Pengakuan Sundari

Sundari duduk di teras dengan senyum yang terus menerus mengembang di wajahnya. Tak ada lagi gurat kesedihan karena ditinggalkan Sukir kekasih gelapnya. Hilang sudah wajah nelangsa yang ia perlihatkan saat mendapat perlakuan kasar dari Sarno yang juga kekasih Sundari.

Janda kembang nan bahenol itu malah unjuk gigi di depan Tegar dengan membusungkan dadanya yang penuh dan berukuran ekstra. Bukit kembar ranum yang juga memuaskan mas dukun Joko. Sesekali ia mengubah posisi duduknya agar terlihat berpose bak model majalah dewasa. Hal ini tentu saja membuat Nayla dan Tegar saling memandang dengan heran.

"Mbak Sundari ada perlu apa kesini?" tanya Nayla kemudian, ia jengah melihat kelakuan Sundari yang persis seperti cacing kepanasan.

"Saya kesini mau ketemu mas Tegar, eh salah mau bantuin mas Tegar jagain mbok Dar!" jawabnya dengan suara serak dan sedikit manja.

Nayla mengerutkan kening, "Oh ada perlu sama mas Tegar? Saya kira mbak ada masalah iritasi atau gimana gitu." 

"Iritasi? Ah mbak dokter ada-ada aja, saya selalu jaga kesehatan badan mbak. Terutama bagian intim, jadi nggak bakal gatal-gatal!" ujarnya sembari mengerling pada Tegar.

Nayla menahan tawa melihatnya, sementara Tegar menggaruk kepalanya dan berdecak kesal. Bagaimana tidak, Tegar lelaki normal, melihat Sundari berpakaian ketat dan menunjukkan belahan dada saja jiwa lelakinya bergejolak. Ditambah dengan pose Sundari yang sengaja mengundang dan tak tahu malu. Sungguh Tegar benar-benar menguatkan iman agar tidak tergoda untuk menyentuh tubuh molek sang janda kembang.

"Kata siapa saya butuh bantuan buat jagain simbok? Saya bisa sendiri!" Tegar menjawab dengan ketus.

"Lho tadi kan pak Agus bilangnya saya suruh kesini buat bantuin mas Tegar. Kok sampai sini ditolak siih!" protesnya dengan nada manja.

Nayla terkikik geli, "Oh boleh kok bantuin dia mbak, lagian dia kayaknya juga capek tuh semalaman jagain simbok." 

"Naah tuh kan, mas Tegar capek yaa. Sundari bisa pijitin kok, biar ototnya lemas semua nggak kaku-kaku gitu. Tinggal pilih mau pijat bagian mana, mau yang enak apa yang enak banget." 

"Eeh," Nayla Sinta tertawa geli, ia tak lagi bisa menahannya apalagi ekspresi Tegar menahan malu tapi juga mau.

Tegar kembali menggaruk kepalanya yang sama sekali tak gatal. Salah tingkah karena ditatap Sundari dan ditertawakan Nayla.

 "Ccckk, nggak usah cari penyakit deh saya nggak mau urusan sama si Sarno!" dengusnya kesal.

"Ooh, bang Sarno udah saya putusin kok mas Tegar tenang aja, aman!" sahutnya sambil mengedipkan sebelah mata.

Nayla kembali tak bisa menahan tawanya, perutnya sakit karena terus tertawa. "Aduh, mbak Sundari bikin keki! Udah deh saya mau masuk dulu. Oh ya, anggap saja rumah sendiri." katanya berpamitan sambil meledek Tegar yang merah padam.

"Kamu mau kemana Nay?" 

"Cek simbok, mau bikin sarapan juga."

"Eeh, mbak dokter sini saya buatin! Saya pinter masak lho. Mas Tegar mau dibuatin apa? Nasi goreng spesial pake telur? Atau spesial pake …," mata Sundari melirik ke arah dua bukit kembar miliknya yang menggoda, sontak Tegar semakin salah tingkah.

Nayla terkikik geli hingga mengeluarkan air mata, ia menggelengkan kepala lalu berlalu ke dapur diikuti Sundari.

"Sebentar ya mas Tegar, saya masak dulu abis ini saya bikin enak deh." kedipnya nakal sambil berlalu.

"Mbuh ah, sak karepmu Sun!" Tegar mendengus kesal, ia berdiri dan masuk ke kamar menemani mbok Dar.

Nayla dibantu Sundari meracik bahan masakan yang ada dalam lemari pendingin. Sundari dengan cekatan memasak sayur asem, lengkap dengan tempe dan tahu goreng. Sambal terasi, lalapan mentimun, dan juga ikan asin jambal roti. Menu sederhana tapi aromanya menggugah selera.

Untuk mbok Dar, Nayla membuatkan bubur dan sayur berkuah bening. Nayla tersenyum melihat Sundari yang bekerja dengan cepat tanpa menunggu perintah darinya. Sundari juga langsung membersihkan gerabah yang kotor setelah memasak.

"Wah, mbak Sundari rajin banget. Masakannya juga enak." puji Nayla.

Sundari tersipu, ia menengok ke arah ruang depan mencari sosok Tegar. "Ah, mbak dokter bisa aja. Ini cuma masakan biasa kok mbak. Semoga mas Tegar suka." 

Nayla tergelak melihat Sundari yang cengengesan. "Mbak Sundari suka sama Tegar?"

Yang ditanya merona, "Wah lha nggak suka lagi mbak, suka banget!"

"Mau dijadikan pacar ke berapa emangnya?" tanya Nayla geli.

"Hhhm, ini yang sulit. Baru kali ini saya suka sama berondong mbak dokter. Sebelumnya perjaka tua, centeng, duda kaya, terakhir dukun mbak." sahutnya jujur tanpa berniat menutupi dari Nayla.

"Eeh, kok banyak. Saya satu aja belum. Apa nggak kasihan sama Tegar kalo dia kena hajar pacar mbak yang lain?" 

"Aman mbak, asal semua saya buat enak diem semua udah." 

Sikap Sundari yang blak-blakan membuat Nayla terhibur. Setidaknya dirinya bisa tertawa sejenak melupakan ketegangan yang terjadi akhir-akhir ini. 

"Mbak, Sukir pacar mba yang keberapa?"

"Ehm, dia keberapa ya? Kayaknya kedua deh mbak." jawabnya sambil menuangkan kuah sayur ke dalam mangkuk besar.

"Waktu Sukir meninggal mbak sedih banget gitu. Apa dia spesial?" tanya Nayla lagi.

"Waduh gimana ya mbak, mas Sukir itu dibilang spesial juga nggak, biasa juga nggak. Cuma dia yang paling perhatian sama saya dibanding yang lain. Dia nggak cuma minta jatah tapi juga bisa buat hati saya tenang. Saya bisa cerita apa aja kedia termasuk ceritain semua pacar saya mbak."

"Astaga, lah dia nggak cemburu apa?" tanya Nayla heran.

"Nggak mbak, lha wong saya cuma cerita biasa nggak kasih tau mereka sebenarnya pacar-pacar saya kok!" sahutnya cengengesan.

"Ealah, dasar gableg kamu mbak. Buaya cewek ini namanya!" Nayla menggelengkan kepala.

Sundari tak tersinggung dengan kata-kata Nayla, ia malah ikut tertawa. "Mumpung masih bisa mbak, nikmati hidup aja."

"Mbak, nanya lagi boleh?" Sundari mengangguk. Nayla menengok ke arah dalam, "Mbak tau istri ketiga Wak Dadan? Ndoro putri?"

Wajah Sundari seketika memucat, ia terlihat gugup. Nayla dibuat curiga dengan reaksi Sundari. "Kenapa mbak?"

"Ehm, anu mbak dokter. Saya … ehm, saya kenal tapi itu juga dari si Sukir."

"Bisa ceritain?" Sundari mengangguk pelan setengah ketakutan. Tangannya saling meremas tanda tak nyaman dengan permintaan Nayla.

Sundari pun menceritakan istri ketiga Wak Dadan yang ia tahu dari Sukir. Istri ketiga Wak Dadan rupanya sering meminta bantuan Sukir untuk diantarkan ke kota. Sukir bak tangan kanan Kumalasari, ia menjadi orang kepercayaannya yang ditugaskan memberi sejumlah uang pada orang tuanya. Sesekali Sukir juga ditugaskan mengawasi gerak gerik kekasih Kumalasari.

"Jadi dia masih berhubungan dengan kekasihnya di kota?"

Sundari menggeleng, "Nggak tahu mbak, Sukir cuma cerita kekasih ndoro putri itu serem tapi juga ganteng mbak. Kerjaannya itu tuan tanah di kota punya banyak kontrakan katanya."

"Kalo pacarnya kaya kenapa dia lari ya, aneh." Nayla mengerutkan kening.

"Hhm, masalahnya pacar ndoro putri itu juga suka memukul, menyiksa gitu. Dia mengancam orang tua ndoro putri juga, makanya Sukir disuruh ngawasin. Cuma sayangnya …," Sundari berhenti bercerita.

"Kenapa?"

"Orang tuanya tewas dalam kebakaran rumah mbak, kayaknya sengaja dilakukan sama pacarnya itu. Sejak saat itu ndoro putri jadi aneh."

"Aneh gimana?"

"Dia kecanduan pergi ke dukun! Dia juga suka … lelaku mbak!"

"Maksudnya?" Nayla semakin dibuat penasaran.

"Dia … duh gimana ya bilangnya? Ehm, suka ngelakuin ritual aneh dan Sukir saksinya."

"Duh, kalau cerita jangan setengah-setengah kenapa sih! Saya kan jadi bingung mbak!" protes Nayla.

"Ndoro putri suka …,"

"Nay, simbok Nay! Tolong simbok!" suara Tegar mengagetkan Nayla dan Sundari.

Nayla bergegas ke kamar, dan terkejut melihat mbok Dar kejang-kejang, matanya melotot dan berputar kesana kemari. Giginya bergemeletuk dan mendesis kesakitan.

"Astaghfirullah, mbok … istighfar mbok!" Sundari mencoba menenangkan mbok Dar.

Mbok Dar tak bergeming, tubuhnya semakin mengejang tak karuan. Ia menatap ke arah Sundari dan Nayla.

"Ojo melu-melu urusanku! Lunga lan aja bali mrene, nek ora gelem mati koyo liyane!" (Jangan ikut campur urusanku! Pergi dan jangan kembali, kalau nggak mau mati seperti yang lainnya!)

Ketiganya saling memandang, mbok Dar kembali mengejang, matanya menatap keatas sebelum akhirnya terkulai lemas.

"Mbok, simbok!" Tegar berteriak ketakutan.

Nayla tercengang, ia menduga ada hal besar yang disembunyikan orang-orang disekitar Wak Dadan. Rahasia yang membawa dendam hingga kematian menjemput.

 

 

Terpopuler

Comments

Hana Nisa Nisa

Hana Nisa Nisa

🙈🙈🙈🙈🙈

2023-12-30

1

A B U

A B U

next.

2023-02-22

1

Isnaaja

Isnaaja

mantap betul👍

2023-02-04

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!