The Ghost Prince
"Aku selalu menyalahkan pencipta karena kesulitan yang aku alami. Hingga akhirnya, aku sadar. Pencipta telah menyiapkan yang terbaik untukku."
Di sebuah kamar di panti asuhan, Reine sedang berbaring di kasur berseprei biru miliknya. Perempuan itu tidak sendirian, ada seorang pria juga yang terbaring di sana sambil memandang wajah cantik Reine. Pria itu membelai rambut Reine yang panjang layaknya sang kekasih. Sesekali ia memandang perban di kepala Reine dengan wajah sedih.
"Apa kepalamu masih terasa sakit?"
Reine menggeleng pelan. "Aku terlalu ceroboh hingga bisa terpeleset di kamar mandi."
Pria itu hanya tersenyum mendengar perkataan Reine. "Kau selalu melarangku masuk ke kamar mandi. Coba saja aku ikut masuk tadi, pasti kejadian ini tidak akan terjadi."
"Dasar pria mesum!" Reine tersenyum geli mendengar perkataan pria itu.
"Aku bisa melakukan apa yang aku inginkan. Kau tahu itu!" Pria itu menatap tajam wajah Reine.
"Tapi kau tidak akan melakukannya jika aku tidak mengijinkan," jawab Reine merasa menang.
"Ya, anggap saja karena aku terlalu mencintaimu."
Ceklek, pintu terbuka dari luar. Seorang wanita yang berusia sama dengan Riene masuk ke dalam kamar. Reine segera mengatur posisinya. Wanita itu tidak mau terlihat sedang berbaring di atas tangan seorang pria.
"Reine, kau pernah melihat buku kecil berwarna kuning di sini?"
"Buku?" Reine memandang pria yang disampingnya sebelum duduk di atas tempat tidur.
"Ya. Buku kecil. Isinya data anak panti. Aduh, di mana ya. Kemarin aku letakkan di sini." Wajahnya terlihat panik.
"Biar aku bantu cari." Reine turun dari tempat tidur. Ia membantu rekan sekamarnya untuk mencari buku kuning yang di maksud.
"Ada di sana. Di tong sampah!" ujar pria yang tadi bersama Reine. Reine hanya diam dan berjalan ke tong sampah. Kaki kanannya ia sengaja menendang tong sampah agar sampah yang ada di dalamnya berserak.
"Reine, suara apa itu?"
"Aku tidak sengaja menendang tong sampah. Biar aku bersihkan," jawab Reine sebelum berjongkok. Ia mulai memilih sampah kertas yang ada di dalam tong sampah. Hingga akhirnya ia berhasil menemukan buku kecil yang di cari temannya. "Angel, apa ini yang kau cari?"
Perempuan itu memalingkan wajahnya. Ia memandang buku kecil yang kini ada di tangan Reine. "Ya, benar. Syukurlah ketemu juga."
Reine memberikan buku itu dengan senyuman. "Untuk apa kau mencatat nama-nama anak panti?"
"Ada pemilihan calon istri pangeran. Ibu panti memintaku untuk mencari wanita yang sesuai dengan kriteria."
Reine hanya mengangguk. "Kau tidak ikut?"
Angel hanya tersenyum. "Aku ingin, tapi aku tidak akan terpilih. Jelas-jelas tubuhku pendek. Hanya wanita tinggi dan proposional yang akan di pilih."
"Benarkah?" Reine menaikan alisnya.
"Ya." Angel memasukkan buku kecil itu ke dalam tas. "Reine, aku pergi dulu ya. Terima kasih sudah membantuku menemukan bukunya."
Tanpa menjawab Reine hanya tersenyum. Ia melipat kedua tangannya di depan dada. "Pencarian calon istri pangeran? Apa pangeran itu tidak mampu mencari wanita yang ia cintai sendiri? Kenapa harus ada seleksi? Merepotkan pihak istana saja," gumam Reine di dalam hati.
"Kau tertarik untuk ikut?" bisik pria tadi di dekat telinga Reine. Bulu kuduk Reine bergidik ketika ia merasakan napas hangat pria tersebut.
"Darren, aku tidak mau menikah dengan pria lain. Bukankah aku sudah memilikimu?" Reine tersenyum manja. Kepalanya sengaja ia sandarkan di pundak kekar Darren.
"Aku mencintaimu, Reine."
"Aku juga sangat mencintaimu, Darren …."
***
Saat malam tiba, tiba-tiba saja kepala panti memanggil Reine untuk menemuinya. Reine yang sudah memakai pakaian tidur hanya bisa menurut. Setelah mengetuk pintu dan diijinkan masuk, Reine segera berjalan menuju ke kursi yang tersedia.
"Ibu manggil Reine?"
Wanita berusia sekitar 45 tahun itu memandang Reine sejenak sebelum fokus pada foto wanita di tangannya. "Ya, Reine. Bagaimana dengan cedera di kepalamu?"
"Sudah mulai baikan, Bu."
"Apa ada bekasnya? Ini ada obat yang bisa menghilangkan bekas luka tersebut."Reine
Reine memandang obat yang diberikan padanya sebelum memegang obat itu. "Terima kasih, bu."
Wanita paruh baya itu meletakkan foto yang sempat ia lihat. Ia memandang wajah Reine dengan saksama sebelum menghela napas. "Reine, ada yang harus ibu ceritakan padamu."
"Ada apa, bu?" Hanya melihat wajah ibu panti yang berubah serius saja sudah membuat hati Reine tidak tenang. Ia yakin kalau ada sesuatu yang terjadi kali ini.
"Di panti kita, tidak ada satu wanitapun yang cocok untuk menjadi calon istri pangeran. Hanya kau satu-satunya yang memenuhi kriteria, Reine."
Reine tertegun beberapa detik. Ia sempat membisu karena tidak tahu harus berbicara apa. "Apa mengirim wanita dari panti salah satu kewajiban, bu?"
"Ya. Mereka yang selalu membiayai panti kita. Adik-adikmu hidup dengan layak karena uluran tangan sang Ratu. Mereka meminta panti kita mengirim satu wanita yang kriterianya sesuai dengan apa yang mereka tentukan?"
"Untuk menjadi istri Pangeran?" tanya Reine memastikan.
"Belum tentu. Di sana kau akan bersaing dengan putri dari konglomerat dan beberapa wanita pilihan yang ada di negara ini. Jika tidak terpilih, kau bisa kembali ke panti. Bagaimana?"
Kepala panti tahu kalau Reine tidak akan bersedia untuk mengikuti seleksi seperti itu. Tapi, ia tidak memiliki pilihan lain selain membujuk Reine agar mau ikut.
"Tapi ... bu. Bagaimana kalau Reine terpilih dan harus menikah? Reine belum siap untuk menikah." Reine memasang wajah sedih berharap ibu panti tidak memaksanya lagi.
"Reine, sekali ini. Tolong turuti permintaan ibu. Usiamu juga sudah 21 tahun. Sudah pantas untuk menikah. Kau juga tidak memiliki pacar. Bahkan bertemu pria saja tidak pernah. Reine, ibu harap kau mau mengabulkan permintaan ibu. Ibu tidak sanggup bertemu dengan utusan istana besok."
Reine semakin tidak tega mendengar perkataan ketua panti yang begitu memelas. Selama ini dirinya sudah di anggap seperti anak kandung. Reine selalu mendapat perlakuan istimewa daripada rekannya yang lain. Hanya kali ini ibu panti meminta sesuatu padanya.
"Baiklah, Bu. Reine bersedia."
Ibu panti tersenyum bahagia. Ia memegang kedua tangan Reine. "Terima kasih, Reine."
Reine mengangguk pelan. "Apa Reine boleh kembali ke kamar, bu?"
"Ya, sayang. Silahkan. Besok pihak istana akan datang untuk melihatmu. Jika mereka memilihmu, lusa kau akan berangkat ke istana untuk mengikuti proses seleksi," ucap ibu panti dengan penuh semangat.
Reine hanya bisa tersenyum terpaksa. Ia tidak mau ibu panti tahu kalau kini dirinya sangat tertekan. "Selamat tidur, bu." Reine berjalan pergi meninggalkan ruangan ibu panti. Saat tiba di depan pintu, wajah Reine berubah tidak bersemangat.
"Apa yang harus aku lakukan? Ada banyak wanita yang menginginkan seleksi ini tapi kenapa harus aku yang terpilih?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Kustri
g diceritakan dl gmn bs rein ketemu darren, penasaran thor
2024-05-07
0