Nikah Kontrak
Gadis itu terus berlari dengan cepat. Sesekali dia melihat jam kecil yang bertengger di pergelangan tangan kirinya.
“Jangan lagi, jangan lagi,” desis gadis itu. Nafasnya mulai tak beraturan saking lelahnya dia berlari.
Lagi-lagi dia melihat jam tangannya. “Akhh akhirnya tepat waktu,” ucap gadis itu ketika dia sudah tiba di halte bus. Perasaannya agak lega karena dia sepertinya tak akan telat lagi.
Sebuah bus berhenti di hadapannya dan segeralah dia naik. Gadis cantik itu menggunakan kartu untuk membayar bus.
Tepat seperti dugaannya, tak ada satu tempat pun yang kosong. Entah untuk keberapa kalinya akhirnya dia hanya berdiri dan berpegangan pada salah satu tiang di sana.
Sesekali dia membenarkan bajunya yang terlihat sedikit berantakan karena dirinya berlari tadi.
Sialnya, dari halte bus dia masih harus berjalan lagi untuk mencapai tempat kerjanya itu. Sebenarnya kalian tak perlu berjalan jika kalian memiliki sebuah kendaraan.
Sampai, akhirnya dia sampai di tempat kerjanya. Di sebuah perusahaan terkenal yang bergerak di bidang real estate.
“Defira Estiana, kamu telat lagi!” tegur Direktur perusahaan itu, Bara Caleb. Defira menghentikan langkahnya dan masih sibuk mengatur nafasnya.
“Lima menit, Pak.” Defira berusaha mencari pembelaan. Bara merotasikan bola matanya. Hari kemarin, cucian yang dijadikan alasan. Sekarang waktu yang hanya lima menit. Lain kali apa lagi yang akan dijadikan alasan oleh gadis ini.
“Saya peringatkan, sekali lagi kamu telat, kamu akan langsung berhadapan sama Direktur Utama!” final Bara. “Baik, Pak,” cicit Defira.
Tadi, dia sudah sangat yakin jika dia tak akan telat, tapi siapa sangka perkiraannya meleset lima menit. Gadis itu segera menuju ke kubikelnya, menyimpan tasnya dan segera menghidupkan layar komputernya.
Dia hanya seorang karyawan kecil yang beruntung bisa dipekerjakan di perusahan sebesar itu. Bersyukurlah dia karena diberikan otak yang cerdas.
Baru saja dia mendudukkan dirinya di kursi, notifikasi di ponselnya terus bermunculan hingga membuat fokus karyawan lain tertuju padanya.
“Ahh maaf, aku lupa mematikan notifikasinya.” Setelah meminta maaf, dia mematikan dering ponselnya. Tapi dia tentu saja mengecek pesan apa saja yang masuk di pagi hari ini.
Defira menghela nafas, tentu saja notifikasi itu berasal dari para pelanggannya. “Apakah cucianku sudah selesai?”
“Aku ingin kue ulang tahun itu diantar nanti malam.”
“Jangan lupa ambil sampahku, di depan sana sudah menumpuk.”
Satu lagi pesan yang terlihat horor bagi seorang Defira, “jangan telat lagi malam ini atau aku akan benar-benar memecatmu!”
Defira menghela nafas lelah. Rasanya satu hari satu malam dia hanya terus bekerja tanpa ada waktu untuk istirahat.
“Baiklah-baiklah, ayo kerjakan apa yang ada di hadapanmu dulu,” desisnya. Dia kembali fokus pada pekerjaannya sebelum kemudian dia dibuat terlonjak karena sebuah panggilan.
“Defira, kamu dipanggil Direktur ke ruangannya,” ucap salah satu temannya yaitu Klara. “Astaga, apa lagi katanya?” Defira bertanya pada Klara, siapa tahu wanita itu tahu sesuatu.
Namun, Klara dengan cepat menggedikan bahunya tanda dia tak tahu apa-apa. “Aku gak tau, dia gak bilang apa-apa,” ucap Klara. “Hati-hati saja kau diterkam,” lanjutnya dengan berbisik.
Defira memukul ringan lengan temannya itu sebelum dia benar-benar pergi ke ruangan Direkturnya. “Permisi,” panggilnya dengan ragu.
“Masuk!” Setelah mendapatkan perintah untuk masuk, akhirnya Defira masuk ke dalam ruangan itu. Tatapan Bara sudah sangat tidak bersahabat padanya.
“Duduk!” Defira hanya menuruti apa yang diperintahkan bagai boneka. “Defira Estiana,” panggil Bara dengan pandangan terfokus pada gadis itu.
“Iya, Pak.” Gadis itu segera mengangkat kepalanya untuk melihat lawan bicaranya. “Kamu yakin sudah mengerjakan pekerjaanmu dengan benar?” tanya Bara dengan tajam.
Defira berusaha mengingat apa saja yang menjadi pekerjaannya. “Saya yakin, Pak.” Bara terkekeh mendengar jawaban dari karyawannya itu.
“Sepertinya saya harus memberikan perhitungan padamu.”
****
“Aku tau, aku juga sedang mencarinya,” jawab seorang pria dengan nada lelah. Tentu saja lelah, bahkan pekerjaannya sangat menumpuk dan kedua orang tuanya terus saja meminta sesuatu yang belum bisa dia kabulkan
Mencari yang dimaksud pria itu hanya sebuah alibi untuk menghentikan permintaan kedua orang tuanya. Sejatinya dia tak pernah mencari, dia hanya menunggu dan terus terfokus pada karirnya.
“Gimana bisa lagi nyari? Seharian kamu kerja terus. Bahkan makan juga kalau Ibu ingatkan,” ucap wanita paruh baya itu.
“Nanti juga kalau udah ada, aku kasih tau. Lagian kan zaman sekarang nyari orang gak perlu tatap muka. Sekarang udah zaman modern, Bu.” Pria itu kembali menjawabnya. Jujur saja dia sedang tak ingin membicarakan ini.
“Bas, Ibu kamu itu benar. Umur kamu udah cukup buat menikah. Jadi cepat menikah atau kita akan carikan untuk kamu.” Kali ini Ayahnya yang berbicara.
Ucapan Ayahnya itu berhasil membuat seorang Bastian Casper mengalihkan pandangannya pada sang Ayah. Bagaimana tidak terkejut ketiak Ayahnya mengatakan akan mencarikan calon istri untuknya.
“Kok jadi gini sih? Kan yang mau nikah aku, kenapa kalian yang cari calonnya?” Bastian sudah tak mengerti lagi dengan kedua orang tuanya itu
“Makanya kita nyuruh kamu cepat nyari biar sesuai sama yang kamu mau,” jawab Ibunya.
Bastian menghela nafas lelah. “Iya iya naanti cari.” Umurnya yang sudah hampir menginjak kepala tiga memang sudah harus memiliki pendamping dan seorang keturunan.
“Jangan iya iya doang. Udah dari tiga bulan lalu kamu bilang gitu tapi sampai sekarang belum ada wujudnya,” ucap Ayahnya.
“Ayah kasih kamu waktu satu minggu buat kenalin gadis pilihan kamu sama kita. Kalau satu minggu kamu gak bawa dia ke sini, Ayah bakal jodohin kamu sama anak teman Ayah.”
Bastian mengacak rambutnya. Apa-apan dengan semua ini. Satu minggu adalah waktu yang sangat mepet. Bagaimana bisa dia mendapatkan orang itu dalam waktu satu minggu?
“Tapi – “
“Gak ada tapi. Cari dia yang kamu mau atau kamu Ayah jodohkan!”
“Terserah Ayah.” Bastian pergi dari hadapan kedua orang tuanya. Dia perlu ruang untuk berpikir.
Pria tampan dengan tubuh yang atletis itu menuju kamarnya di lantai atas. Demi Tuhan saat ini tekanan dia rasakan dari berbagai sisi.
Bastian mengambil ponselnya dan segera menelpon orang yang bisa dia mintai bantuan tentang hal ini.
“Masih di kantor?” tanya Bastian pada orang itu.
“Heem, kenapa?” tanya orang di seberang sana.
“Ketemu nanti malam. Ada sesuatu yang mesti dibahas.”
“Oke, nanti malam di tempat biasa.” Setelah menyelesaikan maksudnya, Bastian mematikan sambungannya.
Pria itu merebahkan badannya di ranjang king size-nya. “Astaga, satu minggu dia bilang? Gimana bisa nemuin gadis yang mau langsung diajak nikah dalam satu minggu?” tanya Bastian.
Dia memejamkan matanya, otaknya terus berputar memikirkan cara yang sebaiknya dia lakukan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Oh Dewi
Mampir ah...
Sekalian rekomen buat yang kesusahan nyari novel yang seru dan bagus, mending coba baca yang judulnya Caraku Menemukanmu
2023-09-22
0