Suami Tetangga

Suami Tetangga

Jadi PNS

Roda kehidupan selalu berputar. Tak selamanya nasib orang berada di bawah. Bagi mereka yang selalu berjuang dengan tekun, pasti ada hasil yang bisa diraih. Begitu pula dengan Aldi dan Nanda. Pasangan suami istri itu akhirnya bisa mencapai impiannya untuk menjadi PNS setelah bertahun-tahun berjuang.

Aldi dan Nanda, dulunya mereka adalah teman satu angkatan semasa kuliah. Keduanya jatuh cinta dan segera melangsungkan pernikahan begitu lulus. Sebagai sarjana pendidikan, keduanya mengabdikan diri menjadi guru honorer di sekolah yang berbeda. Selain itu, setiap tahun mereka juga selalu mengikuti tes CPNS (calon pegawai negeri sipil) yang diadakan. Berkali-kali gagal, tapi pastri tersebut tidak pernah berputus asa dan kembali mencoba di tahun berikutnya.

Kata orang, kehadiran anak itu bisa membuka pintu rezeki. Sepertinya itu juga yang dialami oleh pasangan Aldi dan Nanda. Setelah tiga tahun menikah dan memiliki seorang momongan, berita baik itu akhirnya datang. Tidak tanggung-tanggung, keduanya diangkat jadi PNS meski di tempat yang berbeda.

"Alahamdulillah, ya, Mas ... akhirnya mimpi kita terwujud," ucap Nanda. Dia pun segera memeluk sang suami setelah memastikan bahwa keduanya memang benar-benar lolos seleksi.

"Iya, alhamdulillah. Rezeki Rere juga, Dek ... anak kita itu bulan depan 'kan mau ulang tahun juga. Bisa buat syukuran," timpal Aldi.

"Iya, Mas ...." Nanda tersenyum sumringah.

Berita tentang pengangkatan pasangan suami istri itu menjadi pegawai negeri sipil cepat menyebar di desa. Namanya orang desa, berita begitu cepat menyebar dari mulut ke mulut, menjadi buah bibir banyak orang. Biasanya, entah itu karena iri atau apa, selalu saja ada yang berburuk sangka.

"Halah, mana ada seperti itu lolos gratis tanpa sogok? Langsung dua-duanya lagi yang diterima jadi PNS bersamaan," ucap Ijah. Tetangga yang terkenal sebagai ratu gosip.

"Iya, paling juga habis ratusan juta. Lagi pula, itu saudara orang tuanya 'kan memang pegawai di Kabupaten. Ada orang dalam begitu, ya mudah saja kalau mau lolos. Beda cerita sama anak orang-orang biasa yang ndak punya kenalan orang penting," timpal Susan. Janda muda yang hobinya bergosip bersama Ijah.

"Kalian jangan begitu! Kalau nggak ada bukti, jangan nuduh-nuduh sembarangan. Nanda itu anaknya pandai, dari dulu sekolah selalu dapat ranking. Mungkin itu ya sudah takdir, rezekinya mereka," Bu Dewi angkat suara.

Ibu-ibu yang sedang belanja sayur di tukang sayur keliling itu pun saling sahut-menyahut. Mereka sibuk membicarakan Aldi dan Nanda, pasutri yang dikabarkan diangkat jadi PNS bersamaan.

"Anak Pak Kades saja, kabarnya sudah habis 100 juta juga belum bisa lolos. Ini Aldi dan Nanda entah habis berapa bisa lolos bareng begitu," Ijah cuap-cuap. "Jaman kayak sekarang, mana ada yang gratis Bu Dewi? Hanya yang punya banyak uang yang bisa jadi pejabat!" imbuh sang Ratu Gosip.

Bu Dewi hanya terdiam sambil tersenyum kecil. Tidak mau lagi membalas omongan Ijah. Menanggapi ratu gosip itu tidak akan ada habisnya. Selalu saja ada bahan pembicaraan yang dia dapat.

Pada kenyataannya, Aldi dan Nanda memang tidak menggunakan "uang pelicin". Mereka mendaftar dan mengikuti tes sesuai prosedur. Memilih tempat terpencil yang sedikit pendaftar dan tentunya tidak satu lokasi karena mereka telah melihat formasi yang dibutuhkan. Satu unit kerja hanya butuh satu orang. Itu alasan mereka mengambil tempat yang berbeda, biar tidak 'bersaing' di lokasi yang sama. Logikanya lagi, kalau mau pakai 'sogok' seperti yang dibicarakan orang-orang, harusnya susah dilakukan dari dulu. Tidak menunggu lama dan repot-repot ikut tes tiap tahunnya.

...****************...

Hari-hari berlalu. Tuduhan tentang uang sogok yang digunakan Aldi dan Nanda pun berangsur hilang dengan sendirinya. Keduanya juga telah mulai bertugas di tempat masing-masing. Mengajar di dua tempat yang berbeda. Jarak dari rumah ke sekolah pun cukup jauh. Mereka harus mengajar di pedalaman, menempuh jarak lebih dari 50 km untuk sampai ke lokasi. Apa lagi Aldi, jarak tempat bertugasnya lebih jauh lagi dibanding sang istri. Bisa dikatakan ada di lereng gunung dengan medan jalan yang sulit dilalui.

Adapun anak mereka, untuk sementara mereka bekerja, Rere akan dijaga oleh sang nenek. Aldi dan Nanda memang masih tinggal bersama orang tua. Mereka belum memiliki rumah sendiri. Apalagi Rere adalah cucu pertama, orang tua Nanda tentu tidak keberatan menjaga cucu kesayangannya tersebut.

"Mas, lokasi sekolah tempatmu mengajar 'kan jauh, jalan juga sulit. Apa lagi musim penghujan begini. Kalau misal cari rumah warga untuk disewa gimana? Nanti kalau hujan, Mas nginep di sana. Pulang tiga empat hari sekali tak apa," usul Nanda. Dia tidak tega melihat sang suami pulang sore dan basah kuyup kehujanan. Memang sudah pakai mantel, tetapi tetap saja Nanda tidak tega mengetahui Aldi harus menempuh perjalanan jauh dan diguyur hujan.

"Iya, Dek. Aku juga memikirkan hal itu. Rasanya capek juga tiap hari naik motor jarak jauh begitu. Tapi, demi masa depan kita, aku akan tetap berusaha berjuang. Besok aku coba tanya ke warga sekitar sekolah, mungkin ada rumah yang bisa disewa," tutur Aldi. "Tapi kamu sama Rere tak apa-apa, aku tidak pulang setiap hari?" Aldi ingin memastikan.

"Tak apa, Mas. Aku tak tega lihat kamu pulang sore dan kehujanan begitu. Kasihan tubuhmu, udah jalan jauh, kedinginan pula."

"Terima kasih, ya, Dek. Kamu selalu pengertian. Semoga apa yang kita cita-citakan bisa terwujud semua," ucap Aldi. Lelaki itu lalu mengecup kening sang istri.

Nanda tersenyum bahagia. Rasanya dia menjadi wanita yang begitu beruntung, punya suami yang sabar dan bertanggung jawab.

"Iya, Mas. Aamiin ...." balas Nanda sambil memeluk sang suami erat.

Bersamaan itu, azan maghrib berkumandang. Nanda pun segera mengingatkan sang suami untuk ke masjid menunaikan sholat berjamaah.

"Itu udah azan, Mas. Cepetan siap-siap ke masjid biar nggak telat sholat jamaah."

Aldi mengangguk kemudian bergegas ke kamar mandi mengambil wudhu. Nanda sendiri menyiapkan payung untuk sang suami karena gerimis masih turun meski jarak rumah ke masjid tak begitu jauh. Hanya sekitar 100 meter. Nanda takut jika saat pulang dari masjid nanti hujan makin deras.

Begitu keluarga kecik Aldi dan Nanda. Pasutri itu dikenal masyarakat cukup baik. Tidak pernah ada masalah atau gesekan dengan tetangga. Mereka juga dikenal sebagai orang yang taat ibadah. Aldi selalu menyempatkan diri sholat berjamaah di masjid, utamanya waktu subuh, maghrib dan isyak. Dhuhur Aldi masih di tempat kerja, sementara asyar, dia sholat di rumah karena sering pulang sampai rumah sekitar jam empat. Waktu sholat asyar di masjid sudah berlalu.

Aldi sendiri sebenarnya juga cukup pendiam dan tak banyak berkomunikasi dengan orang sekitar jika tidak ada hal yang penting. Beberapa orang ada yang menilai jika dia sedikit sombong. Sementara Nanda, dia termasuk tipe orang yang ramah dan suka menyapa orang yang dijumpai. Ibu satu anak ini juga terkenal murah senyum.

Terpopuler

Comments

Ernhy Ahza II

Ernhy Ahza II

Tdk ad usaha yg akan mengkhianati hasil, bgtu pun dngan kalian,, stlah berproses akhirnya klian memetik buah kesabaran klian 🥰🥰rukun" trus yah klian

2022-12-23

1

Dania🌹

Dania🌹

para pejuang nip👍👍

2022-12-09

0

L͜͡i͜͡v͜͡♛⃝꙰𓆊

L͜͡i͜͡v͜͡♛⃝꙰𓆊

👍

2022-11-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!