Zaneta sepertinya tak ingin membuat sang suami menunggu terlalu lama. Wanita itu kembali menghampiri Diero, menyodorkan catatan kecil bersampul kulit sintetis. "Baca ini saja, peta nya belum ku rapi kan."
Diero mengangguk, setelah mendongak sekilas. "Hm."
Baru saja hendak beranjak lagi, Zaneta kembali dikagetkan dengan cengkraman sang Uncle-La Martin di lengannya.
"Ke mana lagi, sih?" tanyanya tak sabar. Akhir-akhir ini, sikap Zaneta lebih aneh dari yang ia duga. Suka sekali menghindar tanpa sebab.
Setidaknya duduk saja dulu sebentar, atau mengobrol hal yang tak penting sekalipun juga tak apa.
"Toilet, Uncle."
"Oh." Lingkaran jemarinya pun terlepas begitu saja. Menertawai prasangka buruknya untuk kesekian kali pada wanita itu.
Diero kembali sendiri, membuka lembar demi lembar 'jurnal Zaneta Daisy Romero's' dengan tak karuan. Pikiran dan emosinya kusut serentak.
Namun ... bukannya fokus membaca lembar yang sudah dilipat ujung atasnya. Diero malah berdalih pada lembar lain, membaca deretan tulisan kasar yang tidak teratur.
Seperti ditulis secara buru-buru.
Tunggu ....
".. Mia mencium kurva penuh milik Miguel, lalu mendorong pelan dada bidang itu. Berbaring di bawahnya. Melampiaskan gairah liar yang sebentar lagi akan ... astaga, apa-apaan ini?" Diero tergelak. Heran.
Kembali ia melanjutkan bacaan yang sepertinya sih, menarik.
"Lenguhan itu saling bersahutan memecah sunyi. Jangkrik di luar turut berdecak meramaikan dua anak manusia yang saling mengimbangi hasrat Miguel pun terengah. 'Mmmhh.. Mia, sedikit lagi... 'Hahaha!"
Tawa lepas itu menggelegari ruang makan. Diero memegangi perutnya yang seperti dihujani bulu-bulu angsa, geli sekali!
Bukan hanya itu saja, memang. Ada banyak dialog mesum yang mungkin dibuat secara berpenggal-penggal.
Harusnya Zaneta keluar dari toilet dengan cepat, jadi ia tak memberi jeda bagi Diero untuk membaca lebih banyak tulisannya yang selalu diakhiri oleh gelak tawa.
Ayo, keluarlah, Neta. Jangan biarkan si Uncle-Mesum itu bergerilya dengan pikiran kotornya.
Untunglah Zaneta berfirasat-atau apa pun itu. Ia kembali setelah merapikan letak rambut, memperhatikan Diero yang sepertinya ... oh, tidak.
"Astaga!" Zaneta memekik, lantas langsung dirampasnya catatan yang menjadi titik kekonyolan dari seorang Diero La Martin. Melindungi benda miliknya ke dalam pelukan, sangat erat.
Aibnya, karya-karya ‘brilian'nya, inspirasi liarnya-kini semua terkuak sudah.
"Hahaha! Tulisanmu keren sekali. Fiksi porn," sinis Diego, masih diikuti dengan tatapan genit itu. Menjijikkan!
"Erofiksi! Erotic romance!' Zaneta balas membentak. Membangun benteng pertahanan diri.
"Erofiksi? Oh ... fiksi porn? Hahaha!"
"Tolong bedakan dua hal itu, Orang Tua! karyaku adalah romansa erotis, cerita dewasa. Camkan itu!"
"Apa bedanya? Toh, sama-sama membuat pikiran pembaca menjadi ...." Diero berdecak seduktif, "... mesum, kan?"
"Tetap saja berbeda! Karyaku itu sama derajatnya dengan serial Fifty Shades of Grey!" Bahu Zaneta kini naik-turun, meluapkan amarah yang tertahan (meskipun masih diikuti dengan ekspresi datar itu).
Cukup sudah. Diero menahan tawa sejak tadi. "Oh. Begitu," angguknya, lalu berujar lantang. "Whoa, aku beruntung sekali. Menikah dengan penulis fiksi porn-ah, maksudku erofiksi."
Deru napas kasar Zaneta tak berhenti menguar, tatapan sinis itu belum juga terlepas dari sang 'suami'.
Ayolah, marah, ayo. Uncle La Martin itu sudah bosan melihat ekspresi datar-mu, Neta.
Merasa menang, Diero mengedik bahu santai. Memutari garpu pada helai Pasta, kemudian menyendok dengan lamban.
Mengejek.
Membiarkan wanita-pipi-kemerahan mematung di sebelahnya sejak tadi. Puas sekali rasanya.
"Tadi ... menelepon siapa?"
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments