Tiga atau Empat Korban?

Tegar menemani Nayla duduk santai di teras rumah. Hari ini Nayla sengaja absen tidak ke klinik menemani sang ayah. Tegar membawakan oleh-oleh untuk Nayla, manisan buah Carica dan juga keripik jamur.

"Gimana badan kamu Nay, kata simbok kamu kemarin malam pingsan?" Tegar membukakan satu cup manisan dingin untuk Nayla.

"Masih nggak enak makanya aku nggak ke klinik dulu." Nayla meminum teh hangatnya sebelum memakan manisan Carica yang disodorkan Tegar.

"Kecapekan visit mungkin," 

"Hhm, mungkin." Nayla terdiam sesaat, "Kamu nggak ke rumah itu? Ada mayat lagi katanya."

"Ngapain? Aku nggak suka liat keramaian begitu, lagipula itu kejadian menyedihkan bukan buat tontonan." jawab Tegar datar.

"Kamu kenal siapa korbannya?"

Tegar menghela nafas berat, "Dia teman kecilku, Eka namanya."

"Maaf, pasti berat buat kamu." Nayla berempati.

Tegar hanya diam dan tak menjawab, dari wajahnya jelas terlihat duka yang tak dilisankan. Mereka terdiam selama beberapa saat sebelum akhirnya Nayla bicara.

"Aku heran kenapa korban selalu memilih tempat itu buat gantung diri. Kayak nggak ada tempat lain aja."

"Entah deh," Tegar menjawab singkat sepertinya ia enggan membahas masalah itu.

Nayla memperhatikan ekspresi wajah Tegar. Ia dibuat penasaran, kemarin mbok Dar membuatnya masuk ke dalam masa lalu wanita paruh baya itu. Kali ini Nayla juga ingin mencobanya pada Tegar.

"Kamu bisa ambilkan alat tensi aku di kamar? Kepalaku pusing." pinta Nayla berpura pura.

Tegar beranjak ke kamar Nayla mengambil alat yang dimaksud, ia juga membantu Nayla memasangkan alat pada lengannya. Saat itulah Nayla dengan sengaja menyentuh telapak tangan Tegar. 

Nayla masuk dalam dimensi waktu, gelap dan berkabut. Ia tak bisa melihat apa pun. Jangankan bergerak berjalan juga Nayla kesulitan. 

Dimana ini?

Bisikan halus terdengar di telinga suara itu mengusirnya, awalnya lirih tapi lambat laun berubah menghardik.

Pergi! Jangan kau ganggu kami!

Suara itu terus terdengar, diiringi kelebatan bayangan hitam yang mengelilingi Nayla. Kemunculan bayangan itu cukup membuat kepalanya pusing. Nayla memutar tubuhnya ke kanan dan ke kiri, ia terjebak dan mulai ketakutan. Tubuhnya tersedot masuk dalam pusaran lubang hitam, Nayla tak kuasa menolak. Ia pasrah.

Bayangan yang terlihat di mata batin Nayla hanya bayangan samar, sepasang lelaki dan perempuan yang terlibat debat. Si wanita menarik tangan lelaki seperti mengiba, tapi ditepis keras. Wanita itu kehilangan keseimbangan lalu terjatuh dan membentur batu besar. Nayla tak bisa melihat jelas, terlalu buram untuk terlihat.

Pergi! Jangan campuri urusan kami!

Suara itu kembali terdengar, sesuatu menghempaskan tubuhnya dengan keras. Begitu kerasnya hingga ia terlempar dari lubang dimensi dan kembali ke alam nyata dalam hitungan detik. Nayla tersentak, darah kembali menetes dari hidungnya.

"Nay!" Tegar panik, ia segera mencari tissue dan berusaha menghentikan pendarahan di hidung Nayla.

Untuk sesaat kepala Nayla berputar, ia mengatur nafas sejenak dan memejamkan mata.

"Kamu kenapa Nay?"

"Nggak apa-apa kok," jawabnya lirih.

Mbok Dar yang baru saja datang dari pasar terkejut melihat keadaan Nayla, ia ikut panik. "Ealah nopo iki Le, kok mbak Nayla mimisan lagi?" 

"Nggak tau mbok, tiba-tiba aja Nayla begini!"

Nayla yang masih memejamkan mata  pun menjawab, "Nggak apa-apa mbok, tenang aja. Tolong ambilkan obat dari ayah di meja dekat ranjang mbok."

Tanpa banyak bertanya lagi mbok Dar bergegas menuju kamar Nayla, "Ini mbak obatnya."

Wajah mbok Dar nampak panik begitu juga dengan Tegar. "Mbak Nay istirahat aja di kamar biar cepat sehat." ujar mbok Dar sambil memijat kaki Nayla.

"Nggak mbok, Nay bosan dikamar terus. Ini udah baikan kok. Cuma mimisan nggak usah khawatir."

Nayla menegakkan punggungnya, menghabiskan teh hangat lalu tersenyum. "Nih liat udah enakan kan?"

"Bener ya mbak Nayla dah baikan, mbok tinggal ke dalam dulu ya mau buatin sop ayam. Le, kamu jagain mbak Nayla disini!"

Tegar mengangguk, setelah mbok Dar pergi Tegar pun bertanya. "Kemarin katanya kamu cariin aku? Ada apa, jangan bilang kangen nih?" 

"Ehm, iya sih ada yang mau aku tanyain. Itu juga kalo kamu nggak keberatan jawabnya." jawab Nayla ragu.

"Apa tuh, kalo mau nanya aku dah punya pacar belum … tenang aja belum kok!" 

"Iiih, bukan itu! Ngapain juga nanya pacar!"

"Terus apaan?"

"Ehm, itu aku cuma penasaran aja. Kamu kenal Wak Dadan baik? Maksud aku, kata simbok kamu pernah kerja sama Wak Dadan kan? Apa dia orang yang baik?"

Tegar menatap Nayla sejenak lalu menghela nafas. "Iya, dulu aku kerja sama dia sekitar dua tahunan lebih. Kalau kamu nanya dia baik apa nggak, aku cuma bisa jawab dia orang yang cukup keras dan juga disegani warga desa."

Tegar kemudian menceritakan awal pertemuannya dengan juragan Dadan. Wak Dadan menolongnya dari keterpurukan putus cinta. Kesibukan di perkebunan sayur membuat Dadan bisa melupakan sakit hatinya pada gadis yang nyaris dinikahinya saat merantau di kota. 

Tegar dipercaya juragan Dadan untuk mengelola perkebunan dan menjadi mandor utama. Namun sayang semuanya berubah ketika juragan Dadan hendak memperistri dokter Arini. Bisnis juragan hancur, dan ia pun jatuh sakit. 

"Kenapa bisa hancur? Sakit apa Wak Dadan?"

Tegar terdiam sejenak lalu menjawab, "Kata orang dia diguna guna, persaingan bisnis dan juga teluh. Tapi ada juga yang bilang itu ulah istri pertamanya."

"Guna-guna?" gumam Nayla lirih.

"Aku dengar kamu dideketin mas dukun Joko, Nay?" 

Nayla tak menjawab tapi tatapannya cukup menjawab pertanyaan Tegar, "Hati-hati sama dia, mas dukun Joko bukan dukun yang baik! Sudah banyak korban wanita yang di kadalin sama dia!"

"Ohya, kenapa nggak dilaporkan aja ke polisi kalo dia dukun gadungan, dukun mesum, atau dukun cabul sekalian?"

Tegar menggeleng, "Dia terlalu kuat buat dilawan, kenalan dia banyak! Lagi pula semua takut sama mas dukun itu. Takut kena santet!"

"Hmmm, ini yang repot!"

"Pokoknya kamu hati-hati aja sama dia, nggak usah percaya kalo dia bilang macem-macem!" kata Tegar lagi mengingatkan.

Nayla ingin bertanya lagi tapi ayahnya dan tiga anggota kepolisian datang. Mereka terlibat pembicaraan serius tentang penemuan mayat ketiga. Nayla dan Tegar pun ikut mendengarkan. 

Budi menatap Tegar lalu mengernyit, "Maaf mas, siapa?"

"Oh, saya Tegar pak! Putranya mbok Dar." Ia mengulurkan tangan sebagai tanda perkenalan.

"Saya, Budi!" Budi menoleh ke arah Nayla dan menyapanya. "Mbak Nayla udah baikan?"

Nayla mengangguk, "Syukurlah."

"Mas Tegar, orang asli sini kan? Ada yang mau saya tanyakan."

Budi kemudian bertanya pada Tegar memastikan informasi yang ia dapat secara tak sengaja semalam. Informasi yang serupa ia dapatkan pula dari Rizky saat bertamu ke rumah mas dukun Joko.

"Dua korban sebelumnya apa pernah bekerja di rumah pak Dadan?"

Tegar menjawab, "Betul pak. Sukir bekerja sebagai sopir juragan Dadan sementara Adi dia pegang keuangan lalu … Eka juga pak, dia bagian stock hasil kebun."

"Lho korban ketiga ini juga kerja sama pak Dadan?" Budi dan dua anggota lain saling memandang, sementara Tegar mengangguk. 

Nayla mengernyitkan dahi, fakta bahwa ketiganya sama-sama bekerja di kebun Wak Dadan membuatnya yakin jika ada motif tersembunyi dari kematian mereka bertiga.

Tiga? Bukan, sudah empat korban. Bu Mirah juga termasuk korban! Aku yakin semua ini berkaitan dengan kematian Wak Dadan!

 

Terpopuler

Comments

D. Hermanto

D. Hermanto

carica dan keripik jamur...
daerah dieng, banjarnegara/wonosobo dong thor?

2023-04-12

1

A B U

A B U

next.

2023-02-22

1

A B U

A B U

aku malah curiga ma dukun Jiko, jangan-jangan fia yang menyebar teror

2023-02-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!