Legenda Sepanjang Masa
"Pagi, Vin," sapa Angel.
"Pagi, Ngel. Drian mana?" tanyaku.
"Nggak tau. Mungkin masih tidur."
"Emang ya, tu anak. Dia bilang jangan sampai telat, eh malah dianya yang telat."
Sebelum memulai cerita, ada baiknya aku memperkenalkan diri terlebih dahulu.
Namaku Alvin. Umurku 18 tahun. Aku lahir, tinggal, dan besar di desa kecil berpenduduk dua puluh kepala keluarga bernama Florida.
Kulitku berwana kuning langsat. Tinggiku sekitar 175 centimeter. Mata serta rambutku berwarna hitam.
Tampangku terbilang sangat tampan untuk seukuran orang desa.
Teman-temanku biasa memanggilku Vin, dan yang baru saja menyapaku adalah sahabatku, Angel.
Seperti namanya, Angel yang berarti malaikat, dia ini sangat cantik. Dia punya rambut hitam lurus sebahu. Matanya coklat ... atau mungkin cenderung hitam.
Umurnya sama sepertiku, 18 tahun. Tingginya sekitar 165 centimeter, tidak terlalu tinggi, tapi boleh lah.
Yang paling istimewa darinya adalah, dia punya kulit putih bersih dan wajah super duper manis.
Berkat kecantikannya itu, banyak pemuda desa yang mencoba mendekatinya, tapi tidak ada satu pun yang direspon, termasuk aku. Ya, aku.
Sekitar satu tahun yang lalu, aku pernah menyatakan perasaan padanya.
"Eh, Vin ... ka-kamu serius?" respon Angel kala itu.
"Iya, kamu mau nggak jadi pacarku?" ulangku.
Belum juga menjawab, dia tiba-tiba lari begitu saja.
Ok, lupakan soal itu.
...
Setelah satu jam menunggu, sahabatku yang paling tampan dan paling tepat waktu, siapa lagi kalau bukan si Drian, dia akhirnya datang.
"Woi, dari mana aja lu ...? Katanya kumpul jam tujuh? Ini udah jam delapan gila!" gerutuku.
"Maaf, Vin. Tadi Emak minta ditebangin pohon dulu. Jadinya agak lama. Eh, ngomong-ngomong, rapi amat lu," balas Drian.
"Yeee ... kita kan mau ke kota. Ya harus rapi lah," balasku sambil merapikan baju.
"Iya dah ... terserah lu aja. Ya udah, ayo berangkat," kata Drian.
Drian ini seumuran denganku. Dia punya wajah tampan, kulit kuning langsat, tinggi sekitar 174 centimeter, mata dan rambutnya berwarna hitam.
Kalau harus diadu, menurutku aku sedikit lebih tampan darinya, setidaknya itu pendapatku, tapi selera orang kan beda-beda.
...
Singkat cerita, aku, Angel, dan Drian memulai perjalanan menuju Kota Borneo yang berjarak kurang lebih lima jam dari desa kami, Desa Florida.
Kami berangkat dengan berjalan kaki melewati jalur hutan dan pegunungan, mengingat desa kami berada di wilayah yang sangat terpencil dan jauh dari peradaban.
Tujuan kami pergi ke kota yakni untuk mengambil lisensi prajurit bayaran, setelah sebelumnya kami mendapat kabar bahwa kami lolos seleksi yang kami ikuti beberapa minggu yang lalu.
Apa itu prajurit bayaran? Prajurit bayaran adalah semacam perkerja lepas yang direkrut oleh sebuah guild untuk menjalankan misi yang mereka terima dari orang-orang.
Guild sendiri adalah sebuah organisasi yang menerima atau menampung permintaan misi dari orang-orang dengan imbalan sejumlah uang.
Prajurit bayaran biasanya memiliki beberapa tingkatan ranking, mulai dari rank D sampai rank S+. Rank D adalah yang terendah, sedangkan rank S+ adalah yang tertinggi.
Semakin tinggi tingkatan ranknya, maka tingkatan misi yang bisa diambil akan semakin tinggi, dan semakin tinggi tingkatan misi yang diambil, maka bayaran yang didapat juga akan semakin besar.
Karena baru memulai, kami akan mengawalinya dari rank D, dan tentu saja misi yang akan kami terima nantinya hanyalah misi mudah dengan bayaran kecil.
Alasan kenapa kami memutuskan untuk menjadi prajurit bayaran karena kami ingin mengumpulkan uang sebanyak banyaknya.
Kami punya dua impian. Pertama, kami ingin mendirikan guild kami sendiri suatu saat nanti, dan yang kedua adalah kami ingin membangun desa kami untuk menyejahterakan semua orang di dalamnya.
Demi bisa mewujudkannya, kami perlu banyak sekali uang. Maka dari itu, kami berniat mengumpulkan uang sebanyak banyaknya dengan menjadi prajurit bayaran sebuah guild, sebelum akhirnya mewujudkan satu per satu mimpi besar kami.
...
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih lima jam, kami akhirnya sampai di kota tujuan; Kota Borneo.
Begitu sampai di sana, kami langsung menuju Guild Fairy cabang Borneo, guild tempat kami mendaftar sebagai prajurit bayaran.
Sebenarnya ada banyak guild yang tersebar di seluruh penjuru negeri, dan Guild Fairy adalah salah satunya.
Alasan kenapa kami memilih Guild Fairy karena guild tersebut adalah guild terbaik di seluruh negeri.
Saat pertama kali memasuki salah satu dari sekian banyak cabang Guild Fairy yang tersebar di berbagai macam penjuru negeri, aku cukup tercengang karena melihat begitu banyak lelaki kekar berotot yang berkumpul di sana.
"Wedeh ... itu gimana latihannya sampai punya otot kayak gitu?" gumamku takjub sekaligus heran.
"Mungkin mereka minum suplemen ...?" balas Angel.
"Udah sih. Biarin aja. Kepo amat lu," kata Drian.
"Woi, napa liat-liat ...?" Tiba-tiba salah seorang pria menegurku karena sedari tadi aku terus melihatnya.
"Oh, maaf. Aku cuma mengagumi otot kalian yang nampak sangat menawan indah dipandang," balasku dengan kata-kata puitis, dengan alasan agar pria tersebut tidak marah.
"Oh, kau punya mata yang bagus, Sobat," balasnya sambil tersipu malu.
Entah kenapa, aku agak geli sewaktu melihat pria kekar berotot itu tiba-tiba tersipu malu.
"Vin, ngapain malah diam di situ? Buruan sini!" teriak Drian yang tanpa kusadari sudah berada jauh dariku.
"Ok," balasku.
"Sampai jumpa, Pria Berotot."
"Woke," balasnya, si Pria Berotot.
Aku kemudian menghampiri Drian dan Angel yang sedang menunggu di depan meja resepsionis.
"Ngapain sih lu di sana?" tanya Drian.
"Nggak, cuma ngobrol bentaran aja," balasku.
"Ini lisensi kalian," kata mbak-mbak petugas guild sambil menyodorkan tiga kartu bergambar dan bertuliskan nama kami bertiga.
"Terima kasih, Mbak," balas Drian, sementara aku terus melihat gambarku di kartu tersebut.
"Kenapa, Vin?" tanya Angel.
"Nggak ... aku cuma nggak percaya aja ... kita bener-bener jadi prajurit bayaran sekarang," balasku, masih sambil melihat gambarku sendiri.
"Udah nggak usah lebay. Ayo ke papan misi," kata Drian sambil berjalan menjauh.
"Hoi, hargai orang dikit napa! Dasar nggak peka!" bentakku.
"Hehehehe ...." Angel cuma tertawa.
Setelah itu, kami mulai menghampiri papan misi yang terletak di salah satu sudut ruangan.
"Berburu rusa ... menebang pohon ... berburu ayam hutan ... apa-apaan misi ini? Apa nggak ada yang lebih keren?" Aku cukup kesal karena semua misi yang ada di papan misi rank D hanya berisi hal-hal semacam itu.
Sebelumnya aku memang sudah menduga kalau misi rank D pasti hanya berisi misi-misi receh dan mudah dengan bayaran kecil, tapi aku tidak menduga kalau akan sereceh ini.
"Kita kan masih rank D. Jadi, mau bagaimana lagi," kata Drian.
"Tapi bayarannya lumayan lo ... 50 gale, 100 gale, ada yang 500 gale juga," kata Angel.
"Iya sih, tapi kan ...."
Gale adalah mata uang yang digunakan di negara kami, Negara Tenes.
Sedikit informasi, satu gale sama dengan satu dolar Amerika di dunia nyata.
"Kita ambil yang ini aja. Memburu buaya lepas di danau pinggiran kota. Hadiahnya lumayan, 500 gale," kataku.
Drian tiba-tiba ... ah, apa ya namanya ... menangkap mungkin ... Drian tiba-tiba menangkapku.
"Woi, napa lu ...?" tanyaku.
"Udah ketangkep, nih," balas Drian.
"Eh ...?!" Aku kebingungan untuk sesaat, tapi saat berikutnya aku akhirnya sadar maksud Drian.
"Woi, lu pikir gua buaya ...?"
"Emangnya nggak?"
"Sialan!"
"Hehehehehehe ..." Angel cuma tertawa.
...
Singkat cerita, kami akhirnya sampai di danau yang terletak di pinggiran Kota Borneo untuk menjalankan misi memburu buaya lepas.
"Ini serius kita mau nyari buayanya di sini?" Aku agak syok sewaktu melihat danau besar yang terhampar di hadapanku.
"Iya, udah buruan ... ntar keburu malem," kata Drian sambil melepas bajunya.
Kami memulai perburuan itu sore hari.
"Angel, kamu di sini aja. Biar aku sama Alvin yang nyari," imbuh Drian.
Angel pun mengangguk.
Setelah bertelanjang dada, Drian langsung menceburkan diri ke dalam danau.
"Sial ... kayaknya aku salah ngambil misi." Aku agak menyesali keputusanku merekomendasikan misi tersebut.
Awalnya, kupikir danau yang dimaksud adalah danau kecil seperti danau-danau yang ada di sekitaran desaku. Jadi, kupikir itu tidak akan menjadi misi yang sulit, tapi ternyata danaunya sangat luas. Luasnya mungkin sekitar sepuluh kali lipat lapangan bola.
"Vin, hati-hati," kata Angel.
"Woke, siap, Beb." Aku sigap merespon.
Setelah bertelanjang dada, aku juga langsung menceburkan diri ke dalam danau.
Aku dan Drian pun berenang-renang dan menyelam di dasar danau untuk mencari keberadaan hewan buruan kami.
Satu jam mencari, kami tak kunjung menemukan tanda-tanda keberadaan hewan buruan kami.
Dua jam mencari, bahkan sampai menjelang malam, kami belum juga kunjung menemukan keberadaan buaya yang kami cari.
Karena tak kunjung menemukan keberadaan hewan buruan kami, aku dan Drian pun memutuskan kembali ke tepian danau.
"Gimana, Yan? Udah mau malem nih. Apa kita lanjut besok aja?"
Aku biasa memanggil Drian dengan panggilan Yan.
"Ya, mau gimana lagi. Nggak mungkin juga kita nyari malem-malem," balas Drian.
"Terus, hari ini kita mau tidur di mana? Apa kita pulang dulu aja?" tanya Angel.
"Eh, bener juga ...?!" Aku dan Drian baru sadar.
Karena sudah terbiasa tidur di hutan setiap kali menebang pohon, aku dan Drian jadi tidak terlalu memikirkan soal akan tidur di mana. Di mana pun jadi, asalkan bisa berbaring. Akan tetapi, karena kali ini Angel ikut bersama kami, kami jelas tidak mungkin tidur di sembarang tempat. Mau menginap di penginapan juga tidak mungkin karena kami tidak punya cukup uang.
"Ya udah, gini aja, hari ini kita pulang dulu, besok kita balik lagi ke sini, tapi Angel nggak usah ikut. Biar aku sama Alvin aja," kata Drian.
"Nggak mau. Kita kan satu kelompok. Jadi, aku juga musti ikut," kata Angel.
"Toh, kamu juga nggak ngapa-ngapain juga kan ...?" gumamku.
"Tega banget sih kamu, Vin ...." Angel agak ngambek.
"Becanda kok ...." Aku mencoba menghiburnya, tapi Angel masih saja cemberut.
Di saat kami sedang berunding ...
Splash!
Tiba-tiba ada suara percikan besar dari tengah-tengah danau.
Aku dan Drian pun langsung menoleh.
"Buruan, Vin!" teriak Drian.
"Ya!" balasku.
Tanpa pikir panjang, aku dan Drian langsung menceburkan diri ke dalam danau karena berpikir kalau percikan tersebut disebabkan oleh hewan buruan kami.
Sesampainya di tengah-tengah danau, kami berdua akhirnya menemukan penyebab dari percikan sebelumnya, tapi karena hari sudah hampir malam, kami jadi kesulitan melihat di dalam air.
Kami Pun mencoba semakin mendekat.
Di saat kami sudah bisa melihat lebih jelas, kami seketika mematung karena melihat ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Harunar 207
the great commander udh gk lanjut bg?
2023-12-30
0