Akhirnya, acara rapat telah usai. Maila, Susan, Meri, dan beberapa gadis lainnya tengah dalam perjalanan pulang. Namun, bukan wanita namanya jika tidak mampir membeli makanan dan minuman terlebih dahulu setelah bepergian. Meskipun itu hanya ke balai desa. Ada penjual minuman boba langganan mereka.
“Eh, gimana kalau kita jajan es boba dulu?” ajak Susan saat melewati warung es boba pada teman-temannya.
Maila mengangguk antusias. “Boleh, ayo! Sekalian pesan bakso, ya? Lapar, nih."
“Ayo!” ucap yang lain, menyetujui ajakan Susan.
Memang, di sebelah lapak boba, ada warung bakso. Biasanya mereka memesan keduanya.
“Oke. Kalian mau rasa apa?”
“Taro saja,” sahut Maila, tersenyum girang.
"Aku Greentea, deh," sahut salah satu yang lain.
Satu per satu dari mereka pun menyebutkan pesanan.
“Oke. Kalian tunggu di saung depan sana, nanti aku bawa pesanan kalian,” ujar Susan, menunjuk sebuah saung kecil yang tak jauh dari warung es boba.
"Kalau begitu aku yang pesankan baksonya. Sama kayak biasanya, kan?" tanya Meri.
Maila dan teman-teman lainnya mengangguk, lalu berjalan ke arah seperti yang dikatakan oleh Susan.
Sementara wanita berbaju peach itu langsung memesan es boba sesuai dengan jumlah teman-temannya. Kemudian, melangkah ke arah saung setelah mendapatkan pesanan dan tak lupa membayarnya.
“Ini pesanan kalian,” ujar Susan saat sampai di saung dan duduk bergabung di antara mereka.
“Terima kasih, San!” ucap Maila, lalu langsung meminum es boba yang ada di depannya. Begitu juga dengan yang lain.
Rasa segar langsung mengguyur tenggorokan mereka, rasa manis terasa memanjakan lidah. Tak lama berselang, bakso yang mereka pesan juga datang. Pak Nomo, si penjual bakso mengantar pesanan mereka.
"Silakan dinikmati bakso spesial buatan Pak Nomo, nomor satu enaknya sedunia ... hehehe," ucap Pak Nomo dengan gaya khas candaannya.
"Siap, Pak," jawab gadis-gadis itu hampir bersamaan.
Saat sedang asyik menikmati bakso, tiba-tiba ponsel Susan berbunyi. Sebuah notif masuk ke ponsel tersebut, membuat gadis itu segera merogoh ponsel di dalam tas dan melihat siapa yang mengirimkan pesan di sana.
[Hai cantik, lagi apa? Udah makan siang belum?]
Membaca pesan itu, membuat Susah merasa geli, risih lebih tepatnya. Kemudian, melihat teman-temannya sedang membahas pacar mereka, dia langsung menunjukan ponselnya.
“Eh, lihat deh!” ujar Susan, mereka langsung tertuju pada ponsel Susan. Membaca pesan yang tertera di layar ponsel.
“Ihhh ... ini 'kan ... Mas Aldi, tetanggaku! Kamu tahu dia juga?” ujar Maila, mengingat Aldi, tetanggannya. Dia tidak mungkin salah mengenali akun itu, sebab lelaki tersebut juga sering mengirimkan pesan via messenger.
“Nggak terlalu kenal, sih. Tapi aku risih juga, dia selalu saja chatt dengan berbagai macam rayuan dan gombalan,” adu Susan, karena sudah meraskan tidak nyaman dengan pemilik akun tersebut.
“Sama! Aku juga sering mendapatkan chat serupa dari Mas Aldi.” Pernyataan Maila membuat Susan dan teman-temannya terkejut.
"Eh, aku juga, lho ... kapan hari itu dia juga kirim pesan di akunku, tapi tak kutanggapi," sambung Meri.
“Issh ... kok bisa, sih. Padahal 'kan ... Mas Aldi kayak kelihatan alim banget, gitu. Kok aslinya kek gitu, sih?” celetuk Susan.
"Iya juga, ada istri cantik pula, tapi masih suka jadi buaya darat. Mana anaknya sudah dua lagi," sahut yang lain.
“Eits, jangan salah. Zaman sekarang ini, apapun tidak ada yang mustahil. Penampilan dan cover seseorang tidak bisa dijadikan penilaian untuk isi di dalamnya. Zaman sekarang mah, banyak modusnya!” ujar Maila yang langsung dibenarkan oleh teman-temannya.
Tak berhenti sampai di sana, mereka lanjut menggibahkan Aldi. Tidak menyangka, seseorang yang terlihat begitu alim dan baik, ternyata adalah buaya darat yang suka menggoda para wanita di sosial media.
Maila tak habis pikir dengan tetangganya itu. Dia pikir, Aldi berbuat demikian hanya pada dirinya saja karena rumah mereka yang berdekatan, mungkin membuat lelaki itu sedikit penasaran padanya. Namun, ternyata ini semua jauh di luar ekspetasinya.
Susan bergidik ngeri di tengah-tengah obrolan mereka membahas Aldi. Jangan sampai dia kepincut dengan rayuan dan gombalan lelaki itu. Jikalau tidak, maka sudah habislah dirinya karena Nanda yang statusnya istri lelaki tersebut masih muda juga.
Bisa-bisa Susan seperti di film-film atu di novel yang dilabrak oleh istri sahnya. Seram sekali membayangkan hal itu. Terlebih, dia masih seorang mahasiswi. Betapa malunya jika hal itu sampai terjadi.
“Ih ... udah ah, ngomongin Mas Aldinya. Kasian, kuping dia panas gara-gara kita omongin terus dari tadi,” ucap salah satu dari mereka, lalu yang lainnya terkekeh.
“Biarin aja itu kuping lelaki panas. Siapa suruh gatel sama wanita lain padahal sudah punya istri, punya anak dua pula. Jangan-jangan digoda semua kayaknya. Dari yang muda sampai tua, dari yang gadis sampai janda.” Maila terkekeh setelah mengatakan hal itu, membuat teman-temanya tertawa bersama.
“Kamu ini, kadang-kadang memang tidak bisa diperkirakan otaknya,” ujar Susan, ikut tertawa.
Memang benar, di zaman ini sangat sulit mencari sosok lelaki yang benar-benar jujur dan setia. Yang benar-benar bertanggung jawab, menjaga hati serta menjaga pandangannya. Buktinya, Aldi yang terlihat sering ke musala dan dianggap alim saja sebenarnya adalah buaya darat di sosial media.
"Ih. ngeri ya ..." gumam Meri sambil bergidik lalu menghabiskan sisa bobanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Ernhy Ahza II
trus aja gibahin aldi ,, klu kuping nya panas itu lbih bagus lagi, biar tau rasa dia 🤣🤣
2023-01-15
1
Ernhy Ahza II
Hati" klian sma aldi gais 🤣🤣jngan smpai termakan rayuan gembelnya
2023-01-15
1