Can I Kill You?
"Akhirnya hari ini tiba juga."
Setelah menghela napas lumayan panjang, aku menata semua perhiasan, gaun, dan emas dalam sebuah koper besar. Mengingat koper itu telah menemaniku sejak kecil, kututup atasnya pelan-pelan. Hanya benda ini yang selalu menemaniku kemanapun aku pergi.
Omong-omong, hari ini adalah waktu keberangkatanku menuju Istana Ruby. Untuk apa, kalian bertanya? Yup, aku akan dinikahkan dengan kaum vampir di sana.
Ya. Kalian tidak salah baca, aku akan dinikahkan. Dan jika kalian tahu satu hal: Aku sangat membenci vampir. Sangat. Kerajaan Zamrud--kerajaan manusia sejak dahulu sudah menyerah akan kekuatan vampir. Walau di samping mereka ada manusia serigala, tetap saja vampir yang berjaya namanya. Aku tidak pernah bisa menyukai keadaan ini.
Suara pintu diketuk menyapa telinga sebelahku. Aku membuka pintu, dan ibu muncul dengan wajah yang sangat muram.
"Maafkan aku, Barbie. Ini demi semua kerajaan manusia. Aku tahu kau juga merasa tidak setuju dengan ini, bukan?"
Sebuah senyum kupaksakan untuk berlabuh di bibirku. "Tidak masalah, bu. Lagipula pernikahan ini sudah direncanakan walau aku belum lahir, bukan?"
Ibu mengangguk lemah. "Ibu memikirkan sebuah ide yang cemerlang barusan. Bagaimana jika adikmu saja yang menikah dengan pangeran vampir itu? Dengan begitu..."
"Tidak!"
Aku memekik sangat keras hingga beberapa pelayan yang kebetulan lewat menoleh ke arah kami. Bahkan ibu yang seharusnya tahu bagaimana kebiasaanku sehari-hari ikut bergeming. Sedikit malu, kututup wajahku dengan kipas yang kebetulan kubawa.
"Maksudku, tidak, aku tidak setuju. Ini pernikahanku. Gabriel tidak perlu ikut untuk masuk dalam masalah ini. Dia akan menikah dengan manusia biasa! Aku sudah menjanjikannya!"
"Oh, malang sekali Barbieku sayang. Aku hanya menyarankan, tentu kau tahu maksudku. Hanya kau yang paling kusayangi di keluarga ini."
"Kalau begitu ibu juga harus menyayangi Gabriel. Dia juga dari darah daging ibu."
Setelah itu, ibu memelukku erat. Dari dulu memang selalu begini, jika ada masalah, ibu memberiku pelukan, bukan solusi. Dan aku yang juga sudah terbiasa dengan itu, memeluk erat pinggang ibu yang sudah berusia senja.
"Berangkatlah setelah kau berpamitan dengan ayah dan adikmu yang menunggu di depan gerbang kastil. Aku yakin ayahmu pasti akan menangis melihatmu hendak pergi."
Aku tersenyum miris. "Orang itu tidak akan menangis, bu. Bahkan kalau ia menangis, ia akan menangis bahagia."
......................
Burung-burung bertebaran di atas langit, seolah ikut menyambut kepergianku juga. Matahari sudah melayang di tempat tertinggi. Aku yakin bangsa vampir masih belum bangun.
"Kak Barbie. Hati-hati di jalan," kata adikku yang memelukku setelahnya. Mata birunya berkaca-kaca. "Aku akan selalu merindukan kakak."
Miris. Tangisku hampir pecah. Padahal aku sudah berjanji tidak akan menangis di depannya.
"Makasih, Gabriel."
"Kereta kuda dan para pengawal sudah siap untuk mengantarmu ke Kerajaan Ruby. Sudah tidak ada yang ketinggalan, kan?"
Yang berbicara barusan adalah Pak Tua berjenggot putih dengan kumisnya yang kepanjangan. Itu ayahku. Aku berharap ia tidak pernah muncul di saat-saat terakhirku, di kerajaan manusia.
"Tentu saja. Kalau begitu aku pamit dulu."
Tidak ada pelukan atau tangisan, ayah juga tidak balas tersenyum, atau merengut seperti ibu barusan yang kutolak ide cemerlangnya. Sepatuku naik ke atas kereta roda dan aku segera duduk di dalamnya.
Gabriel tampak melambaikan tangannya yang kurus padaku, mengucapkan selamat tinggal berkali-kali. Aku balas melambai pelan padanya, dan kereta kuda meluncur cepat ke arah Kerajaan Ruby yang akan menjadi tempat tinggal baruku.
Di antara bunyi derapan kuda dan gemerisik bunyi bisikan daun-daun yang disinari cahaya oranye, pikiranku melayang kembali ke masa lalu. Mengingat semua akar permasalahan yang menimpa diriku hari ini.
......................
"Kau sudah minum yang keberapa, Mikaela?"
Pemuda berambut putih yang dipanggil Mikaela itu masih terus menghisap darah perempuan yang terkapar di atas rumput hijau melalui lengan si perempuan. Wajahnya sudah kurus dan pucat. Namun, tidak ada tanda-tanda pemuda itu berhenti menghisap.
Merasa puas setelah beberapa menit terlewat, ia pun melepaskan gigitannya. "Ke lima puluh, mungkin?"
"Aduh, kau memang gila." komentar temannya. Rambutnya berwarna coklat terang bersinar di bawah bulan purnama. "Oh, ya. Kudengar kerajaan sebelah punya anak perempuan yang seumuran denganmu."
"Oh, ya?" Mikaela menjilat bibirnya yang masih bersisa darah. "Kalau begitu, artinya..."
"Impianmu bukan sekedar khayalan."
Mikaela menghela napas. "Yikes, itu mimpi buruk. Tapi nggak masalah."
"Kenapa?"
"Akhirnya aku bisa mencicipi darah bangsawan. Aku sudah bosan mengambil darah perempuan desa," ujarnya seraya melempar pandang ke arah perempuan yang sudah pingsan tadi.
"Menurutku tidak ada bedanya." komentar temannya. "Hati-hati, Mikaela. Jangan sampai kau jatuh hati pada manusia. Kalau sudah begitu, tahu artinya, bukan?"
Angin menderu hebat. Seengok gagak bahkan sungkan untuk menguping. Pertanda itu, seolah mengabari James sebuah kepastian dari diri Mikaela.
"Nggak bakal."
......................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Manami Slyterin🌹Nami Chan🔱🎻
mampir
2023-01-16
0
Pucukbiru
haiii aku mampir yaa
2023-01-15
0