Temani Aku Mati

Temani Aku Mati

Pindah Rumah

Nayla menarik kopernya dengan malas, ia kembali melihat ke belakang, menatap rumah yang sejak kecil ia tempati bersama kedua orang tuanya. 

"Nayla,"

Gadis dengan rambut ikal kecoklatan sebahu itu menoleh ke arah lelaki berkacamata yang menunggunya masuk ke mobil. 

"Harus ya kita pindah, yah?" wajahnya mengiba dan berharap sang ayah membatalkan niatnya.

"Iya, apa kamu mau tinggal disini sendirian?"

Nayla menggeleng lemah, sekali lagi ia menatap rumah kesayangannya itu melihatnya untuk yang terakhir kali sebelum masuk kedalam mobil. Bagi Nayla rumah itu penuh kenangan indah, tapi juga kenangan menyakitkan. Begitu juga yang dirasakan sang ayah.

Semakin lama tinggal di rumah itu semakin nyeri hatinya mengingat kematian sang istri. Nuraini, wanita yang dinikahinya dua puluh lima tahun yang lalu itu tewas mengenaskan. Nuraini dihabisi dengan cara digantung dan pada pergelangan tangannya terdapat luka sayatan memanjang. Yang lebih mengenaskan, ditemukan pula tanda-tanda pemerkosaan pada tubuhnya.

Putra dan putri semata wayang mereka, Nayla shock melihat wanita yang sangat mereka sayangi tewas. Hingga saat ini siapa pembunuh Nuraini belum juga terungkap. Pembunuh itu bak lenyap ditelan bumi, tapi polisi menduga si pelaku bermotif dendam.

Nayla menyeka air matanya dan menatap rumah yang semakin menjauh dari kaca spion mobil. Putra mengusap bahu Nayla untuk menenangkan putrinya.

"Ikhlasin Nay, kita mulai hidup yang baru di tempat lain."

Nayla menarik nafas panjang lalu tersenyum masam. "Semoga kita bisa,"

Jauh dihati kecil Nayla, ia menyangsikan ucapannya itu. Bayangan kematian Nuraini masih menghantuinya terasa semakin nyata dengan kemunculan sosok yang menyerupai Nuraini.

Awalnya Nayla merasa itu hanya rasa rindunya pada sang ibu tapi lama kelamaan sosok Nuraini menjelma secara nyata, berkelebat, berdiam diri mematung, dan berjalan menembus satu ruang ke ruang lain dihadapan Nayla.

Meski hadir dalam sosok tidak menyeramkan tapi wajah tanpa ekspresi dan tatapan kosong itu membuat bulu kuduk Nayla meremang. Tak pernah ada kata yang keluar dari mulut hantu Nuraini, ia hanya menatap dan sesekali menangis. 

Nayla tak pernah sekalipun bercerita tentang hal itu dengan ayahnya, Nayla takut sang ayah akan semakin terpuruk. Sepeninggal sang istri, Putra sedikit berubah. Ia menjadi pendiam dan sering Nayla temukan menangis saat malam menjelang.

Di suatu malam Nayla mendengar ayahnya menangis, tangannya menggenggam foto keluarga yang diambil saat kelulusan Nayla sebagai dokter muda. Namun, ketika Nayla hendak mendekat sosok Nuraini ada disamping ayahnya. Nayla tercekat dan mengurungkan niat untuk mendekat. Sosok yang menyerupai ibunya itu mengusap bahu Putra. Setelah malam menyeramkan itu Nayla tak lagi berani mendekat jika mendengar suara tangisan ayahnya di malam hari.

"Nay, kok ngelamun sih? Tenang disana banyak kok yang sebaya kamu. Ada anaknya mbok Dar yang nanti bisa kamu ajak main keliling kampung. Ayah sudah pesan sama simbok biar anaknya jagain kamu."

"Hhmm, iya." Nayla menjawab malas, ia enggan bicara dan memilih menatap lurus ke depan.

Dokter Putra Kuncoro, ayah Nayla terus berbicara pada putrinya di sepanjang jalan. Sayangnya pikiran Nayla justru melayang jauh ke tempat lain. Nayla sebenarnya tidak setuju dengan rencana Putra pindah ke kota lain. Feeling-nya buruk saat ayahnya menunjukkan lokasi tempat kerja akan tinggal.

Nayla yang terlahir sensitif merasakan hal aneh hanya dengan melihat foto itu sekilas.

'Semoga feeling ku salah.'

Perjalanan menuju tempat tinggal yang baru terasa la dan membosankan, sudah hampir dua jam mobil dokter Putra berjalan menembus jalanan sepi dan berkabut. Sebuah desa di lereng gunung Slamet.

"Yah, masih jauh?" Nayla mulai bosan dengan perjalanan mereka meski di sepanjang kanan kiri jalan disuguhi pemandangan indah dari kebun sayur dan juga hutan Pinus yang masih asri.

"Setelah hutan ini sampai kok."

"Ooh," Nayla menjawab singkat lalu kembali terdiam.

Hari masih siang tapi awan hitam terlihat berarak di langit. Tak lama pun rintik hujan membasahi jalan, menguapkan aroma khas tanah yang menyegarkan. Nayla membuka sedikit kaca jendela mobil membiarkan aroma basah hujan dan lembab nya hutan menyeruak masuk menggoda Indra penciumannya.

"Nah itu dia rumah baru kita, Nay!"

Dokter Putra terlihat lega, wajahnya terlihat senang apalagi di depan rumah beberapa orang sudah menunggunya. Mobil mereka baru saja masuk di halaman berbatu tapi anggukan diikuti senyuman ramah sudah terlihat jelas di wajah dua wanita paruh baya dan tiga orang lelaki berpakaian dinas coklat.

"Wah akhirnya sampai juga ya dok di desa kami ini?!" sambut lelaki bernama Agus yang namanya terjahit rapi di pakaian khaki miliknya.

"Siang bapak-bapak semua, iya pak Agus Alhamdulillah saya sampai dengan selamat."

"Ayo pak masuk dan istirahat dulu," wanita berkebaya lurik menghampiri Nayla dan Putra dengan sopan, ia membantu membawakan tas pakaian milik Nayla.

"Ohya Nay, ini mbok Dar yang tadi ayah ceritakan di jalan. Dia bakal bantuin kita disini, beberes rumah dan mengurus semuanya." Putra mengenalkan sosok mbok Dar pada Nayla.

"Maaf ya mbok ngerepotin,"

"Ah, mboten mbak! Hayuk masuk, masih gerimis nanti kepalanya sakit."

Nayla mengangguk dan tersenyum, tapi ia masih tetap berdiri termangu di tempatnya. Gadis berparas secantik mentari pagi itu menyapu sekeliling. Rumah baru Nayla terlihat cukup besar dan juga terkesan angker. Rimbun pohon bambu terlihat menyeramkan di sisi kanan halaman rumah, suara gesekan daun yang tertiup angin terdengar begitu seram di telinga Nayla.

Di depan rumah terdapat plang kayu bertuliskan rumah dinas. Nayla kembali menghela nafas, ia menatap rumah beratap limas itu. 

"Apa aku betah disini? Serem banget, mana tetangga jauh lagi." gumamnya lirih.

Memang jarak antara rumah dinas dengan rumah warga lain sedikit berjauhan tapi setidaknya ada dua rumah kecil di sisi kanan rumah utama yang mirip seperti rumah petak sewaan. Nayla sangat berharap rumah itu berpenghuni sehingga ia tak merasa kesepian.

"Kamu anaknya dokter Putra?" suara lelaki menyapa Nayla dari belakang.

"Eh, iya. Kamu siapa?" 

"Aku, Tegar anaknya mbok Dar." pemuda hitam manis itu mengulurkan tangannya pada Nayla.

Nayla tak langsung menyambut tangan Tegar, ia memperhatikan Tegar dari atas sampai bawah. Bercelana pendek dan kaos oblong warna hitam, tanpa alas kaki dan ditangan kirinya memegang gunting besar pemotong rumput.

Merasa diperhatikan Tegar pun tersenyum kecut, "Eh maaf, tangan aku kotor. Tadi baru bersihin rumput liar di depan sana, biar rapi dan nggak jadi sarang ular."

Tegar mengusapkan tangan ke kaos dan menjulurkannya lagi. "Udah bersih kok, boleh kenalan kan?" cengiran Tegar membuat Nayla terkekeh.

"Ya nggak perlu gitu juga kali mas Tegar, maaf ya bukan maksud aku ngeliatin kamu gitu. Aku kaget saja." Nayla menyambut tangan Tegar, dan sesuatu yang aneh pun terjadi.

Nayla merasakan hawa aneh menyergap dirinya seketika saat tangan mereka bersentuhan. Wajah Tegar dan dirinya yang berlarian, warga desa dan obor, sebuah rumah tua yang menyeramkan, dan wanita berkebaya dengan kain merah menjuntai di lehernya.

Wanita berkebaya itu berdiri membelakangi Nayla dan dengan cepat berbalik menatap Nayla. Wajahnya mengerikan, penuh darah dan luka menganga di leher. Ia membuka mulutnya lebar seolah berteriak padanya.

Nayla tersentak kaget bagai terlempar dari pusaran dimensi waktu yang menyakiti tubuhnya. Nafasnya tersengal pendek dan jantungnya berdegup kencang. 

"Nay, Nayla! Ada apa, hei kamu kenapa?!" suara Tegar menyadarkan dan menarik Nayla kembali ke dunia nyata.

"Astaghfirullah Al adzim …," gadis cantik itu memegang dadanya yang terasa sesak. 

'Apa itu tadi? Aku melihat masa depan lagi? Atau hanya kilas balik peristiwa yang dialami Tegar?'

"Kamu sakit? Muka kamu pucat lho, ayo masuk ke rumah."

Tegar tanpa basa basi langsung menarik tangan Nayla, tak ada penolakan dari gadis itu. Karena Nayla sendiri sedang bertanya tanya dengan apa yang baru saja dialami. Apakah itu ilusi atau sebuah peringatan masa depan?

Terpopuler

Comments

🥑⃟Riana~

🥑⃟Riana~

Baru episode pertama, tapi sudah semenegangkan ini

2023-10-13

0

IG: @Thalinda Lena

IG: @Thalinda Lena

mampir kak🥰

2023-09-09

2

mas pram

mas pram

tabiik suhu 🙏

2023-05-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!