Nightmare

Berserakan.

Ya. Begitulah definisi yang tepat untuk menggambarkan keadaan di depan mata Diero La Martin sekarang.

Bagaimana ia tak kaget? Isi kopernya telah berhamburan seperti barang tak bernilai.

Berbagai pakaian, peralatan mandi, sepatu, dan pernak-pernik kecil tertata dengan tak berseni di atas lantai keramik.

S*al. "Apa yang kau lakukan!" Diero memunguti barang-barangnya dengan cekatan. Panik.

Tanpa memperdulikan sang pelaku yang berdiri anteng di muka pintu, seolah menjadi pengamat dari hal

"Pergi."

"Apa?" Rahang Diero sontak turun. Mematung layaknya pencuri yang baru saja dipergoki secara brutal.

Rahang Zaneta menggertak. “Ku bilang pergi, Bren*sek!"

Satu bantal kepala berhasil terlayang menuju ke arah nya, dan untung saja ... meleset. Huh! "Arg ... KAU KENAPA?!" S*alan, istrinya ini benar-benar terinfeksi virus rabies akut.

"Kau penipu! Penipu!"

DHAAR!

Lengkingan itu bergaung, bersambutan dengan petir menyambar dari luar. Persis seperti karakter penyihir yang mengutuki karakter utama dalam serial rumah produksi Walt Disney.

Hampir telinganya tuli karena dengungan. "P-penipu?" DIERO tergagap.

"Kau menyetujui semua ini untuk pernikahanmu 'kan? Kau memiliki hubungan khusus, kan?! Sudah kubilang bahwa aku tak ingin punya klien yang sedang berpacaran! Tapi, kau ....“

"T-tunggu, aku bisa menjelaskannya ...."

Zaneta meraih vas bunga di atas nakas, menjangkau dengan cepat. Membidik untuk dilemparkan pada sang ulung. Uncle La Martin-penipu.

Dalam hitungan detik .... “Saat kakimu keluar dari tempat ini, mafia mafia Sisilia akan menembaki otakmu!" Zaneta menatap nanar. "Dan, lagi ... jasadmu ... Tak akan selamat dunia akhirat, Bren*sek! Penipu!"

S***lan, dari mana tahunya? Baru kali ini Diero melihat Zaneta murka se-murka-murkanya, dan tentu saja itu terlihat sangat mengerikan.

Tidak, ini lebih mengerikan dari monster hijau—Hulk ataupun binatang-binatang aneh berwujud raksasa yang sering dihadapi Ultraman.

"T-tidak, Neta. Aku bisa menjelaskannya dulu! Ku mohon ...."

Tatapan Zaneta kini semakin berapi-api. Tak peduli dengan Diero yang bersikeras menghalaunya ataupun menghalau vas itu- agar tak lekas mengenai sasaran.

Namun, Zaneta sudah tak yakin lagi. Kebohongan ini terlalu menyakitkan ia rasa. Teramat dalam. "Bren*sek!!"

Praanggg!

***

S*al, hanya mimpi rupanya.

Iris kehitaman milik Diero bergerak liar ke sekitar. Semua masih sama.

Kantung tidur sebagai alas, berbagai barang di ruang tamu yang masih berada di tempat, jendela kaca yang yang menyuguhkan panorama biru dari kejauhan.

Namun, kenapa rasanya nyata sekali?

Keringat dingin pun membanjiri dahi. Ini gila.

Lantas, di mana 'istri'nya?

Berulang kali Diero mengusapi dada, masih jelas terasa hampir rontok jantungnya karena mimpi gila itu.

Entah memang Zaneta sudah tahu kebenarannya atau belum, ia tak mau berpikiran jauh sekarang.

"Ck, jam berapa sekarang..." Erangan itu memecah kesunyian. Tak ada tanda-tanda bahwa ia tidak sendiri, pastilah Zaneta sudah bangun lebih dulu. Dia memang pemalas.

Namun, tunggu.

Saat tangannya meraih ponsel di sebelah, ada secarik kertas putih yang terselip di bawah sana. Mirip post it, tetapi lebih tebal dari itu. Mungkin lebih cocok disebut sebagai pembatas buku.

"Hah...." Diero langsung menahan tulang pipinya yang hampir menaik. S*alan, jokesnya murahan sekali.

Hanya dengan begini saja, perutnya sudah kegelian di dalam sana.

Ternyata, ya... Ternyata ... istrinya itu bisa berperilaku imut juga. Diero lekas memasukkan kertas itu ke dalam softcase ponsel.

Sarapan pertama di Taormina. Astaga, mimpi apa dia sejak dalam janin? Ckck, hidupmu sungguh beruntung, La Martin.

***

'Kau ... benar-benar tak ingin 'meniduri'ku?'

"Brrr ...." Diero menyeka wajah dengan kasar. Menatap pantulan diri dengan keheranan.

Tiba-tiba sekujur tubuhnya menggigil. Sepertinya ia juga akan ketularan ketidak-warasan wanita itu sebentar lagi.

Aneh. Padahal hanya ucapan sederhana. Namun, itu mampu membuat sang Uncle-Tua menjadi tak nyenyak tidur. Semalaman.

Pun ditambah lagi mimpi buruk yang semakin menambah daftar panjang dari kehorroran seorang Zaneta Romero.

'Istrinya seperti dipenuhi oleh kutukan.'

Baru kali ini ia menemukan wanita-penawar-diri semacam itu. Jantungnya seperti mau rontok rasanya. Lagi-lagi.

Diero mematikan keran pada wastafel. Sekilas merenung, bahwa Alwar benar-benar menjerumuskannya pada kandang yang lebih buas dari buaya.

"Sabar, La Martin. Masih ada enam hari lagi untuk bertahan hidup." Diero mengangguk pada cerminan diri. Wajah itu memang agak pucat tadi.

Dengkusan panjang pun tak pernah absen dari hidungnya. Mencari nafkah semacam ini sungguh lah menyiksa.

Bersambung ....

Di mimpi aja, Zaneta sudah bereaksi begitu. Bagaimana ya, kalau Diero ketahuan betulan kalau dia punya pacar? Ckck.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!