Selepas kepergian sang pemuda ceroboh, seorang pengunjung lainnya yang berpenampilan urakan lewat di tempat bubuk putih aneh itu tersebar. Tanpa menyadari apa pun, ia hanya bersantai sambil menghisap rokok di tangan. Hingga saat seseorang memanggil namanya, ia membuang rokok itu sembarangan, dan pergi menjauh.
Api pada salah satu sisi puntung rokok belum sepenuhnya padam. Dan dalam perjalanannya mendarat, puntung rokok itu menyentuh salah satu ujung daun tumbuhan yang telah menguning kekeringan. Asap tipis mulai timbul dari caranya menyambar daun itu. Sedikit demi sedikit api merambat, melahap apa pun yang tersedia di hadapannya hingga sampai ke daun lain yang masih menempel pada batang tumbuhan lain. Dan semua itu terjadi tanpa satu orang pun pengunjung yang menyadari.
Hingga akhirnya, batang tipis sang tumbuhan tidak lagi kuat menahan daun terbakar itu. Batang itu patah dan membuat sang daun terjun bebas. Membuat api tidak lagi hanya melahap daun, melainkan juga rerumputan kering serta zat yang kini berserakan, menyebar warna putih di antara tanah.
Semakin besar api membara, semakin pekat pula asap yang timbul. Dan senyawa racun serta iritan yang berada di dalam asap kini diperkaya oleh kandungan lain dari serbuk putih yang ikut terbakar bersama tumbuhan-tumbuhan malang.
“Kebakaran! Kebakaran!” seru salah pengunjung setelah api mulai melahap barisan tumbuhan yang ketiga. Kebakaran yang terjadi belum terlalu besar, tetapi cukup untuk membuat panik banyak orang.
“Tenang semuanya! Tidak apa-apa, semuanya akan baik-baik saja! Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.” Susah payah penjaga taman yang berada di sana mencoba menenangkan keributan pengunjung. Ia berkeliling sambil meminta para pengunjung untuk menjauh dari lokasi kebakaran, sebab meskipun kecil, asap dari kebakaran itu cukup menyesakkan siapa pun yang menghirupnya. Terbatuk-batuk penjaga itu mengarahkan semua orang untuk keluar dari Taman Bunga. Sambil menunggu penjaga lain yang tengah mengambil pemadam api.
Penataan yang buruk membuat butuh waktu yang cukup lama untuk para penjaga mengambil alat tersebut. Maka ketika mereka mencoba memadamkan api, mereka harus berusaha keras karena api telah cukup menyebar. Beruntung, pada akhirnya api berhasil dimusnahkan, menyisakan asap yang bisa musnah hanya dengan bantuan angin.
Berita kebakaran yang telah menyebar membuat beberapa orang yang berada di tempat lain berdatangan ke lokasi. Sebagian di antara mereka memilih untuk langsung pulang. Sabab meskipun mereka tahu bahwa para penjaga telah mengatasi situasi darurat dengan cukup baik, mereka tidak yakin apakah akan tetap aman bagi mereka untuk tetap di sana.
Orang-orang yang keras kepala justru mendekat untuk mengambil foto maupun sekadar memenuhi rasa ingin tahu mereka. Berbekal selembar tisu maupun kain lain yang bisa mereka temukan, mereka berusaha melindungi organ pernapasan mereka dengan menutup hidung. Namun, tetap saja mereka terbatuk-batuk, dan tenggorokan mereka terasa perih diserang oleh asap yang tidak kunjung pergi.
“Lihat, guys! Tadi baru aja ada kebakaran di sini? Gokil, gak, sih?” ucap salah satu gadis sambil mengarahkan ponselnya ke arah tumbukan abu di dekatnya. “Baru dibuka tapi udah ada insiden. Kayaknya taman ini dikutuk!”
“Maaf, Mbak. Tolong menjauh. Bisa saja masih ada api yang tersisa atau benda berbahaya lainnya,” ujar salah satu penjaga. Ia sangat berusaha untuk tetap bersikap sopan meskipun ia mulai merasa kesal terhadap pengunjung yang bersikap bandel seperti gadis di hadapannya.
“Tenang aja, Pak. Saya tetap waspada, kok,” jawab sang gadis penuh percaya diri. Sepertinya ia benar-benar tidak tahu sopan santun, sebab ia kini justru mengarahkan kameranya kepada sang penjaga. “Bagaimana pendapat Bapak soal ini? Bukankah capek berusaha memastikan keamanan pengunjung? Saya saja merasa sangat sesak dan kepanasan di sini, apalagi Bapak yang sedari tadi sibuk berkeliling.”
Sang penjaga tampak menarik napas dalam guna mengendalikan emosinya yang semakin memburuk seiring waktu. Kedua tangannya mengepal, ingin segera ayunkan kepada sang gadis menyebalkan. Seandainya tidak ada para pengunjung lain yang kini mengelilingi lokasi dengan tatapan penuh ingin tahu, ia mungkin telah menghapus senyum sang gadis dengan bogem mentahnya.
“Kenapa gak jawab, Pak? Ayo, dong! Penonton saya menunggu!” desak sang gadis.
Penjaga itu tampak mulai meremat salah satu saku celananya. Merasakan tekstur sebuah bungkusan yang selalu ia bawa ke mana pun. Ingin sekali ia menghisap semua benda itu untuk meredakan gejolak yang kini membuat dadanya sesak.
Mendadak ia ingin tertawa sejadi-jadinya. Padahal belum lama ia merasa sangat bahagia mendapat pekerjaan di Taman Bermain. Berpikir bahwa ia tidak lagi harus menyiksa tubuhnya dengan menjadi kuli panggul di pasar. Apalagi keluarganya juga mendapat tiket gratis untuk mengunjungi Taman Bermain Cakrabuana selama beberapa kali dalam satu tahun. Siapa pun akan menganggap bahwa ini pekerjaan terbaik yang bisa didapatkan seorang pemuda lulusan SMP.
Namun, kenyataan tidak selalu seindah bayangan. Ia mendapati bahwa beban mental yang harus ia tanggung jauh lebih berat dari beban fisik. Beberapa kali ia harus menahan diri menghadapi berbagai perilaku pengunjung yang seringkali menyebalkan. Bahkan ia tetap harus menunduk meskipun harga dirinya habis terinjak-injak oleh beberapa orang yang memandangnya dengan sebelah mata. Pemuda itu menahan semuanya dengan mengingat keluarga yang hidupnya bergantung kepada penghasilannya.
Hanya saja, ia merasa semakin ia bersabar, semakin banyak orang yang bersikap kurang ajar kepadanya.
Sang penjaga muda itu menarik napas panjang satu kali lagi. Mengabaikan asap menyesakkan yang membakar kerongkongan serta paru-parunya. Ia memejamkan mata sejenak sebelum kembali menatap gadis di depannya. Tersenyum sinis ke arah kamera ponsel yang berada terlalu dekat dengan wajahnya.
“Semuanya sama saja,” ujarnya sambil terbatuk-batuk. Wajahnya mulai memucat, dengan pupil mata yang tampak semakin membesar dengan mengerikan. “Kalian makhluk tidak berguna! Bisanya hanya membuat orang lain susah!”
Orang-orang di sekitar mulai saling berbisik melihat perubahan sikap sang pemuda. Apalagi kini pemuda itu tampak memutar sendi-sendi tangannya dengan cukup aneh, menimbulkan bunyi yang sangat mengganggu telinga. Ia terbatuk-batuk sambil tertawa dan menangis dengan histeris.
Sang gadis yang terlalu fokus merekam sama sekali tidak menyadari perubahan sang penjaga taman dan malah terus merekam. Hingga tiba-tiba pemuda yang direkamnya berlari menerjangnya. Mereka berdua berakhir terjatuh bersama, tetapi sementara sang gadis bergegas kembali berdiri, sang petugas malah menghantamkan kepalanya sendiri ke atas tanah,
Kepalanya menghantam batu pijakan yang tersusun rapi di antara tumbuh-tumbuhan. Suaranya terdengar nyaring hingga membuat ngeri semua yang mendengar. Tidak ada satu pun pengunjung maupun petugas lain yang berani bergerak. Mereka semua membeku di tempat, menyaksikan bagaimana penjaga keamanan itu hampir menghancurkan wajahnya sendiri.
Bau amis mulai bercampur di udara, menemani bau asap yang masih tersisa. Orang-orang mulai menjerit saat mendapati bukan hanya sang pemuda yang mulai bersikap aneh.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments