Dengan hempasan pada kasur, membuat tubuh itu terpental kecil. Gila, empuk sekali.
Diero menggeser posisinya berkali-kali pada selimut abu-abu yang terlipat rapi menjadi alas. Memang harga menentukan kualitas.
Agak menyadari diri, sepertinya Tuhan memang sengaja membuat suratan hidupnya untuk tak menjadi orang kaya.
Jika tidak, mungkin sudah lupa diri dan berkali-kali ia membawa tidur wanita-wanita di sini. Oh....
Bagaimana dengan Putri pemilik Villa? Ah, wanita itu baru tiba di muka pintu kamar. Menggeret dua koper miliknya dan tas kecil- lebih terlihat seperti pembantu Diero La Martin kali ini. Padahal ....
Tak puas hanya berbaring, Diero beranjak pada jendela. Dari luar kaca di sisi yang berbeda ia menemukan hal yang menakjubkan di sana
Hamparan samudera biru yang bersatu dengan atmosfer, membentuk garis cembung di ujung pandangan. Hijaunya perbukitan, kembang liar berwarna-warni serta bangunan kota yang menurun terlihat mengecil. Siap untuk dijelajahi.
Gila. Ini bahkan lebih dari sekedar indah. Pupilnya tak henti melebar, menangkap takjub karya-seni sang Pencipta lewat kamera ponsel. Tak cukup rasanya jika diamati sekedar.
Tempat ini boleh juga untuk ia jadikan pilihan berbulan-madu dengan Nidia-jika tabungannya sudah cukup nanti, maksudnya.
Sembari menyelam, minum air. Sembari berjalan-jalan, mencari informasi untuk liburan ia dengan sang kekasih kemudian.
Selesai meletakkan koper ke sudut ruangan, Zaneta mengambil sikap bersila di atas lantai berkarpet. "Agar waktu seminggu kita tak sia-sia, aku sudah menyiapkan bekal," ujarnya sekena.
Tak memperdulikan apa yang dilakukan Diero sejak tadi, perawan-hampir-tua itu asyik dengan kesibukan sendiri.
Bekal? Diero menoleh kemudian, memutuskan menghampiri istrinya. Duduk di lantai dengan saling menghadap.
Di depannya, baru saja terbentang peta ataupun rute perjalanan (entah apapun itu) berupa gambar buatan Zaneta.
'Honeymoon Map with XXX'
Hampir ia tertawa kala Zaneta merapikan lekukan pada ujung kertas. Beberapa coretan dari krayon pada peta tiruan itu ia dapatkan, lebih menarik lagi coretan pada judul x****xx tadi.
Ya seperti tulisan nama yang Zaneta coret habis dengan krayon hitam. Jangan-jangan nama pria 'itu', kah?
Peta itu memang awalnya Zaneta ciptakan untuk misi bulan madunya bersama sang-mantan-kekasih.
"Karena kau belum pernah ke sini, aku juga sudah lupa dengan kawasan ini. Mari kita menjelajahinya bersama."
"Menjelajah?" Diero mengernyit pendek.
"Tentu. Aku sudah membuat daftar tempat yang kita kunjungi nanti, Uncle. Sudah ku perkirakan, bahwa setiap titik utama di Sisilia akan kita jejaki. Semuanya."
Diero memberi anggukan. Oh. "Menarik."
Zaneta mulai mencermati peta ciptaannya. "Besok, kita akan mencoba jalanan Taormina. Banyak turis yang menghabiskan waktu di sana juga di kawasan pantai.
Setelah itu mungkin kita akan menyusuri Catania, lalu Siracusa ... oh-tunggu, berarti tujuan terakhir kita Palermo? Ah, tidak boleh. Palermo tidak boleh menjadi yang terakhir."
Lucu. Bukannya menanggapi dengan baik, pria itu malah terfokus dengan gaya bicara Zaneta yang terlihat polos... dan seperti anak kecil, mungkin? Wajah datar-minta-ditampar itu lagi-lagi menggelitik perutnya.
Ck, bisa-bisanya wanita seperti ini dipatahkan hatinya.
"Menurut Uncle, tujuan terakhir kita baiknya dimana? Un ... cle?" Zaneta mengerjap, tatkala mendapati Diero yang malah tertegun menatapnya. Menurut Zaneta ... ya, geli saja. Seperti ditatap oleh pria-mesum-sungguhan. "Uncle!"
"O-oh?"
Jengah. Zaneta memutuskan melipat kembali peta kemudian beranjak, sepertinya pria bayarannya kelelahan. "Jika Uncle lelah, tidur saja."
Diero mengekori arah pandangan pada Zaneta. "Kau... melakukan apa?"
"Merapikan barang bawaanku dulu.“
"Oh..." Diero menggaruk tengkuk. Tak gatal, sih. Hanya ... melampiaskan canggung.
Bayangkan saja, seminggu menghabiskan hari bersama orang asing? Bagai mana rasanya? Bahkan untuk menggaruk punggung rasanya masih segan. Namun, kalau partner-nya seperti perawan-tua ini, sih ... masa bodoh saja lah.
Hilir mudiknya Zaneta di sekitarnya belum juga membuat Diero memilih merebahkan diri. Belum mengantuk dia.
Tapi, tak ada lagi kegiatan yang bisa dilakukan. Lagi pula sudah diberi izin, tidur saja kalau begitu.
"Lalu... kau?"
"Hah?" Zaneta menyahut pendek dari sofa. Koper besar telah men jadi sasaran kesibukannya beberapa menit lalu.
Diero menarik bantal, memposisikan tubuh di tengah kasur. Berbaring ke arah istri-nya. "Kau di sini, kan?"
Agak lama ia mengambil jeda untuk sebuah tanggapan. Fokus nya masih ter lanjur ke mana-mana. Beberapa cemilan kecil ia letakkan pada nakas, di samping kasur. Lalu memberi perhatian pada Diero yang menguap (pura-pura) sesekali. "Aku tak akan hilang, Uncle. Tenang saja."
Diero terbengong. Tepukan pelan pada kedua pipinya yang Zaneta berikan membuat otaknya mendadak melepas semua katrol di dalam sana, kosong.
Ah, tadi apa barusan? Hih! Diero berdecih sinis menanggapi sikap 'manis' tiba-tiba dari Zaneta, lalu mengusapi pipinya kasar berkali-kali. Geli!
"B-baiklah! Jangan pergi terlalu jauh, My Wife."
Lipatan kaus pun terhenti, Zaneta menoleh kecil. Sunggingan tipis pada bibir ia tunjukkan, meskipun tak terlalu terlihat.
Paman La Martin sudah berkutat pada guling, memunggung. Indah sekali kedengarannya. Seandainya yang mengucapkan itu adalah kau, Zaneta bergumam getir. Mengasihani diri untuk ke sekian kali.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments