KEAJAIBAN PATUNG
Ting! Ting! Ting!
Dentingan jam berbunyi, memecahkan keheningan, pertanda menunjukkan pukul dua belas malam, seperti malam-malam sebelumnya, setelah suara dentingan jam itu, di susul suara erangan pria, samar-samar tetapi cukup jelas terdengar oleh Devina. Karena menganggap biasa, suara erangan pria itu tak ia pedulikan, dia masih tetap nyaman meringkuk dibalik selimut. Matanya pun tak sanggup lagi diajak berkompromi, Devina sudah kelelahan mengerjakan tugas kuliahnya.
Devina tiba-tiba dia ingin pipis, dia beranjak ke kamar mandi, terdengar suara kasak-kusuk dikamar sebelah, kamar yang sudah bertahun-tahun telah lama kosong semenjak Ayahnya meninggal dunia. Devina menyimak suara itu lagi. Kini suara itu berpindah lagi ke arah dapur.
Hanya tinggal seorang diri, tentu membuat nyali Devina tertantang. Dia gemetaran mendengar suara kasak-kusuk itu di dapur rumahnya. Berharap suara itu bukan maling yang akan merampok rumahnya.
"Aku harap itu bukan maling," lirihnya.
Devina melangkah perlahan mengecek keadaan luar, menjelang tidur Devina memang mematikan semua lampu ruangan lain, sehingga ia tak dapat melihat jelas keadaan dapurnya.
'Enggak, aku enggak punya keberanian untuk ini,' ucapnya dalam hati.
Arggggnnhh!
Suara lengkingan kucing mengejutkannya, seekor kucing hitam melompat ke arahnya. Devina terpental karena menghindari kucing itu.
"Sial nih, Kucing!" Umpatnya.
Devina mengusir kucing hitam itu dari kamarnya, dia bergegas menutup pintu sembari ngedumel. Kunci kamarnya ia letakkan di atas laci meja. Dia kembali ingin tidur, tak peduli dengan keadaan luar. Devina merasa sudah cukup waspada dengan mengunci pintu berlapis-lapis.
Sejam berselang, Devina mengeluarkan suara *******. Mer*mas bantalnya, saat itu seperti ada yang menyentuh tubuhnya dengan lembut, tetapi Devina tak mampu terbangun dari tidurnya. Devina merasa terjebak di alam bawah sadarnya.
'Hhmmm ..kamu siapa?' tanyanya tanpa membuka mata. Dia seperti berbicara dengan sesosok makhluk di alam mimpinya.
Mahkluk itu hanya berbisik mesra padanya, dia tetap melanjutkan aktivitas yang melenakan Devina itu. Telinganya mendengar jelas suara desah pria, tetapi mata Devina terasa berat mengerjap. Ada yang menyentuh di bagian bawahnya, tangan yang halus, Devina pasrah saja.
'Mungkinkah ini malaikat yang datang?' dia bertanya-tanya dalam hatinya.
***
Keesokan paginya, Devina tergesa-gesa bangun, di pagi itu ada jadwal mata kuliah yang tak boleh ia lewatkan. Saat hendak ke kamar mandi, Devina meraba celananya, lagi-lagi basah, kasurnya pun juga ikut basah.
"Aku ngompol atau apa?" Devina bertanya-tanya seorang diri.
Devina mengamati seprei kasurnya, ada cairan putih yang membekas lumayan banyak di sana. Dia mengendus-endus menciumi aroma cairan putih itu, seketika dia mual-mual karena baunya cukup menyengat.
"Apakah aku setiap amalan ini mimpi basah? Masa iya, setiap hari?"
Devina yang panik bergegas mandi, dia mengabaikan segala tanda tanya dibenaknya. Saat hendak berangkat, Ia tercengang melihat secangkir teh dan roti bakar di atas meja makannya. Devina menggelengkan kepalanya dengan keajaiban-keajaiban yang ia temukan setiap pagi.
Selalu saja ada sarapan yang tersedia untuknya, rumahnya juga terlihat bersih dan rapi. Padahal dia tinggal seorang diri, belum lagi jadwal kuliah yang teramat padat, tak menyempatkan dirinya berbenah. Rumahnya juga selalu terkunci rapat, tak ada sanak-saudara yang sering berkunjung.
"Ya ampun, apa ini semua keajaiban dari surga?' Maaf, aku tidak bisa makan ini, aku harus pergi sekarang," gumamnya.
Sebelum berangkat, dia masuk kamar kosong Ayahnya. Devina menyapa patung lilin, patung lilin menyerupai pria tampan yang berjas hitam, patung hasil karya mendiang Ayahnya. Patung itu diamanatkan kepada Devina agar senantiasa di rawat dan di jaga. Tak boleh ada yang membelinya ataupun merusaknya.
"Hei Robby, kamu jaga rumah ku, aku pamit dulu, aku akan pulang larut malam ini," ucap Devina.
Karena terpesona dengan ketampanan patung karya Ayahnya, Devina seringkali menciumi area bibir patung bernama Robby itu. Seolah menganggap patung itu kekasih idealnya. Meskipun tak ada respon dari patung Robby, tetapi bagi Devina itu cukup menghilangkan rasa kesepiannya yang hidup sebatang kara.
"Aku tidak lama lagi akan wisuda, terimakasih sudah menemani hari-hariku, Robby ..Love u," sambungnya sembari mengusap pipi patung Robby.
Devina sejenak membersihkan tubuh Robby dari debu. Mengelap dengan tissue basah.
"Kau sangat tampan, jika kau manusia, pasti kau jadi aktor terkenal di dunia karena ketampanan mu," puji Devina.
Devina berangkat kuliah, ada lagi sebuket bunga mawar putih di teras rumahnya. Tak ada nama pengirim dari bunga itu, seperti biasa bunga itu ia biarkan begtu saja hingga mengering.
Setiba di kampus, Devina berjalan menyusuri tangga, namun senior di kampusnya malah melemparinya botol minuman.
"Apa sih? Jangan bikin masalah baru lagi ya," kata Devina membentak.
Ketiga seniornya itu malam tertawa terbahak-bahak, "Siapa suruh sok cantik di kampus ini," sahut salah satu dari mereka.
"Kenapa? Kalian iri karena aku cantik alami tanpa bantuan oplas dan make up? Jangan iri dong, mari bersaing secara sehat," timpal Devina.
"Lo ya, udah berani ngebantah! Awas Lo!" Ketiga seniornya itu enyah dari hadapan Devina karena melihat ada dosen Yangs berjalan ke arah mereka.
"Awas apa? awas apa?" tanya Devina memekik ke arah seniornya.
Devina teramat kesal karena gangguan dari ketiga seniornya yang membencinya tanpa alasan. Selama ini dia berkelakuan baik ketika berada di kampus, Devina juga bukan gadis yang banyak bergaya, dia selalu tampil sederhana, kesederhanaan itu ia terapkan agar dia mampu mengirit tabungan Ayahnya agar tercukupi membiayai kuliah dan kehidupannya sehari-hari.
"Devina kamu tadi di ganggu lagi?" tanya Ibu Dosen padanya.
"Ya begitulah, Bu. Nanti juga mereka jerah juga," jawab Devina menganggap hal itu biasa.
Ibu Dosen yang juga teman mendiang Ayahnya itu menepuk-nepuk pundaknya, "Kamu yang sabar ya, Ibu pamit dulu," ucapnya.
Saat menuju ke kelas, Devina berpapasan dengan Fathur. Dia menyapa Devina dengan sedikit menggoda. Devina hanya tersenyum masam, Fathur terkenal dengan predikat 'Playboy' di kampusnya, menjadikan Devina bahan taruhan dengan teman-temannya, namun sampai saat itu Devina tak melirik Fathur.
"Dev, tunggu ah, buru-buru amat sih," kata Fathur mencegat Devina.
"Mau apa lagi, Kak? Tadi cewek Kakak nyamperin aku, mending urus dia aja deh," ketus Devina memutar mata malas.
"Sisil? Itu bukan. cewek aku, cewek aku itu kamu, eh maksudnya calon," tutur Fathur. Dengan mudahnya ia mengatakan cinta pada setiap wanita.
Bukannya terharu, Devina malah makin geli dengan sikap Fathur yang tebar pesona sana-sini. Devina malah meninggalkannya, Fathur mengikuti dari belakang, ada banyak kata-kata cinta yang dilontarkannya pada Devina, tetapi Devina menutup malah menutup kupingnya.
"****! Liat saja nanti Dev, Lo akan bertekuk lutut Ama gue," kecam Fathur masih memandangi Devina yang semakin menjauh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
$uRa
baca juga ini ahh...
2023-03-03
0