Teleport System
Sore itu, cahaya matahari condong ke barat, membiaskan sinarnya di atas permukaan sungai yang jernih. Burung-burung berterbangan pulang ke sarang, meninggalkan langit desa Kerangkeng yang perlahan diselimuti warna keemasan senja.
Di tepi sungai berbatu, seorang remaja duduk santai sambil menunggu umpan pancingnya digigit ikan. Rambutnya hitam pekat dan bergelombang, tubuh ramping dengan kulit sawo matang cerah, hidung mancung, serta rahang tegas yang membuat wajahnya tampak menawan. Ia adalah Faisal Basri, enam belas tahun, anak desa sederhana yang tinggal bersama kedua orang tuanya, dua saudara laki-laki, dan seorang adik perempuan.
Ayahnya seorang kuli bangunan, ibunya berjualan makanan ringan di rumah. Hidup mereka pas-pasan, namun penuh kehangatan.
“Haaah… sudah dua jam aku duduk di sini, hasilnya cuma dua ekor ikan sedang. Sial benar nasibku hari ini.” Faisal menghela napas kesal, lalu melemparkan batu kecil ke sungai. “Lebih baik aku pulang sebelum matahari benar-benar tenggelam. Kalau telat, ibu pasti marah.”
Ketika hendak membereskan pancingnya, matanya menangkap sesuatu berkilau di antara bebatuan. Sebuah cincin tua, kusam, seolah tertinggal begitu saja.
“Cincin? Walau tampak karatan, tetap saja barang gratis,” gumamnya sambil meraih benda itu. Setelah diamati, Faisal menyeringai tipis. “Hmmm… karatnya tidak parah. Nanti kubersihkan di rumah.”
—
Malam pun tiba. Di kamar sempit dan lapuk dengan ranjang kayu tua serta sebuah lemari usang, Faisal duduk menatap cincin yang sudah ia bersihkan. Warnanya berubah, ternyata bukan besi berkarat, melainkan logam kelabu mengilat.
“Lumayan. Kukira tadi cincin rusak, ternyata hanya kotor.” Ia lalu mengenakannya di jari.
Sambil menatap langit-langit, Faisal bergumam lirih, “Minggu depan aku pergi ke kota untuk sekolah SMA. Di desa ini pendidikan tidak bagus, jadi ayah dan ibu menitipkanku di rumah bibi. Berat memang meninggalkan mereka… tapi demi masa depan, aku harus kuat.”
Ia memejamkan mata. “Semoga semua berjalan lancar.”
—
Namun, ketenangan itu hancur seketika. Teriakan bergema dari segala arah.
“Bunuh mereka! Jangan sisakan satu pun!”
“Aaaaaaaargh!”
Faisal terbangun kaget. Ia tidak lagi berada di kamarnya, melainkan di tengah medan perang. Api, darah, dan jeritan manusia menguasai sekelilingnya.
“Apa-apaan ini… mimpi?”
Di hadapannya, seorang prajurit tertebas hingga kepalanya terpisah. Dari balik kabut darah, seorang prajurit gagah berteriak, “Yang mulia, cepat bangun! Kita harus pergi!”
Seketika, sebuah panel cahaya muncul di hadapan Faisal:
[Menginstal memori kepada Tuan… hitung mundur dimulai. 5…4…3…2…1…]
Tubuh Faisal melemas. Gelap menelannya.
—
Ketika ia sadar kembali, perang sudah berakhir. Faisal tergeletak dengan tangan dan kaki terikat, dikelilingi tawanan kerajaan Kroas.
“Pangeran bungsu Kroas… menyedihkan sekali nasibmu.” Seorang pria botak berzirah penuh darah berdiri di hadapan, wajahnya penuh luka perang. Dialah Jenderal Noerdin, salah satu dari empat jenderal besar kerajaan Esia, musuh bebuyutan Kroas.
Dengan suara dingin, Noerdin mengangkat Faisal dari tanah. “Aku akan mencincang tubuh pangeran kalian di depan mata kalian semua. Anggap ini tontonan terakhir sebelum kalian menyusulnya.”
Pasukan Kroas yang masih hidup hanya bisa gemetar, sebagian menunduk, sebagian lain menutup mata.
Namun, tepat ketika pedang Noerdin terhunus, Faisal bergerak.
“Duaaak!” Tendangannya mendarat tepat di wajah sang jenderal, membuat tubuh besar itu terpental jauh.
Prajurit Esia terperanjat, lalu serentak menyerbu. Ribuan pasang mata mengarah pada remaja yang barusan dianggap tawanan tak berdaya itu.
“Yang mulia! Lari!” teriak seorang prajurit Kroas.
Namun Faisal hanya tersenyum. Tali yang mengikatnya terlepas begitu saja, seakan rapuh di hadapannya.
“Biar aku saja. Aku yang akan menghabisi mereka.”
Dengan kecepatan yang mustahil, ia meraih senjata dari tanah dan melompat ke kerumunan. Tubuh-tubuh prajurit Esia beterbangan setiap kali pukulan atau tebasannya mengenai.
“Aku dilatih bela diri sejak umur tiga tahun oleh ayah dan kakekku. Di desa, orang-orang sudah segan padaku. Dan kini… dengan kekuatan sistem ini, aku tak terkalahkan.”
Teror menyelimuti barisan Esia. Di sisi lain, semangat pasukan Kroas kembali menyala.
“Itu… Yang Mulia! Musuh kewalahan!”
“Ayo bantu beliau!”
Gelombang perlawanan pun berubah arah.
—
Tiga puluh menit kemudian, medan perang sunyi. Ribuan mayat berserakan. Di atas tumpukan mereka, Faisal duduk dengan tubuh berlumuran darah.
“Jadi… begini rasanya membunuh,” bisiknya. “Aku tidak tahu ini mimpi atau nyata tapi rasa sakit dan perasaan yangku rasakan ini benar-benar seperti sebuah kenyataan" Faisal berjalan ke arah beberapa mayat yang tergeletak.
"Aroma darah dan juga debu terasa benar-benar nyata, sialan aku masuk ke ilusi atau aku bener bener berpindah. Ku harap aku bisa kembali lagi ke bumi jikalau semua ini benar-benar nyata" gumam Faisal sembari melempar pedang.
Wajahnya muram di balik senyum lelah.
...****************...
Bersambung..
Cerita ini di buat berdasarkan imajinasi jika ada kesamaan nama tempat atau nama seseorang mohon maaf namun ini hanya novel fiktif jangan terlalu di bawa hati.
Terimakasih atas dukungan kalian selama ini maaf karena saya jarang up dan tidak konsisten tapi saya selalu berusaha untuk melakuka itu mohon maaf semuanya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
Redmi 12c
lombok barat kan ada dusun nama kerangkeng
2025-06-02
0
Gilang Qurtubi
saya tau pasti si author nya dari Lombok ni /Chuckle/
2024-02-13
1
Rahma Hayati
❤
2023-12-12
1