya pertanyaan itu diajukan untuk Anda,” respon Lucciane, tidak ada takut-takutnya. “Saya malah merasa Anda terlalu memaksakan diri untuk menikmati apa yang sebenarnya tidak dapat Anda nikmati.”
Sebastian, La’ti, serta Marry yang sejak tadi pasang telinga tentu saja mulai punya opini masing-masing soal sikap Lucciane pagi itu. Walaupun baru tinggal sekitar dua minggu di Luccane The Palace, ternyata keberanian Lucciane telah kembali dengan pesat. Buktinya sekarang gadis pemilik mata biru itu berani berkata tanpa ragu pada sang Lord.
“Kalian pergi lah,” titah Luccane.
Dengan segera Sebastian, La’ti dan Marry undur diri. Meninggalkan ruang makan tersebut. Menyisakan Lucciane dan Luccane yang duduk berhadapan. Ada jarang beberapa meter yang terbentang di antara mereka.
“Katakan, apa maumu?”
Luccane bertanya seraya melipat tangan di depan dada. Tatapannya lurus, terkunci pada Lucciane seorang.
“Aku … hanya ingin lebih banyak menghabiskan waktu sendiri,” jawab Lucciane. Kali ini ia memilih menunduk, guna menghindari tatapan pupil abu-abu kebiruan itu.
Lucciane … sebenarnya selalu takut saat pupil mata itu menatapnya intens.
“Kau tinggal di Luccane The Palace, namun ingin hidup terasing?”
“Ya.”
Luccane menaikkan satu alis tebalnya. “Keinginan itu mustahil untuk dikabulkan.”
“Why not?” Lucciane mendongkrak, menatap lawan bicaranya yang masih tampak duduk dengan ekspresi datar. “Aku hanya … tidak ingin terlalu dekat dengan kalian. Lagipula, aku juga akan segera meninggalkan Luccane The Palace.”
“Kau pikir bisa pergi dari sini setelah aku menandai mu?”
Refleks, Lucciane langsung menyentuh lehernya. Lebih tepat pada area perpotongan antara bahu dan leher. Mendengar kata ‘menandai’ membuat ia ingat akan peristiwa dimana ia mengetahui identitas asli Luccane sebagai vampire.
“Aku tidak akan mengatakan apapun soal identitas kamu,” ucapnya penuh keyakinan. “Kamu bisa memegang kata-kataku.”
Luccane menyeringai kecil dari tempatnya duduk. “Ini bukan soal percaya atau tidak,” kata Luccane seraya beranjak.
Pria rupawan pemilik mata abu-abu kebiruan itu tampak gagah seperti biasa. Setelan kerja melekat di tubuh atletisnya. Luccane memang selalu menggunakan pakaian tertutup—lebih tepatnya pakaian formal, namun itu tidak menutupi lekuk tubuh atletisnya yang pasti menjadi incaran banyak kaum hawa di luar sana.
“Tapi, soal kamu.”
“Kenapa denganku?” Lucciane balik tanya. “Aku berjanji tidak akan mengungkapkan identitas kamu. Keberadaan Luccane The Palace, atau pun identitas semua penghuni Luccane The Palace yang kemungkinan besar adalah mahluk penghisap darah.”
“Hm, alright.” Langkah Luccane semakin mendekat, sedangkan Lucciane mulai berdebar di tempatnya duduk. “Kata-kata itu mungkin bisa dipercaya. Namun, ini tentang keengganan melepaskan rusa malang yang telah masuk ke sarang Panthera leo.”
Oke, Luccane sedang memainkan kiasan dengan Lucciane. Namun, Lucciane tidak suka dengan kiasan tersebut. Apa itu rusa malang? Luccane menyamakannya dengan seekor rusa yang malang? Lalu Panther leo alias singa? Siapa yang pria itu maksud sebagai Panthera leo? Dirinya sendiri?
“Apakah Panthera leo akan melepaskan rusa malang yang datang sendiri ke sarangnya?”
“Tentu saja tidak,” gumam Lucciane. “Jika singa itu normal, ia berarti akan langsung memangsa rusa malang itu.”
Luccane menyeringai lagi. “Kau sudah tahu jawabannya.”
Lucciane menatap Luccane dengan alis bertaut. Apa Luccane bisa mendengar gumaman nya?
“Listen, little lady. Kau sudah aku tandai. Itu berarti sekarang kau adalah bagian dari kami.”
“Tidak!” tolak Lucciane mentah-mentah. “Aku harus kembali untuk merebut … La Vie En Rosé.”
Luccane telah sampai di samping Lucciane. Dengan mudah ia kemudian menarik kursi yang Lucciane duduki agar menghadap ke arahnya. “Jika itu yang kau inginkan, aku bisa mendapatkannya dengan mudah.”
Luciana terpaku mendengarnya. Apa baru saja Luccane secara tidak langsung bersedia mengembalikan La Vie En Rosé?
“La Vie En Rosé akan menjadi milikmu, dan kau akan tetap menjadi milikku.”
Ambigu. Satu kata itu yang mewakili penggalan kalimat terakhir yang Luccane ucapkan. Baru saja Lucciane hendak merespon kalimat tersebut, tiba-tiba saja pintu terbuka dan menampilkan wajah Sebastian.
“Maaf menganggu waktu Anda, My Lord. Ada yang harus saya bicarakan dengan Anda.”
Luccane berdeham seraya menarik diri. Entah sejak kapan ia telah mengurung Lucciane di antara kedua lengan kokohnya yang bertumpu pada pegangan kursi kanan-kiri. Sehingga gadis cantik itu berada tepat dalam tawanannya.
“Kita akan bicara lagi nanti,” pesan Luccane sebelum pergi bersama Sebastian. Meninggalkan Lucciane yang masih diam di tempat.
🦋🦋🦋
“Kita sudah sampai.”
Pria rupawan dengan jubah hitam yang baru saja menginjakkan kakinya di tanah itu berkata. Ibarat memberi komando, karena tak berselang lama tiga orang pria lain datang dari arah atas.
“Jadi ini Luccane The Palace?” tanya Luke. Pemilik bola mata berbeda warna itu tampak menatap lurus ke arah gerbang yang menjulang di depan sana. Dengan kedua matanya, ia bisa melihat ada dua penjaga di balik gerbang tersebut.
“Iya. Ini adalah kediaman Raja vampir.” Lynn berkata seraya mengedarkan pandangan ke sekeliling.
“Lalu bagaimana cara kita masuk?” tanya Lomon. Vampir berambut pirang itu sedang berdiri seraya menyender pada batang pohon. “Mereka tidak mungkin menyambut dengan ramah.”
“Tidak mungkin sekali,” timpal Leon. “Apalagi jika mereka sudah tahu apa tujuan kita datang ke sini.”
Tujuan Lynn dan saudara-saudaranya menyambangi Luccane The Palace tentu saja adalah Lucciane. Mereka akan segera membebaskan gadis itu, sebelum Luccane melakukan sesuatu yang dapat membahayakannya. Bagaimana pun Luccane adalah Raja vampir, sedangkan Lucciane adalah titisan The Goddess.
Lucciane hanya belum mengetahui identitasnya. Jika sudah, ia bahkan punya kemampuan untuk membuat ras vampir takluk dan tunduk. Tidak terkecuali raja vampir yang lahir dari ras campuran. Karena lahir dari ras campuran, Raja vampir juga secara turun-temurun punya sifat yang tidak mau di-setir oleh orang lain, apalagi oleh seorang wanita. Sekalipun itu adalah titisan The Goddess. Mereka juga dibekali sifat tamak yang dapat menjadi boomerang kapan saja.
Setiap pribadi memang tidak dapat dipukul rata, namun para Elder vampir percaya jika Raja vampir akan selalu beranggapan jika titisan The Goddess adalah ancaman. Padahal kelahiran titisan The Goddess sendiri adalah anugrah bagi alam semesta. Oleh karena itu, para Elder vampir menyiapkan Lord vampir yang tersisa untuk menjadi “guardian” atau “penjaga” bagi titisan The Goddess.
“Kita akan masuk nanti malam,” kata Lynn seraya menyibak jubahnya, kemudian mengulurkan tangan. Tangan yang tadinya terkepal itu terbuka, menampilkan sebuah bola kaca berdiameter bulat seukuran bola kasti. “Kita bisa gunakan ini dulu untuk melihat situasi di dalam sana.”
🦋🦋🦋
Semoga suka 😘
Tanggerang 03-02-22
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Luzi
semakin menegangkan,,😘😘😘😘😘😘
2024-02-03
1
trisya
mulai memanas nih 🤭😁😁😁
gas lah lord, jangan kasih lady anne pergi 💜
2023-02-07
2
Dini Bae
Keren Thor
2023-02-06
1