Tak terasa, empat bulan berlalu begitu cepat. Setiap akhir pekan, Aldi selalu pulang menemui istri dan anaknya. Kadang malah seminggu dua kali dia pulang jika cuaca cerah. Aldi dan Nanda melepas rindu mereka dengan menghabiskan waktu bersama. Entah itu pergi berjalan-jalan atau hanya sekadar menghabiskan waktu bersama di rumah.
Kini, Aldi sudah berdiri di depan pintu. Sengaja, tidak menyalakan mesin motor sejak memasuki gerbang rumah agar Nanda tidak mendengar kedatangannya. Lekas dia mengetuk pintu beberapa kali, menunggu seseorang membukanya. Sembari menunggu, dia mengedarkan pandangan.
Kehamilan Nanda kini sudah menginjak lima bulan. Selama itu, Aldi tidak pernah memberikan apapun pada wanita tersebut. Dia tentu tidak ingin jika Nanda mengalami stress berlebihan, sebab itu bisa berdampak buruk pada kandungannya.
Maka jalan terakhir, dia harus selalu membahagiakan istrinya itu. Memberikan perhatian kecil pada Nanda setiap harinya. Namun, semenjak istrinya hamil belum pernah dia memberikan kejutan.
Mungkin dengan cara ini, Nanda bisa merasakan kebahagiaan dan sedikit mengurangi beban pikiran yang ditanggung sang istri. Maklum, selain sedang hamil dan harus mengurus Rere, Nanda juga masih harus bekerja, menjadi pendidik seperti Aldi.
“Iya, sebentar!” ujar seseorang dari dalam.
Aldi mundur beberapa langkah menjauhi pintu, dia sudah hafal betul dengan pemilik suara itu. Bersiap untuk memberikan kejutan pada wanita yang sudah memberikan keturunan untuknya.
Mata Nanda terbelalak saat mendapati sang suami sudah ada di depan mata. Seperti mendapatkan lotre, hatinya merasa sangat bahagia sekaligus tidak menyangka.
“Mas Aldi?” ucap Nanda memastikan, jika yang ada di depanya itu adalah suaminya.
“Iya. Ini aku, masa lupa sama suami sendiri.” Aldi menaik turunkan alisnya, menggoda sang istri.
“Kamu kapan datang, Mas?” tanya Nanda lagi, mengedarkan pandangan. Motor yang dipakai oleh Aldi sudah terparkir di halaman rumah. Namun, suara mesinnya tidak terdengar sama sekali.
“Sengaja, tidak menyalakan mesin motor supaya bisa memberikan kejutan.” Aldi tersenyum, seolah tahu apa yang dipikirkan istrinya.
“Ihhh, Mas Aldi! Pantesan aku telpon nggak diangkat, di chatt nggak dibalas. Tahunya udah ada di depan pintu,” keluh Nanda dengan kesal, tetapi sembari tertawa pelan.
Aldi terkekeh, lalu masuk ke dalam rumah. Namun, saat sampai di ruang utama, langkahnya bergenti dan membuat Nanda melakukan hal yang sama.
Dia berbalik badan, menatap Nanda dengan lekat. Kemudian, mengeluarkan sesuatu dari saku celananya.
“Untukmu, Sayang.”
Nanda menatap kotak merah berbentuk hati yang ada di tangan Aldi, lalu beralih menatap sang suami dengan ekspresi terlihat bahagia.
Aldi membuka kotak itu, terlihat sebuah kalung emas dengan bandul mata satu di sana. Indah sekali.
Dia mengambil kalung itu, menutup kotak dan meletakkannya di atas meja. Menghampiri sang istri, memasangkan kalung di leher Nanda.
Sementara wanita itu, pasrah saja. Membiarkan suaminya berbuat demikian. Dia menikmatinya dan merasa sangat bahagia. Istri mana yang tidak bahagia saat diberikan kejutan dan hadiah dari suaminya?
“Cantik sekali,” puji Aldi, setelah kalung itu tersemat di leher sang istri.
Nanda melihat kalung dengan posisi sedikit menunduk. “Cantik. Terima kasih, Mas.”
“Sama-sama.” Seketika senyum Aldi memudar saat menyadari wajah Nanda, memperhatikan tubuh sang istri yang semakin mengurus. Tidak, dia tidak salah lihat.
“Sayang! Dek!” Aldi memegang kedua bahu Nanda, tulang di pundak sang istri terasa sekali di tangannya.
Nanda menunduk dalam. Tak berani untuk menatap suaminya kali ini.
“Kamu baik-baik saja, kan? Kandunganmu bagaimana?” tanya Aldi secara runtut, khawatir dengan keadaan istrinya.
“Aku tidak tahu, Mas. Satu bulan ini kehilangan nafsu makan.” Nanda mengatakan yang sejujurnya. Dia tidak bisa menyembunyikan apapun lagi dari suaminya.
Satu bulan ini, terkadang dia memakai pakaian dua lapis agar terlihat berisi. Namun, kali ini karena Aldi tidak memberitahu kalau sudah sampai, dia tak sempat melakukan hal itu lagi sehingga terbukalah kenyataan yang sebenarnya.
“Kita ke bidan sekarang!” ujar Aldi, bermaksud langsung membawa Nanda ke rumah bidan desa.
"Aku ganti baju dulu, Mas. Tunggu sebentar," pintu Nanda.
Aldi mengangguk. Sementara Nanda ganti baju, Aldi meletakkan barang bawaannya di kamar. Tas ransel yang biasa dia gunakan untuk berangkat dan pulang ke kontrakan. Setelah Nanda siap, pasutri tersebut segera berangkat ke tempat Bu Nana.
Lima belas menit berlalu, akhirnya mereka sampai di tempat tujuan. Aldi langsung membukakan pintu untuk istrinya, disambut senyuman tipis dari Nanda.
Sementara Rere, putri kecil mereka dititipkan pada ibu dahulu. Mereka tidak ingin Rere kelelahan. Pun, ini hal serius yang harus mereka lakukan.
Tak membutuhkan waktu lama, Nanda langsung mendapatkan panggilan untuk masuk ke ruang pemeriksaan. Beruntung, malam ini hanya ada dua pasien. Satu orang yang datang sebelum Nanda adalah anak-anak yang ditemani orang tuanya, sepertinya sakit demam. Karena hanya ada dua pasien, maka setelah pasien pertama pulang, otomatis tiba giliran Nanda untuk diperiksa. Nanda tidak perlu mengantri lama.
Aldi langsung memapah sang istri untuk memasuki ruangan. Kemudian, dia duduk setelah membantu Nanda berbaring di atas brankar.
Dia memperhatikan bidan Nana yang tengah memeriksa kondisi istrinya. Berharap tidak ada sesuatu yang serius pada tubuh Nanda.
Bidan Nana menghela napas panjang setelah usai memeriksa Nanda. Dia mendapati sesuatu dalam diri wanita tersebut setelah Nanda menyampaikan keluhan. Nanda kemudian turun dari brankar setelah bidan Nana selesai memeriksa, dibantu oleh Aldi sampai mereka duduk berhadapan dengan sang bidan.
“Bagaimana kondisi istri saya, Bu?” tanya Aldi yang sudah sangat mengkhawatirkan kondisi istrinya.
“Menurut hasil pemeriksaan dan dari penuturan keluhan Ibu Nanda, ada beberapa gejala yang saya dapati. Namun, saya tidak berani untuk memastikannya apakah benar atau tidak. Saran saya, Pak Aldi segera membawa istrinya ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Melakukan tes darah supaya bisa mengetahui dengan jelas, apa sebenarnya penyakit yang dialami Ibu Nanda.”
Aldi dan Nanda saling menatap, mendengar kalimat bidan yang sangat serius. Hati Nanda berubah cemas. Itu terlihat sekali dari raut wajahnya. Namun, Aldi berusaha menenangkan dengan memegangi jemari Nanda yang tiba-tiba terasa dingin.
“Baik, Bu. Apapun akan saya lakukan untuk kebaikan istri dan calon anak kami,” putus Aldi, mengangguk paham. Dia akan segera membawa istrinya ke rumah sakit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Ernhy Ahza II
waduhh apa yg rerjdi sma Nanda? akhh smoga sja dia dan debay baik" sja 😌
2023-01-06
1
Jess ♛⃝꙰𓆊
Bumil sakit apa ya
2022-12-26
0
🎯bunda yun[❄️]™♥️
duhhh kira2 sakit apa ya bumil
2022-12-09
0