Suami Bayaran

Suami Bayaran

Opening and Part 1

Sejatinya, pernikahan adalah momentum yang diinginkan setiap orang.

Bukan hanya saling menyatukan hati, tetapi turut mengikrarkan janji suci untuk mencapainya bersama.

Bukan hanya menyatukan dua insan, tetapi juga dua keluarga yang nantinya saling memiliki ikatan kuat.

Pernikahan itu sakral adanya.

Namun, tidak bagi Zaneta Romero. Wanita itu harus mengubur dalam impian terbesar dalam hidupnya, tatkala sang calon suami membatalkannya secara sepihak ....

... lalu menghilang.

Dua-puluh-tujuh angka dalam hidup, pada titik ini Zaneta merasakan malu yang teramat besar. Mungkin, bisa ia masukkan menjadi aib yang paling 'mematikan' di sepanjang usia.

Bagaimana tidak? la sudah terlanjur membeberkan 'berita panas' kepada keluarga besarnya bahwa ia akan menikah bulan depan. Padahal ia baru saja ditimpa 'musibah'.

Undangan sudah siap disebar, sepasang gaun pengantin sudah dirancang, berbagai persiapan tempat dan 'dekor-dekornya' sudah dipersiapkan. Matang sekali.

Jika gagal menikah? Pastilah malu yang ia dapat. Belum lagi, ini adalah pernikahan impian yang sangat ia nantikan. Seumur hidup.

Tanpa malu, ia pun membuat papan iklan di internet untuk mencari seseorang yang mau dijadikan 'calon suami' bayaran kali ini.

Berapa pun itu akan ia sanggupi.

Seminggu, dua ... Bahkan hampir tiga Minggu pun belum ada tanggapan.

Hingga ....

...PART 1...

...|You Make my dopamine levels go all silly|...

Menangis? Jangan singgung satu kata itu, yang jelas Zaneta sudah lelah sekali.

Setiap ia menyambangi apartemen temannya, hanya satu hal itu yang selalu ia lakukan.

Tak ada yang mengupas bawang di dekatnya, tetapi wanita berambut kehitaman itu terus menderaikan air mata.

Zaneta memilih menyandarkan diri pada sofa, menaikkan batang kacamata hitamnnya, lalu merenung ... menyesali diri.

Di depannya, Lindka bergidik. Ingin sekali ia mencampakkan champagne yang memang sengaja dibawa sahabatnya itu. Ternyata orang patah hati semengerikan ini rupanya.

Ya. Siapa juga yang tidak menyimpan luka di hati, kala ditinggal pergi, tetapi hari pernikahan tinggal menunggu belasan hari lagi?

Jika sudah diizinkan bunuh diri, mungkin Zaneta lebih memilih hal brutal itu sejak dini.

"Sudah ada ... yang berminat?" Zaneta menggoyangkan tangkai gelasnya, sesekali cegukan.

Lindka menaikkan batang kacamata, lalu menggeleng takut. "Belum..." Macbook di depan matanya ia biarkan menyala, mendiamkan inbox email-nya yang sengaja terkoneksi.

Ini memang ide 'gila' Lindka-membuat 'sayembara' ataupun promosi bahwa; dibutuhkan pria dewasa untuk dapat memainkan peran sebagai suami bayaran di hari pernikahan Zaneta, harga dapat dirundingkan bersama. Alias berapa pun akan disanggupi jika kinerja yang diperbuat memuaskan.

Sebenarnya bukan tidak ada, ada belasan balasan email yang menawarkan diri atas 'iklan' itu. Namun, Lindka sangat selektif kali ini, sangat-sangat-sangat dan sangat selektif.

Para pria yang meladeni email-nya belum ada satupun yang cocok untuk Zaneta, menurutnya.

Lindka tak mau Zaneta mendapat pilihan buruk kali ini, sekalipun itu hanya lelaki bayaran.

Namun, ini sudah lebih dari tiga minggu...

"Apa Alvar akan marah, aku ... mabuk-mabukan di sini?" racau Zaneta setelah meneguk sedikit wine.

"Alwar-ck," potong Lindka geram. Selalu saja salah panggil, Alvar itu 'kan mantannya. "Bukannya kau sering melakukannya?" Lindka mencebik.

"Hmm ...." Angguk Zaneta. "Haruskah aku menaruh foto body-goals ku agar kaum 'Mars' it-itu berminat kali ini?"

"Tidak! Jangan berpikir gila seperti itu ....”

Pintu pun berdenting kecil.

Lindka langsung beranjak, menghampiri kekasihnya yang baru saja menukar sendal rumah di lorong. "Kau dari mana saja?" desisnya sembari membuka jaket di tubuh jangkung itu.

"Membantu pindahan temanku." Alwar mengacak kecil rambut atas Lindka, kemudian melirik ankle-boots dekat kakinya. "Zaneta... datang?"

"Sshh...." Telunjuknya mengarah pada bibir.

"Aku ... hanya membawa porsi dua orang." Alwar menyodorkan paperbag yang sedari tadi ia genggam

"Zaneta sudah minum, ia tak akan lapar lagi." Lindka melongok ke arah ruang tamu. “Mungkin sebentar lagi akan pulang."

Alwar mengangguk.

"Oh you, Net." Sapaan Alwar terpental di udara, nyatanya Lindka langsung mendorong pelan punggungnya agar mandi saja. Menyapa orang mabuk tak akan membawa pengaruh apa pun.

Lindka meletakkan kantung makanan di atas meja. "Kau lapar, Neta?"

Zaneta menggeleng. Wanita Romero itu sudah pasrah di sofa, rupanya.

"Bagaimana nanti kalau kau kami antar pulang saja? Kau sudah mabuk berat,” ujar Lindka hati-hati.

"Kau... beruntung sekali. Punya seseorang yang ... menjadikanmu alasan untuk kembali pulang."

"Ck, Neta...." Lindka benar-benar frustrasi kali ini. Bagaimana tidak? Itu sudah kalimat yang kesekian kali Zaneta ucapkan sejak sahabatnya itu ditinggal patah hati. Kali ini Lindka benar-benar menaruh dendam pada pria itu, seenaknya saja mempermainkan perasaan sahabatnya.

Wanita berpotongan rambut medium itu kembali dikejutkan oleh Zaneta yang beranjak gontai dari sofa. "Neta, k-kau mau ke mana?"

Zaneta menepis halus tangan Lindka yang membopongnya. "Aku akan pulang-sendiri. Grazie...."

Tubuh itu hanya bisa Lindka antarkan hingga muka pintu, rasa khawatir masih memuncak dalam dirinya. Menatap Zaneta yang menyusuri koridor apartemen dengan sempoyongan, ia semakin tidak tega.

"Sial. Neta, aku akan membantumu mencari 'mempelai pria' yang pantas untukmu, ku jamin, si Brengsek itu akan menyesal beribu kali nantinya." Lindka ber-monolog pelan sembari terus menatap iba tubuh yang mulai menghilang di pintu lift.

***

"My very good friend and the neighbours says ...."

"They've been-watching little ... things I do...." Nyanyian sumbang itu memecahkan lorong yang sunyi.

"And they... believe that love you..." Zaneta menumpukan tangannya sebentar pada sisi dinding, semua yang berada di depannya berbayang dua kali. Matanya memicing, seakan melihat sesuatu dari kejauhan.

"So... I... suggest ... that ...." mengingat sebentar lirik yang berputar di kepalanya, “... you should marry ... me ..." Tawa kecilnya mengusik kesunyian.

Mau apa lagi si keparat itu di sini? Zaneta menggeleng kuat, berusaha melenyapkan pandangan gilanya.

Masih dengan mata terpejam, Zaneta melepaskan perlahan kacamata lalu menyelipkan di antara siku kerah kemeja. kembali ia melanjutkan langkah. "And they suggest you should ...."

Zaneta telah tiba di pintu apartemennya, menekan beberapa digit angka sebisa mungkin.

Beep-bunyi sumbang pertanda 'salah-sandi' itu pun terdengar beberapa kali, meskipun Zaneta telah memasukkan sandi seingat kepalanya. Ia belum pikun, tentu saja.

Sial sekali, sepertinya.

"... marry-damn...." Nyanyian itu langsung berganti menjadi pekikan kecil. Kenop pintu ia gerakkan paksa, wajahnya tetap tak lepas melongok pada interkom.

Password-nya sudah diganti, kah?

Calon perawan tua, calon tunawisma, calon orang gila-lengkap lah sudah julukan baru untuknya.

"Open the door, Bastard!" bentaknya tepat di muka pintu. Gedoran itu terus saja ia layangkan, pasti si 'Brengsek' itu menyimpan ja****g di dalam sana.

"Good morning, Blueeeess Blueeess, how do you dooo."

Sementara itu...

Suara keran pada wastafel berhenti begitu saja, bersama dengan aksi kumur yang juga berhenti.

Sial, tetangga gila mana yang mengetuk pintu tengah malam begini? Pria itu mengelap air di mulut dengan kausnya, memutuskan keluar dari toilet. "Breng ...."

"I love my man... but he doesn't ... love meee ...."

Tubuh itu hampir terjungkal saat pintu terbuka. Zaneta memicing perlahan menatap pria berambut hitam di depannya-Si Brengsek (Zaneta menjulukinya begitu). "I love ... America ...."

Wanita itu ambruk begitu saja di sandaran prianya, diikuti ciuman brutal yang memeriahkan semaraknya keterkagetan dari satu pihak.

Rasa kecewa, rindu, menuntut balasan-semua berpadu 'gila' dalam ******* itu. Bahkan Zaneta langsung menarik tengkuk sang prianya untuk semakin memperdalam ....

Oh, ****.

Bukan 'pria-nya rupanya.

Bruk!

Pria 'asing' itu menatap kaget wanita 'asing' yang sudah tersungkur di lantai. Dorongannya begitu kuat ternyata, wah.

Pupilnya tak hentinya membesar-pertanda kaget, jantungnya tak hentinya bertabuh gaduh, seakan berada dalam atraksi sirkus gajah terbang.

Kelu pada bibirnya masih terasa ... bercampur dengan aroma wine yang terus saja menusuk.

Glek.

Bagaimana bisa ******-gila' semacam ini berkeliaran pada kawasan apartemen yang-katanya memiliki tingkat pengamanan terbaik itu? Temannya satu itu menipu sekali.

Blam!

Diero La Martin-si pemilik apartemen itu langsung bersandar di balik pintu.

Insiden barusan benar-benar membuatnya hampir mati muda sesegera mungkin. Kepalanya bagai baru saja dihantam hujan es, ia tak bisa berpikiran jernih kali ini.

Bagai perjaka polos yang baru pertama kali berciuman, begitulah gambaran keadaannya sekarang. Tangannya tanpa henti mengusapi dada.

Mengenaskan.

Bersambung ....

Halo, Lee datang dengan cerita baru. semoga suka.

Terpopuler

Comments

Devi Handayani

Devi Handayani

lanjut thor😍😍

2023-02-06

0

lovely

lovely

baru nyimaak smoga saja seruu😇

2022-12-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!