Siapa Korban Selanjutnya

"Pergi, aku harus cepat pergi!" 

Seorang wanita dengan langkah gemetar menyeret tubuhnya yang lemah. Ini kali kedua dirinya bisa lolos dari sekapan orang-orang yang tidak dikenalnya. Sorot matanya terlihat begitu ketakutan, ia menunduk saat sorot lampu mobil hampir saja mengenai tubuhnya.

Bibirnya bergetar kedinginan, tubuhnya hanya berbalut kemeja kebesaran yang sudah robek di sana sini. Wajahnya dihiasi luka dan lebam. Rambutnya yang panjang melebihi bahu tak lagi memperlihatkan keindahannya yang dulu. Tubuhnya juga begitu kurus seperti tak pernah makan.

"Desa, aku harus kembali ke desa. Tapi kemana jalannya?" 

Dengan terseok-seok wanita itu berjalan menyusuri hutan yang gelap dan dingin. Suara burung hantu dan binatang malam lain menemani perjalanannya. Wanita itu tak takut, pikirannya hanya satu menyelamatkan diri. Ia lelah disiksa secara mental dan fisik. Ia juga lelah diperlakukan sebagai budak nafsu. 

Telinganya awas mendengar setiap langkah dibelakang. Sesekali ia berhenti dan menoleh ke belakang. Jika merasa aman ia kembali bergerak.

"Air, aku butuh air." 

Wanita penuh luka di sekujur tubuhnya itu berjalan menuju suara gemericik air mengalir. Begitu menemukan sungai yang jernih di sekitar lembah hutan, ia dengan rakus minum air itu. Wanita itu tak peduli lagi dengan rasa perih yang terasa menggigit di sudut bibirnya.

Suhu dingin, kabut tebal dan cuaca yang mulai gerimis tak dihiraukan. Wanita itu hanya ingin minum dan membasuh tubuhnya.

"Lihat siapa yang berhasil mencapai jarak sejauh ini." suara ejekan terdengar di belakang tubuhnya.

Wanita itu terkejut dan membalikkan tubuhnya cepat. "Ka-kau!"

"Kenapa? Terkejut? Aku yang seharusnya heran kenapa kau masih hidup meski sudah aku jual ke dukun sialan itu!" 

Lelaki berbadan tegap itu mendekati si wanita, mengambil sejumput rambutnya yang basah lalu menciumnya. Ia menatap tubuh wanita yang penuh luka akibat sabetan cambuk atau alat sejenisnya. Kemeja tipis yang dikenakannya jelas sekali menunjukkan lekuk tubuh indah yang polos tanpa dalaman.

"Sayang sekali, tubuh semolek dirimu harus terluka. Tapi aku rasa itu sebanding dengan kelakuan s**dalmu yang menyakiti hati ndoro putri!"

Wanita itu menggelengkan kepalanya dengan cepat, "Apa yang kau tuduhkan padaku itu salah. Aku bukan wanita penggoda!" teriaknya pilu.

"Halah, banyak ngomong kamu! Andai kamu nggak datang ke desa ini, ndoro putri bakal masih hidup!"

Wanita itu mundur perlahan, sedikit kesusahan karena harus bergerak di dalam air. Ia harus segera pergi melarikan diri dari tempat itu sebelum lelaki itu membawanya kembali pada dukun gila yang begitu posesif mencintainya.

"Heh, mau lari kemana kamu!"

Wanita itu segera berbalik dan dengan sisa tenaganya ia berlari melawan arus. Ia tak peduli meski dirinya harus mati di sungai itu asalkan tidak kembali pada dukun gila yang telah menyiksanya selama bertahun-tahun.

"Hei, tunggu guoblok! Kamu pergi ke arah air terjun!" lelaki itu berusaha mengejarnya, tapi ia tak mampu melawan arus lagi dan ia pun menyerah.

"Sialan, dasar sun-dal! Bangsat, larinya cepat banget!"

Wanita penuh luka itu terus bergerak, ia menantang arus, mengabaikan air sedingin es yang menusuk tubuhnya. Ia berlari dengan berpijak pada bebatuan licin berlumut hingga akhirnya wanita itu terjatuh dan kehilangan keseimbangan. 

"Aaaargh!"

Suaranya pilu memecah hening malam, tenggelam bersamaan derasnya aliran air. Lelaki bertubuh tegap itu tertawa senang mendengar suara teriakan wanita tadi.

"Mampus kowe!" (mati kamu!)

Tawanya menggelegar seolah tak peduli dengan kenestapaan wanita yang tak bersalah itu. Kebenciannya pada wanita tadi mengalahkan rasa kemanusiaan yang dimilikinya. Ia tak peduli meski wanita itu mati.

...----------------...

Para anggota kepolisian berkumpul di rumah dinas dokter Putra. Mereka berdiskusi tentang fakta-fakta di lapangan yang berhasil ditemukan. Besok pagi mereka akan kembali ke kota untuk melaporkan perkembangan penyidikan.

"Mas Rizky sama yang lain beneran mau pulang besok?" Dokter Putra kembali menanyakan rencana mereka.

"Iya dok, rencananya sih begitu. Mungkin jika ada fakta baru kami kesini lagi." Rizky menjawab tegas.

Nayla meletakkan cangkir kopi untuk para tamunya. Sundari ikut membantu Nayla, ia meracik bakwan jagung dan juga pisang goreng sebagai pelengkap kopi susu. Budi melirik ke arah Nayla yang terlihat pucat.

"Mbak Nayla nggak apa-apa? Kok pucat banget?"

"Uhuuuk," Anton sengaja batuk meledek Budi.

"Cie … yang perhatian banget sama dokter Nayla." timpal Rizky sementara tiga anggota lain hanya terkekeh.

"Ohya, masih keliatan pucat ya?" Nayla bertanya balik.

"Iya, kayaknya butuh perona pipi biar nggak pucat!" sahut Budi.

"Buat merona dong Bud, biar dokter Nayla nggak pucet lagi!" lagi-lagi Anton menggoda.

Nayla tersenyum masam, sedikit terganggu dengan candaan mereka. "Hhm, mas polisi ini besok pulang? Apa ada fakta baru?"

Pertanyaan Nayla sontak membuat yang ada di ruangan berubah serius. Mereka saling memandang lalu mengatakan hal seperlunya saja. Nayla memahaminya, kerahasiaan harus dijaga sebelum ditemukan penyebab dari kematian tragis tiga warga desa.

"Monggo mas-mas ganteng gorengannya dah siap!" Sundari memecah suasana tegang dengan suara manja menggoda. 

Anton tersedak saat melihat penampilan Sundari yang malam itu terlihat begitu kompak menonjolkan perabotan depan dan belakangnya dalam balutan daster tanggung bertali kecil.

"Hmm, pelan! Biasa aja kali liatnya!" sindir Budi ganti meledek Anton.

Sundari sumringah melihat mata para lelaki yang memandang takjub tubuhnya. "Dimakan mas, selak dingin nggak enak. Tapi kalo udah dingin tenang saya bisa kok angetin." Kalimat ambigu dari Sundari membuat yang ada di ruangan bergidik geli.

Nayla menoleh ke arah Sundari yang masih berdiri sambil menggigit bibir bawahnya, berusaha menggoda salah satu anggota kepolisian.

"Mbak, ada yang mau diceritain nggak ke mas polisi ini? Mbak kan pacarnya mas Sukir."

Sundari menghela nafas berat, "Apalagi yang mau Sun ceritain, semua sudah dicatat sama mas ganteng yang itu!" tangannya menunjuk pada salah satu anggota yang duduk di dekat pintu.

Semua mata tertuju padanya membuat petugas muda itu garuk-garuk kepala. "Hmmm, perlu dicek ini laporannya jangan-jangan isinya gambar semua!" ledek Anton sambil tertawa geli.

Nayla tersenyum mencoba memaklumi kelakuan Sundari. "Ketiga korban bekerja sebagai karyawan Wak Dadan, apa mungkin ini hanya rekayasa untuk menutupi satu kesalahan besar di masa lampau?"

Kalimat yang meluncur dari mulut Nayla sontak membuat para petugas saling memandang. 

"Maksud mbak Nayla gimana? Apa mbak Nayla tahu sesuatu?" tanya Anton.

Nayla menatap satu persatu petugas lalu menjawab. "Bukan tiga tapi empat korban, dan saya yakin semuanya berhubungan dengan kematian salah satu istri Wak Dadan."

Sayup-sayup terdengar suara burung Kedasih dari kejauhan. Burung pembawa berita kematian yang menyebar teror di desa. Nayla, dokter Putra dan para petugas saling memandang. Suara burung Kedasih semakin jelas terdengar, membuat siapapun bergidik ngeri.

Nayla bergumam, membuat semua orang yang ada di ruangan itu bergidik ngeri, "Korban kelima datang!" 

 

 

Terpopuler

Comments

A B U

A B U

next.,

2023-02-22

1

🌹*sekar*🌹

🌹*sekar*🌹

dr.Arini🤔

2023-02-03

4

alena

alena

apa yg di maksud dukun itu mas joko

2023-01-28

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!