"Namora. Mau ikut kami ke kota Batu?" Tanya Ameng setelah puas mengerjai anak itu.
"Untuk apa, Paman?" Tanya Namora ingin tau. Biasalah. Anak-anak memang sering begitu. Walaupun dia mau, pasti akan bertanya terlebih dahulu.
"Hari ini paman Sugeng mu sudah kembali. Kita harus menemuinya. Paman akan meminta agar dia mau mengajarkanmu dasar-dasar dalam pergerakan beladiri. Misalnya, kuda-kuda serta langkah-langkah dasar," kata Ameng menjelaskan.
"Kuda-kuda?" Namora mendongak memandang wajah Ameng. Dalam benaknya saat ini, pasti Ameng akan mengajak dirinya ke kebun binatang untuk melihat kuda.
"Ya. Kuda-kuda. Seperti ini!" Kata Ameng menunjukkan sikap kuda-kuda dengan menekuk lututnya setengah berjongkok.
"Oh," kata Namora singkat. Walaupun dia masih tidak mengerti, pokoknya 'oh' saja lah. Biar supaya mereka segera berangkat menemui Sugeng di kota Batu.
"Paman..! Namora harus meminta izin dulu kepada ibu," kata anak itu sembari berlari ke arah dapur untuk meminta izin.
Setelah mendapatkan izin dari sang ibu, mereka pun akhirnya berangkat menuju kota Batu di mana mereka memiliki rumah di sana untuk keperluan pekerjaan.
Perjalanan dari kampung Baru ke kota Batu tidak lah memakan waktu terlalu lama. Apa lagi dengan cara Acong yang mengendarai mobil. Perjalanan itupun tidak sampai memakan waktu dua puluh menit.
Kedatangan Ameng, dan Acong yang membawa Namora disambut dengan sangat antusias oleh Sugeng dan Timbul. Mereka tidak menyangka bahwa Namora akan mendapat izin dari Mirna untuk datang ke rumah mereka.
Setelah dipersilahkan masuk oleh Sugeng, Acong pun mulai menceritakan kepadanya bahwa Namora ingin belajar jurus-jurus dasar ilmu beladiri.
Sugeng termenung sesaat setelah Acong selesai menceritakan maksudnya membawa Namora ke rumah mereka itu.
Sambil menghela nafas, Sugeng menggelengkan kepalanya, kemudian berucap. "Aku tidak bisa Cong! Aku memang suka berkelahi. Tapi, semua jurus yang aku pergunakan itu asal-asalan. Kebetulan saja aku selalu menang. Aku hanya meniru gerakan dari buku. Dan itu hanya berlaku untuk diriku sendiri. Jika di suruh mengajarkan, waduh. Musmet kepala ku!"
"Mumet!" Kata Timbul meluruskan ucapan Sugeng tadi.
"Sulit juga kalau sudah begini. Aku khawatir jika Namora mendaftar ke perguruan beladiri, dia akan dibully terus-terusan oleh murid-murid yang lain. Kasihan dia," kata Ameng mengeluh.
"Hanya ada satu cara untuk menghindari hal ini. Dia tidak akan di bully andai Rio yang bertindak," kata Sugeng pula seolah memberi angin segar kepada Ameng, Timbul dan Acong.
"Masuk akal juga apa yang kau katakan tadi. Di kampung baru, dia kan sering di hina. Tapi, jika di kota Batu, akan sangat sedikit orang yang menghinanya. Ini karena, pamannya adalah seorang Kapolres di kota Batu ini. Kalau bully dikit-dikit, biasalah itu. Mana ada sebuah usaha akan berjalan dengan mulus. Kerikil harus ada sebagai proses pendewasaan,"
Mereka semua saling tersenyum dan menarik nafas lega karena telah mendapatkan solusi yang tepat untuk Namora kedepannya. Kini, tinggal bagaimana caranya agar Rio menyetujui ide dari mereka tadi.
"Hanya satu yang aku takutkan," kata Ameng pula yang kemudian membuyarkan senyuman di wajah mereka.
"Maksud mu Meng?" Tanya Timbul.
"Aku khawatir kalau-kalau, Rio akan memiliki pemikiran yang sama dengan Mirna," jawab Ameng mengutarakan kekhawatirannya.
"Ada apa sebenarnya?" Tanya Sugeng tidak mengerti. Maklum, ketika tadi terjadi perdebatan antara Ameng, dan Acong yang membantah cara berfikir Mirna, Sugeng dan Timbul tidak ikut. Mereka berdua baru saja kembali dari kota Kemuning demi urusan kerja. Karena, semenjak Tigor berada di dalam penjara, kesembilan sahabatnya itulah yang bahu membahu dalam menyelesaikan pekerjaan yang seharusnya dikerjakan oleh Tigor.
Mereka sangat kompak. Baik itu Andra, Monang, Ameng, Ucok, Thomas, Timbul, Acong, Sugeng, dan Jabat. Sebagian diantaranya ada yang buta huruf. Namun, mereka mengerjakan sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing. Dan itu cukup berhasil untuk mengcover ketiadaan Tigor sampai saat ini. Selain mereka juga dibantu oleh pak Burhan. Sang pemegang kuasa hukum bagi perusahaan milik Tigor, dan juga anak perusahaan yang baru didirikan oleh Future of Company, yaitu Tower Sole propier.
"Kau tidak tau saja. Tadi itu, sempat terjadi perdebatan sengit antara aku dan kak Mirna. Dia tidak setuju jika Namora belajar seni beladiri. Namora bahkan sempat merajuk. Hanya saja, kami berhasil memberi pengertian kepada kakak kita itu. Dan pada akhirnya, dia menyetujui Namora yang hendak belajar beladiri," jawab Ameng.
Acong juga menganggukkan kepalanya. "Satu masalah telah beres. Kini, tinggal meyakinkan Rio,"
Mereka berempat tampak berfikir keras untuk mencari cara agar Rio mau menyetujui agar Namora bisa belajar ilmu beladiri.
Namora yang tidak terlalu mengerti isi dari perbincangan mereka tadi hanya bisa celingak-celinguk. Lelah seperti itu, dia pun membuat mimik wajah seolah-olah sedang berfikir juga. Bahkan, dia ikut-ikutan menirukan gaya Ameng yang memegangi kepalanya sendiri seolah-olah sedang berfikir keras. Padahal, entah apa yang dipikirkan oleh Ameng, entah apa yang dipikirkan oleh Namora.
Ameng segera meledak tawanya melihat ulah anak itu.
Dengan gemes, Ameng segera merengkuh tubuh anak itu hingga jatuh di pangkuannya.
"Kau sedang apa Namora?" Tanya Ameng sembari tertawa.
"Sedang memegangi kepala," jawab anak itu singkat.
"Untuk apa?" Tanya Ameng kembali.
"Paman seperti itu. Namora juga seperti itu,"
"Hahaha. Dasar anak somplak!" Kata Ameng pula. Lalu dia kembali serius memikirkan cara agar Rio bisa menyetujui saran mereka.
"Nah. Aku ada idea," kata Sugeng pula secara tiba-tiba mengejutkan mereka yang berada di ruangan itu.
"Kau ini. Bikin kaget saja," gerutu Acong.
"Idea apa yang kau dapatkan, Geng?" Tanya Timbul ingin tau.
"Sebentar lagi kan Namora akan berulang tahun. Dan seperti biasanya, ulangtahunnya pasti akan dirayakan di penjara bersama bang Tigor. Kita Prank bang Tigor!" Kata Sugeng pula sambil memainkan alis matanya.
"Aku masih belum mengerti," kata Acong pula. Riak wajahnya sangat bingung ketika ini.
"Begini," kata Sugeng lalu membisikkan rencananya untuk mengerjai Tigor.
"Wah. Kau gila. Abang sendiri mau dikerjai," kata Ameng. Tapi dia juga tertawa.
"Namora ini kan suka pamer kepandaian yang baru dia dapatkan. Kita suruh dia memperagakan gerakan beladiri dihadapan bang Tigor. Sebagai seorang praktisi beladiri, bang Tigor pasti tau. Dia pasti akan mendesak Rio untuk mencari guru yang benar dan bukan abal-abal seperti kita ini,"
"Waaaah. Masuk akal juga. Sekarang ayo kita mulai!" Ajak Timbul sambil menahan tawa. Dia sengaja menahan tawa agar Namora tidak curiga.
"Mari!" Kata Sugeng kemudian.
"Namora. Kau akan kami ajarkan tentang bela diri. Supaya besok ketika kau bertemu dengan ayah mu, kau bisa pamer. Ayah mu pasti senang!" Bujuk Sugeng kepada anak itu.
"Apa iya, Paman?" Tanya Namora.
"Itu pasti!" Jawab Sugeng sambil tersenyum. Jelek sungguh senyum Sugeng kali ini.
"Ayo Namora! Kita jangan membuang waktu. Saatnya berlatih. Kau ikuti gerakan kami ini ya!" Ajak Ameng pula. Lalu, dia menirukan gerakan-gerakan yang sangat teratur. Namora juga tampak sangat serius menirukan gerakan yang diajarkan oleh Ameng.
Setelah sekian lama belajar gerakan dari Ameng, akhirnya Namora merasa janggal juga. Gerakannya hanya itu-itu saja. Lalu, kapan menyerangnya?
"Paman. Mengapa gerakan ini hanya begini-begini saja? Kapan Namora bisa meninju orang kalau seperti ini?" Tanya anak itu. Maklum, ketika dia menonton film kungfu, dia sering melihat bahwa pemeran utama akan bertarung dengan pemeran antagonis. Tapi, dalam gerakan yang diajarkan oleh Ameng, sama sekali bukan gerakan berkelahi.
"Namora. Ini adalah jurus dasar untuk membela diri. Kau akan mengerti kelak jika kau sudah lebih besar lagi dari usiamu yang sekarang," jawab Ameng berkelit. Dia tau bahwa anak itu tidak sepenuhnya mengerti. Tapi, suatu saat pasti akan mengerti. Dan harus mengerti.
"Baiklah, Paman!" Jawab Namora. Lalu, mereka pun kembali berlatih.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 273 Episodes
Comments
On fire
💓💓🩷🩵🖤💕💕
2025-01-20
0
On fire
💓💜🖤
2025-01-20
0
art
oi
2023-01-14
0