“Mulai sekarang kau tidak akan bisa pergi dari Luccane The Palace.”
Kalimat itu bak kutukan yang mengerikan. Layaknya Rapunzel dari Walt Disney Story, Lucciane semakin tidak punya kesempatan untuk keluar dari Luccane The Palace setelah mengetahui identitas sang Lord. Ia akan terkurung selamanya di tempat tersebut. Lalu, bagaimana dengan La Vie En Rosé? Bagaimana dengan cita-citanya untuk meneruskan keahlian sang ayah di bidang pastry? Bagaimana dengan keinginannya untuk melanjutkan pendidikan di sekolah pastry?
“Kembali ke ruangan mu dan istirahatlah.”
Lucciane masih bungkam dengan satu tangah menyentuh permukaan leher yang baru saja ditandai. Ia bahkan masih bisa merasakan bibir merah dengan sensasi dingin itu menyesap kulitnya. Merinding. Itu adalah respon yang terjadi ketika mengingat apa yang telah terjadi.
“Lucciane Garcia.”
Lucciane masih tak bergeming. Tubuh dan pikirannya tidak sinkron, karena masih belum sepenuhnya pulih dari keterkejutan.
“Kau ini benar-benar merepotkan,” komentar Luccane tiba-tiba.
Pria tampan yang masih menggunakan setelah kerja itu kembali mendekat, lantas membawa salah satu tangannya ke udara. “Istirahatlah dengan benar,” ucapnya sebelum menggunakan telapak tangannya untuk menghalangi pandangan Lucciane.
Sontak kegelapan langsung menyergap pandangan Lucciane. Ia sempat membeku untuk beberapa waktu. Entah apa lagi yang akan pria rupawan itu lakukan. Lucciane hanya bisa berharap supaya pria itu tidak berniat untuk melukai dirinya. Tak berselang lama, kegelapan itu sirna. Lucciane mengerjapkan mata beberapa kali guna meminimalisir banjiran cahaya yang masuk ke retina mata. Padahal pencahayaan di antara mereka remang-remang. Tapi, kenapa sekarang begitu terang?
“Kenapa aku bisa ada di sini,” kaget Lucciane. Ketika berhasil menyesuaikan cahaya yang masuk, Lucciane baru sadar jika sudah berada di tempat berbeda.
Padahal beberapa saat yang lalu Lucciane masih berhadapan dengan Luccane di ruangan pribadi milik pria itu. Sekarang ia sudah ada di kamarnya sendiri. Demi Tuhan, Lucciane benar-benar tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Bagaimana mungkin ia bisa berpindah tempat dalam waktu sekejap?
“Apa aku ….baru saja diteleportasi?” gumam Lucciane. Apa mungkin ini yang dinamakan teleportasi?
Lucciane tidak salah ingat, beberapa saat yang lalu ia masih berdiri di hadapan Luccane. Sedangkan sekarang, ia sudah ada di atas tempat tidur dengan posisi duduk bersandar pada kepala tempat tidur. Seketika banyak pertanyaan yang berkumpul di kepala. Benarkan Luccane baru saja melakukan teleportasi? Sehingga Lucciane bisa berpindah ke kamarnya dengan kecepatan cahaya, tanpa melewati jarak antara satu titik ke titik yang lainnya?
Teleportasi sendiri adalah kemampuan berpindah tempat yang terjadi dalam waktu singkat atau sekejap. Kemampuan ini masih menjadi misteri hingga saat ini. Apakah benar atau tidak? Lucciane juga tidak tahu. Namun, ia baru saja mengalaminya sendiri. Ia berpindah dari satu ruangan ke ruangan lain dengan sekejap mata.
Diantara kebingungan tersebut, tiba-tiba Luccian teringat sesuatu.
“Lucy,” panggilnya. Baru teringat pada hewan peliharaannya. Mahluk berburu fluffy itu ia tinggalkan di depan pintu ruang pribadi milik Luccane.
“Lucy, apa kamu ada di luar?” panggilnya seraya beranjak. Bergegas menuju pintu keluar. Namun, ketika hendak membuka pintu tersebut, ternyata pintu dalam kondisi terkunci dari luar. “Lucy?” panggil Lucciane lagi.
Lucciane takut hewan tak berdosa itu diusir oleh Luccane. Bagaimana pun juga pria itu adalah vampire yang katanya tidak berperasaan, menurut historical story yang pernah Lucciane baca. Lucciane juga tidak bisa tenang jika Lucy tidak ada di sisinya. Di tengah kegelisahan Lucciane saat mencoba untuk membuka pintu, tiba-tiba suara yang terdengar cukup mengerikan mengalihkan perhatian. Saat mengalihkan pandangan, Lucy yang ia cari-cari ada di bingkai jendela kaca yang terbuka.
“Lucy,” katanya senang. Akhirnya ia bisa memeluk hewan berburu fluffy itu lagi.
Hewan mamalia pada ordo karnivora itu memang memilik suara yang cukup menyeramkan. Jika mendengar suara rubah merah di hutan pada malam hari, dijamin akan membuat bulu kuduk merinding. Karena sekilas suara rubah merah terdengar seperti suara tangisan wanita yang disiksa. Namun, ketika sedang bermain dan mengeluarkan tawa, rubah merah akan mengeluarkan suara yang menggemaskan. Lucciane mamang belum lama merawat Lucy, namun ia sudah cukup familiar dengan suaranya.
“Terima kasih sudah kembali,” ucap Lucciane dengan tangan yang sibuk mengelus bulu-bulu fluffy warna merah milik Lucy. Setidaknya ia sekarang punya teman untuk berbagi keluh-kesah. “Hari ini aku mengetahui sebuah fakta yang sulit diterima logika. Aku benar-benar tidak menyangka jika mahluk mitologi seperti vampire itu ada. Bahkan mereka hidup layaknya manusia pada umumnya.”
Walaupun Lucy tidak dapat berbicara, setidaknya bisa menjadi pendengar yang setia. Ada banyak hal yang ingin Lucciane bagi. Jadi, sebelum menutup hari, malam itu ia habiskan untuk merenung dan berceloteh di dekat jendela yang terbuka. Memandang langit yang malam itu bersih dari awan, hanya dihiasi oleh full moon dan bintang-bintang yang cahaya tak tertutup oleh sang rembulan.
Pada pukul enam pagi, Lucciane belum sepenuhnya terjaga saat pintu dibuka dari luar. Seperti biasa, La’ti datang dengan beberapa potong vintage dress yang sesuai dengan ukuran tubuh Lucciane. Entah dari mana datangnya dress-dress itu, sampai-sampai ukurannya pun sesuai dengan tubuh Lucciane. Seolah-olah memang telah disiapkan khusus untuk Lucciane.
“Lady, Anda belum bangun?”
Lucciane yang mendapat pertanyaan tersebut menggeleng samar. Ia masih berbaring menyamping ditemani oleh Lucy. Surai merahnya bahkan masih berantakan, tidak ada niatan sedikitpun untuk membenahi surai tersebut. Sekalipun beberapa helai surai menutupi wajah cantiknya.
“Kenapa Lady terlihat tidak bersemangat? Apa Lady sakit?,”
Lucciane menggeleng samar. “Hari ini aku ingin banyak istirahat. Tolong letakkan baju yang kamu bawa di atas meja,” sahut Lucciane. “Tolong tutup pintunya juga dari luar.”
La’ti tampak kebingungan mendapati respon sang Lady. “Ada apa, Lady? Apa Anda benar sedang sakit?”
“Aku baik-baik saja.”
“Lalu kenapa Anda tidak bersiap untuk sarapan bersama My Lord. Kebetulan My Lord sudah kembali dari London. Anda ingin bicara pada My Lord bukan?”
“Aku akan sarapan di sini,” ujar Lucciane, masih dengan posisi yang sama. Tak berniat menjawab pertanyaan-pertanyaan La'ti. “Jika kamu tidak keberatan, tolong bawakan sarapan kesini.”
La’ti mengangguk seraya berjalan mendekat. “Anda benar tidak apa-apa?”
“Iya. Aku hanya merasa sedikit pusing.” Lucciane tidak berbohong. Semalam ia sama sekali tidak dapat memejamkan mata. Gara-gara fakta soal Luccane yang merupakan seorang vampire membuatnya terus terjaga.
“Kalau begitu saya akan membawa sarapan dan obat sebentar lagi. Lady istirahat saja.”
“Terima kasih, La’ti. Maaf merepotkan kamu.”
“Sama-sama, Lady. Saya tidak merasa keberatan karena Lady Anne.”
Suara langkah kaki yang kian menjauh dan derit pintu yang ditutup menjadi tanda jika La’ti baru saja meninggalkan ruangan. Selama tinggal di sini, ia memang sudah sangat akrab dengan La’ti dan Marry. Ia bahkan mengizinkan mereka untuk memanggilnya dengan nama panggilan akrab, yaitu Anne.
Gara-gara fakta besar yang semalam ia ketahui, pagi ini kepalanya terasa begitu berat saat bangun. badannya juga hangat. Alhasil ia semakin enggan untuk keluar kamar. Cara ini bisa sekaligus dijadikan sebagai salah satu langkah untuk menarik diri. Sebisa mungkin Lucciane akan menjauhi Luccane The Khayat untuk beberapa saat.
🦋🦋🦋
Semoga suka 🖤
Jangan lupa rate bintang 5 🌟 like, vote, komentar, follow Author, share, tabur bunga sekebon dan tonton iklan sampai selesai 😘
Tanggerang 30-12-23
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Dini Bae
Agak lain emang
2023-01-31
0
Dini Bae
Orang mah dideportasi, Lucciane mah diteleportasi
2023-01-31
0
Andini Putri
love bite itu maaaah.. sampe demam
2023-01-31
1