Part 4 - Musim Panas 4

Membersihkan seluruh rambut dari kotoran-kotoran menggenang bukanlah hal yang mudah. Aku perlu mengoleskan belasan kali cairan shampoo ke rambutku untuk bebas dari bau amis. Peduli amat dengan minyak rambut, semuanya lenyap ditelan aroma shampoo. 

Untungnya, sekolah ini punya kamar mandi sendiri khusus untuk membersihkan badan. Tidak cukup besar, tapi cukup nyaman untuk menghabiskan waktu sendiri. Mungkin aku bisa menggunakannya untuk membolos di kemudian hari. Atau tidak. 

Kepalaku berdenyut. Kuusap hidung, dan kutemukan apa yang menjadi penyebabnya. Darah. 

Keparat. Mereka memukulku sekeras apa, sih, sampai seperti ini? 

Karen Clarke. Anak dari bangsawan yang akhir-akhir ini naik daun karena jabatannya naik di ranah pemerintah. Seharusnya bukan menjadi masalah jika aku menyingkirkannya dari kehidupan sekolahku. 

Andai saja tidak ada blacklist namaku dalam keluarga kerajaan, dalam pikiran ayah, semuanya akan menjadi mudah. Kedudukanku saat ini tidak ada bedanya dengan penjahat di jalanan, terlalu enak untuk diadili, terlalu mudah untuk diberi ganjaran. 

Hanya satu setengah tahun lagi, dan aku akan lulus dari sekolah bobrok ini. Kau bisa melakukannya, diriku. 

Dan setengah tahun itu terasa bagai mendaki gunung tanpa ujung, aku tidak pernah sampai pada puncaknya. 

...----------------...

Aku membuka pintu kelas dan mendapati Ms. Anna sudah lengkap dengan buku paket dan kacamata kotaknya. Mata kami berkilat sekilas, dan ia berkata ketus. “Terlambat lagi, Barbie?” Gelak tawa terbit dalam ruang kelas, termasuk geng Karen. “Apa yang terjadi pada seragammu?” 

“Sepertinya Barbie sudah bergabung dengan klub trek lari, bu!” ujar salah satu laki-laki berambut cepak. Sudah kubayangkan aku akan menghajarnya nanti. 

“Benarkah itu? Bagus.” Ia membenarkan posisi kacamatanya dengan jari tengah. “Bagaimana kalau sekarang kau mulai klub dan tinggalkan kelasku, Barbie?”

“Baju saya basah, Bu.” kataku tanpa memandangnya. 

“Dan kenapa bisa begitu?” 

Aku bisa merasakan Karen menatapku dengan teliti. Ia pasti akan mengelak keras jika aku mengatakan bahwa dirinya adalah pelakunya. “Saya… Jatuh.” 

“Jangan berbohong, Barbie. KATAKAN SEJUJURNYA ATAU KELUAR.”

Aku tidak bisa menjawab. Bisakah aku berkata jika, “ANAK DIDIKMU ITU SUDAH GILA KARENA BERANI-BERANINYA MENYIRAMKU DENGAN AIR PEL!” Tidak dalam seribu tahun, bahkan selamanya. Karen punya pengaruh yang baik sejak semester pertama. Dan aku hanyalah anak raja yang hobi membuat masalah. 

Kebisuanku dijawab sebagai persetujuan oleh Ms. Anna. “Berdiri di koridor sekarang juga.” 

Aku menghabiskan sisa waktu pelajaran matematika di luar kelas, dengan pakaian olahraga yang setengah basah dan rambut yang acak-acakan. Bisa kalian bayangkan betapa mengerikannya tatapan orang-orang yang lewat. Dalam sekali lihat, semua orang bisa tahu jika aku memang anak yang bermasalah. 

...----------------...

Pelajaran matematika berjalan lebih cepat dari yang kuduga. Aku menghabiskan pelajaran matematika sambil tidur dengan posisi membungkuk dan membenamkan wajah di depan lutut, persis seperti anak dibuang. Bertepatan dengan hal tersebut, Ms. Anna keluar dan menyambutku dengan nada yang luar biasa kasar. 

“Barbie, ikut aku ke ruang guru. Kita perlu bicara.” 

Tidak perlu ditanya apa yang akan kami bicarakan. Ia pasti membahas tentang nilaiku yang turun atau semacamnya. Tidak masalah, aku sudah terbiasa begini. 

...----------------...

 

“Katanya, kamu dirundung?” 

Ruang guru sesak oleh guru-guru yang menyelesaikan daftar nilai mereka atau menghabiskan bekal. Suara murid-murid yang mengeyel jika diri mereka tidak bermasalah juga bertubrukan dengan bunyi omelan para guru yang sudah berumur. Untungnya, suara Ms. Anna tidak terlalu terdengar oleh siapapun. 

“Dari siapa ibu bisa tahu?” ujarku, setengah terpana.

“Temanmu yang berkata pada ibu tadi pagi. Fynn, kalian dekat, bukan?” Jadi jika orang lain yang mengatakannya guru perempuanku ini akan percaya. Sungguh romantis. “Kenapa kau tak pernah bilang?” 

“Saya menyangka ibu tidak akan percaya, sungguh.” kataku sembari menunduk dan memainkan jari dengan canggung. 

Ia tertawa renyah. “Siapa yang menyebarkan rumor seperti itu?” Secarik kertas dan bulpen dikeluarkannya dari buket. “Tulis saja laporanmu disini; siapa yang merundungmu, sudah berlaku apa saja mereka padamu. Aku akan menunggu di sini selagi sempat.”

Agak ragu, kuterima bulpen itu dengan tangan yang gemetar. Padahal tadi pagi ia tampaknya sama sekali tidak mempedulikanku, sekarang tampaknya ia berusaha menjadi wali kelas yang baik. Apakah ini semua berkat Fynn? Apa memang hal yang baik menceritakan pelakunya pada dirinya? 

Selesai menulis, aku menunduk dan berterima kasih. 

“Belajar yang benar, lho. Kau imej sekolah ini, bukan? Apapun yang kau lakukan pasti akan berdampak pada sekolah ini. Yang semangat, ya.” 

Aku menunduk dan berterima kasih sekali lagi. Permintaannya untuk semangat malah membuat lututku melemah, hampir terjatuh. Aku berjalan menuju kelas dengan langkah gontai. Semoga tidak ada masalah yang terjadi. 

...----------------...

“Lihat, dia datang, tuh!” 

Sambutan yang hangat diberikan oleh Karen. Saking hangatnya, hatiku memanas ingin membunuh mereka satu persatu. Astaga. Aku seharusnya tidak boleh punya pikiran seperti ini. 

“Halo, Barbie! Bagaimana kunjungan ke ruang gurunya?” Salah satu bertanya ketika aku sampai di bangkuku dekat jendela. “Kau nggak melaporkan hal yang aneh-aneh, kan?” 

“Nggak, kok.” gumanku seraya menatap mata mereka lekat-lekat. “Ms. Anna cuma bertanya kenapa aku mengenakan pakaian olahraga.” 

Dengan nada yang manis, Karen bertanya, “Dan kenapa itu?” 

Aku tersenyum datar. “Karena aku terjatuh.” 

Mereka terkekeh seperti tikus yang hendak menghabiskan keju sebesar rumah. “Bagus! Bagus! Kau kan emang jatuh sendiri di kamar mandi! Memang pukulan kami sekeras itu, nggak kan? Kami kan murid paling lemah lembut di sekolah ini!” 

Sabar, Barbie. Jangan sampai kau membunuh mereka. Aku terus menanamkan itu di dalam hatiku, dalam pikiranku, dan dalam tindakanku. Ini tidak akan sulit, dan Gabriel akan aman. Tidak akan ada omelan ayah jika aku melakukan ini semua dengan baik. 

...----------------...

Berkas-berkas itu membuat raja lumayan kewalahan. Ini memang hari buruknya. Ditambah, kelakuan Barbie yang tidak sopan itu lumayan menambah sakit kepalanya yang sudah menyerangnya seperti makanan busuk. 

“Pengumuman buruk, Tuan.” 

Ia menoleh pada Rick yang bekerja sebagai asistennya selama ini dalam mentandatangani sisa berkasnya. Dalam situasi seburuk apapun, Rick tidak pernah mengatakan adanya pengumuman buruk walau dalam kondisi semengerikan apapun. Namun, lucunya kali ini ia mengatakannya, ditambah raut mukanya super panik membuat raja ikut panik. 

“Apa yang terjadi padamu?” 

“Kabar buruk, benar-benar kabar buruk.” 

Raja tidak sabar sambil memegangi kepalanya. “Makanya, katakan kepadaku apa yang buruk!” 

Menimbang-nimbang agak lama, Rick akhirnya angkat bicara. “Kerajaan Ruby, Tuan. Mereka bangkit lagi.” 

“Apa? Kenapa bisa?” 

Rick mengusap keringatnya tidak sabar. “Mereka mengumumumkan anak baru mereka tahun ini. Dan itu artinya adalah—”

“—Persembahan satu rakyat atau satu anakku.” 

“Tepat sekali, Tuan.” 

Jenggot panjangnya terusap gusar. Ia jelas tidak mau Gabriel menjadi pengorbanan untuk negeri vampir mengingat dia sangat menyayanginya. Ia pun teringat kelakukan Barbie pagi ini, begitu menjengkelkan, begitu meminta untuk diusir. 

Api ide menyala di kepalanya. Bukannya Barbie tumbal yang sempurna?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!