Monster In Me
Suara derap langkah menggema bersama jeritan yang terdengar semakin nyaring. Para pengunjung melebarkan mata, tidak mampu memercayai apa yang terjadi di hadapan mereka. Sekumpulan manusia berteriak penuh kegilaan dan menerjang satu sama lain. Membuat siapa pun yang melihat terdiam oleh keterkejutan. Hanya insting yang membawa setiap kaki untuk melangkah sejauh mungkin dari sana.
Kepanikan menular dengan cepat hingga jumlah orang yang berlarian tidak tentu arah semakin bertambah hanya dalam beberapa detik. Beberapa orang tampak saling menyerang dan berakhir terluka serta merusak berbagai patung maskot hingga wahana terdekat.
“Cepat! Tahan dan tangkap mereka semua!”
Petugas keamanan berompi kuning terang yang berjumlah tidak seberapa berusaha keras menghentikan kekacauan. Namun, mereka pun tidak luput dari amukan para manusia yang tidak lagi tampak rapi dan layak. Anak-anak menangis mencari orangtua mereka di tengah orang-orang yang sibuk menggigit dan meraung.
Dalam sekejap bau amis menyapa indera penciuman mereka yang masih berdiri di tempat. Berusaha memahami peristiwa yang terjadi di depan mata.
Termasuk seorang gadis yang hanya terus terdiam sambil mengerutkan kening.
“Dir, Dira! Ayo, cepat lari!” Dengan panik Firda terus menarik lengan Adira. Mencoba menyadarkan temannya itu untuk tidak lagi terpaku di tempat.
Sadar dari lamunan, Adira menggenggam tangan sahabatnya dan ikut berlari menyusul rombongan mereka yang telah pergi lebih dulu.
“Apa yang terjadi?! Apa mereka ketakutan oleh kebakaran tadi?” tanya Adira sambil berteriak. Padahal ia sudah meninggikan suaranya sekuat tenaga, tetapi ucapannya hampir tidak terdengar di tengah semua kebisingan yang terjadi.
Sekilas gadis itu menolehkan kepalanya ke samping. Jumlah orang-orang yang berteriak sambil berjalan dengan gerakan kaku tetapi cepat semakin bertambah. Gadis itu meringis saat melihat seorang pemuda tiba-tiba membenturkan kepalanya sendiri pada tiang besar bianglala. Sementara beberapa orang lainnya berguling dan menggeliat di atas tanah.
“Aku juga sama tidak tahunya dengamu! Kebakaran yang tadi terjadi hanya kebakaran kecil dan sudah diatasi dengan baik oleh petugas! Entah apa lagi yang membuat orang-orang itu menggila!” jawab Firda dengan napas terengah-engah. “Tapi yang pasti kita harus segera mencari tempat sembunyi! Bu Danita ada di depan dan akan menunjukkan jalan!”
Kedua gadis itu terus berlari hingga kini mereka berada dekat dengan teman-teman mereka. Sesekali rombongan berseragam itu terpencar oleh seseorang yang tiba-tiba menerjang mereka dengan histeris. Namun, sebisa mungkin Adira dan teman-temannya mencoba untuk tidak terpisah.
Di tengah pelariannya, Adira melihat tali sepatunya tidak terikat dengan benar. Meskipun begitu, ia tidak cukup berani untuk berhenti dan membetulkannya. Gadis itu hanya sesekali melihat ke bawah, memastikan ia tidak akan berakhir terjatuh hanya karena menginjak tali sepatunya sendiri. Namun, saat ia kembali melihat ke depan, seorang pria tua dengan luka menganga di kepala menerjangnya dengan kekuatan penuh hingga ia terjatuh.
Beban berat yang tiba-tiba menimpa tubuhnya membuat Adira mengerang. Punggungnya yang terbanting keras ke atas tanah beraspal terasa ngilu dan perih. Adira memejamkan matanya erat, sementara tangannya dengan putus asa menahan pria yang berada di atasnya untuk tidak menghimpitnya lebih jauh.
“Adira!” Firda berteriak dan mendorong kuat pria yang menyerang temannya. Kedua tangannya yang bergetar ia paksa mengerahkan tenaga yang besar, hingga akhirnya pria itu terjatuh sambil menggeram hebat.
Seakan tidak merasakan rasa sakit apa pun, pria mengerikan itu kembali berdiri.
Gerakannya yang tidak biasa membuat Adira dan Firda yang tengah bersiap kabur terpaku di tempat. Mata kedua gadis itu melebar saat menyaksikan pria itu menekuk setiap sendi tubuhnya ke arah yang tidak seharusnya.
“Pak … Pak, ada apa denganmu?” tanya Adira, berusaha berkomunikasi dengan sang penyerang. Ia melangkah mendekat tetapi ditahan oleh Firda.
Tanpa menjawab, pria itu bangkit dengan tubuh yang condong ke depan. Lengannya melipat jauh ke belakang bersama kepalanya hingga terdengar suara retakan tulang yang mengerikan. Sekilas, Adira melihat bola mata sang pria berlumuran darah itu terputar penuh hingga hanya menyisakan warna putih kemerahan. Dalam hitungan detik, pria itu kembali berlari ke arah Adira dan Firda, dan berakhir terjatuh sendiri sebelum mencapai kedua gadis itu.
Mulut Adira masih menganga saat ia merasakan tangannya ditarik dengan kencang.
“Kalian kenapa? Ayo, cepat!” Abian, teman sekelas mereka datang dan segera menyeret paksa kedua gadis itu untuk kembali berlari. Disusul oleh beberapa pemuda lainnya yang juga mengenakan seragam putih abu-abu.
“Zombie, mereka semua pasti sudah berubah menjadi zombie!” Teriak Abian kemudian. “Akal mereka sudah hilang, percuma kita mencoba berkomunikasi dengan mereka!”
Mendengar itu membuat kedua lutut Adira terasa lemas. Gadis itu hampir saja jatuh terduduk jika Firda tidak dengan sigap menggenggam erat tangannya untuk menguatkannya. Sekuat tenaga mereka mempercepat lari mereka sambil tetap waspada, menghindari benda-benda yang berjatuhan.
Rombongan manusia yang tidak lagi bersikap layaknya manusia berada jauh di belakang mereka. Namun, dampak dari perilaku para makhluk yang terus merusak berbagai wahana di sekitar masih mencapai tempat mereka.
Adira dan kawan-kawan harus selalu waspada. Lengah sedikit saja, bisa-bisa mereka mati tertimpa benda-benda berat yang beterbangan akibat ledakan yang terus menerus terjadi. Tatapan nanar Adira menyapu sekitar. Masih banyak manusia normal yang berlari bersama mereka. Namun, ia ragu akan sampai kapan mereka akan bertahan.
Keadaan memaksa para manusia yang berhasil kabur untuk terus berlari menjauhi bianglala. Adira dapat melihat wahana Roller Coaster berdiri jauh di depannya. Gadis itu merasakan sakit di hatinya saat kedua matanya menatap kereta cepat itu teronggok di atas rel, tanpa satu pun penumpang. Padahal beberapa waktu lalu Adira masih melihat wahana itu beroperasi mengantar penumpang yang menjerit oleh seramnya jalur yang tersedia. Tanpa menyadari kengerian berkali lipat yang ternyata sedang menunggu mereka.
Sejauh yang Adira tahu, posisi Roller Coaster berada di wilayah terdalam Taman Bermain Cakrabuana. Meski tidak memperhatikan denah tempat ini dengan jelas, Adira yakin bahwa pada situasi normal saja butuh waktu untuk mencapai gerbang luar. Apalagi dengan situasi saat ini?
Sebenarnya, kenapa wisata perayaan kenaikan kelas mereka bisa berakhir seperti ini?
Brak!
Adira mengerem laju kedua kakinya mendadak. Tubuhnya terjatuh ke belakang, menyisakan sedikit jarak dengan sekumpulan orang yang memadati gerbang berbelok wahana yang memacu adrenalin itu.
Beberapa orang saling berdesakan memasuki ruang kecil yang biasanya disediakan untuk penjaga wahana. Memanjat dan merusak pagar hingga saling sikut serta berteriak tentang siapa yang paling pantas bersembunyi di sana. Sementara yang lainnya berpencar mencari tempat berlindung lain. Para wanita dan anak-anak yang putus asa terduduk di atas tanah sambil menangis dan berdoa. Beberapa memegang ponsel, berusaha menghubungi siapa pun yang mereka kenal. Meminta bantuan dengan tangan bergetar.
Adira termenung beberapa saat sebelum refleks merogoh saku roknya sendiri.
Gawat. Ponselnya tidak ada.
Tiba-tiba Firda menepuk pundaknya pelan. “Ssstt, Bu Danita menemukan tempat untuk kita. Jangan berisik dan cepat ikuti aku.”
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Nini 🐻
aku mampir kak, mampir juga ya ke novelku ☺️
2024-11-14
1
AdindaRa
Hai kak
Like, subscribe, rate 5 dan secangkir kopi mendarat buat Kakak. Semangat berkarya kakak
2023-01-27
1
Pucukbiru
elmiraaaa aku mampir yaaaa 😍
2023-01-05
1