Seperti pada umumnya, marga biasanya diberikan secara turun-temurun dari kakek kepada ayah, kepada anak, kepada cucu, cicit, dan seterusnya. Marga dapat dianggap sebagai identitas dan adat dalam sebuah lingkungan masyarakat. Pemberian marga pada suatu daerah atau bahkan Negara, sudah ada semenjak abad pertengahan, bahkan jauh sebelum atau sesudahnya. Pemberian marga juga tidak sembarangan, biasanya berupa garis keturunan, lokasi, atribut fisik, karakter, pekerjaan dan nama panggilan.
Di Inggris, perkembangan marga dimulai hampir 1000 tahun yang lalu. Ada banyak nama keluarga atau marga yang terkenal di sana, salah satunya adalah Robertson, Anderson, Johnson, salah satu contohnya. Tiga marga itu menunjukkan bahwa orang yang menggunakan marga tersebut adalah putra dari Robert, Andrew, atau John. Sedangkan marga seperti Webster, Baker, atau Wood, biasanya menunjukkan bahwa orang yang menggunakan marga tersebut merupakan seorang penenun, tukang roti, atau seorang pekerja yang berhubungan dengan kayu.
Lucciane sendiri mewarisi marga Garcia semenjak lahir ke dunia. Ayahnya—Gustaff Garcia, mewarisi nama tersebut dari kedua orang tuanya. Marga ini memiliki arti yang umum, yaitu “keturunan atau putra Garcia (bentul Spanyol dari Gerald).” Ada pun yang menyimpulkan nama Garcia berasal dari kata “Grace” yang mengandung arti “berkah”.
“Dari mana Anda mengetahui nama saya?”
Pemilik wajah rupawan dengan pahatan sempurna itu tampak tidak langsung memberikan respon. Pandangannya juga tidak lepas dari Lucciane.
“Duduklah terlebih dahulu, beautiful lady. Makanan akan segera dihidangkan.”
Sebastian yang berdiri di sampir kiri dari tempat pemilik Luccane The Palace duduk, tiba-tiba bersuara. Benar saja perkataannya, tak berselang lama pintu dari arah lain terbuka. Seorang wanita cukup muda datang dengan membawa troli besi klasik yang didorong dengan hati-hati. Mau tidak mau Lucciane pun mengambil tempat duduk, menghargai para penghuni yang sedang menyiapkan jamuan untuk sarapan. Lucciane sengaja mengambil posisi duduk di deretan paling ujung, sehingga ia tidak terlalu dekat dengan pemilik Luccane The Palace.
Jujur, untuk ukuran pertemuan pertama, ia merasa begitu kecil di depan pemilik Luccane The Palace.
“Come here.”
Lucciane menoleh. Menatap Sebastian sebentar, lalu beralih pada pemilik suara berat yang baru saja kembali bersuara. Apa barusan adalah sebuah instruksi yang ditujukan kepadanya?
“Saya?” tanyanya dengan jari menunjuk diri sendiri.
“Hm. Duduk di sini, baru jamuan ini akan dimulai.”
Lucciane tidak paham dengan maksud pria tersebut. Namun, Sebastian dengan baik hati memberinya instruksi untuk mengikuti perintah. Alhasil Lucciane kembali beranjak untuk mengambil posisi duduk lebih dekat dengan sang Lord. Walaupun rasanya begitu canggung.
“Kita bicara setelah sarapan,” ucap pria yang ternyata memiliki iris abu-abu cenderung ke biru itu. Jika dilihat dari dekat, iris matanya terlihat begitu cantik, unik, dan langka dalam waktu bersamaan.
Lucciane sadar diri jika ia hanya tamu. Jadi, ia harus bisa mengikuti “rules” yang diterapkan oleh tuan rumah. Mau tidak mau ia juga harus ikut sarapan terlebih dahulu saat seorang pelayan menyiapkan beberapa jenis biskuit dengan bentuk beraneka ragam. Sebagai seorang pembuat bakery, Lucciane tentu tahu jenis biskuit apa saja yang terhidang di hadapannya. Salah satu yang paling menonjol adalah biskuit kesukaan Ratu Elizabeth II, yaitu chocolate balt Oliver's. Biskuit renyah yang dilapisi coklat.
Tidak ketinggalan pula segelas teh yang baru dituangkan dari teko keramik putih. Dari aroma yang tercium, sepertinya teh yang disajikan adalah jenis earl grey yang ditambah susu.
Selain teh dan berbagai jenis biscuit, menu utama untuk sarapan juga terdiri dari beberapa macam. Namun, tetap mengusung satu tema, yaitu English food. Sebagai menu utama, Lucciane sendiri lebih memilih untuk menyantap roti panggang dengan marmalade, sejenis selai yang terbuat dari jeruk. Ia tidak biasa makan terlalu banyak menu berat di pagi hari. Ketika masih tinggal di La Vie En Rosé pun ia hanya mengonsumsi segelas susu dan satu lembar roti gandum dengan selai sebelum beraktivitas.
Acara jamuan begitu kental didominasi oleh aura mencekam. Mungkin dominasi dari atmosfir canggung juga akward, Lucciane bisa dengan mudah merasa tidak nyaman selama mengikuti jamuan. Lagipula hanya ia dan sang Lord yang mengikuti jamuan, sedangkan Sebastian dan yang lain pamit undur diri.
“Makanlah yang banyak.”
Lucciane mendongkrak, hendak menatap lawan bicaranya. Namun, niat itu segera diurungkan.
“Makan dan berpenampilan lah yang layak selama tinggal di sini. Semua kebutuhanmu sudah Sebastian sediakan.”
Kali ini Lucciane tidak menghalangi niatnya lagi untuk menatap lawan bicaranya. “Anda ….tidak menyuruh saya pergi?” tanyanya lirih.
“You want to go (kau ingin pergi)?”
Dengan cepat Lucciane menggelengkan kepala. Saat ini ia tidak memiliki tempat tinggal selain Luccane The Palace. Setidaknya sampai keadaan menjadi lebih baik, ia harus tinggal di Luccane The Palace seraya menyusun rencana untuk melawan Madam Gie.
“Izinkan saya tinggal untuk beberapa hari lagi.”
“Lakukan sesukamu.”
Pria rupawan dengan visual hampir mendekati sempurna itu menjawab singkat dengan suara beratnya. Iris abu-abu cenderung ke biru itu memandang Lucciane tanpa jemu.
Jika Sebastian memiliki visual matang khas pria Eropa mix Asia yang terdampar di daratan Victoria, lain lagi dengan sang Lord yang hadir dengan visual khas pria tampan dari daratan Britania Raya dengan sorot mata tajam, kulit yang putih cenderung pucat, serta iris mata abu-abu kebiruan. Tinggi badannya juga hampir melebihi Sebastian yang Lucciane tebak punya tinggi badan sekitar 183 centimeter.
“Ada peraturan yang harus kamu patuhi selama tinggal disini.”
Luccane kembali bersuara. Pemilik nama lengkap Luccane De Khayat yang memiliki segudang trofi penghargaan itu punya aura mengintimidasi dari sorot matanya. Membuat siapapun menciut, tak berani memandang balik.
“Jangan masuk ke sembarang ruangan.”
Lucciane mengangguk tanpa suara. Tanpa diberitahu sekalipun, ia pasti tidak akan masuk ke sembarangan ruangan. Semenjak kecil, mendiang ibunya telah mengajarkan tatakrama. Termasuk tatakrama ketika sedang bertamu di rumah orang lain.
“Terakhir, jangan pernah keluar dari batas wilayah Luccane The Palace tanpa izin dariku.”
🦋🦋🦋
TBC
Semoga suka karya baru Author tema Fantasi 🖤
Jangan lupa rate bintang 5 🌟 like, vote, komentar, follow Author, share, tabur bunga sekebon dan tonton iklan sampai selesai 😘
Tanggerang 16-12-23
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Vina Fy
aku suka tiap baca novel yg menambahi foto2 kayak novel ini
2025-01-13
1
꧁𓊈𒆜🅰🆁🅸🅴🆂𒆜𓊉꧂
karyamu bagus thor ,bisa bikin aku berimajinasi.udah kebayang gimana parasnya sang lord yang gagah dan tampan,berasa aku berada di dalam cerita🤭🥰
2025-01-13
1
Galuh Faisal
gw kan cm reader ya thor...tp koq gw brasa yg jd lucciane...rasa canggung n mnyeramkannya dpt bgt, smp2 sambil baca gw jd clingukan kanan kiri sndiri...wkwkwkwk..good job thor..semangaaaaaaaaat
2023-07-10
1