Dekorasi bunga yang sangat cantik ada di mana-mana. Dulu, Defira sangat menginginkan pernikahan yang seperti ini.
Dia bermimpi menjadi putri sehari dan bersanding dengan pria yang sangat dia cintai.
Hari ini, dia bisa mengabulkan itu semua. Gaun indah yang melekat di tubuhnya dan mahkota yang mempercantik tampilannya membuat orang-orang pangling melihat gadis itu.
"Kakak siap?" Dafa menghampirinya di sebuah ruangan tempat di mana dia mengenakan gaun dan juga merias wajahnya.
"Hmm, siap," jawab Defira diiringi dengan senyuman di wajahnya.
Hari ini dia memang menjadi putri, namun sayang sang raja yang seharusnya dia cintai dan sangat mencintainya itu tidak ada.
Yang ada hanya seorang pria yang menikahinya hanya karena sebuah perjanjian kontrak.
Mengingat itu membuat Defira agak murung.
"Kenapa?" tanya Dafa yang sadar akan perubahan raut wajah Defira.
Defira menolehkan pandangannya pada Dafa dan menampilkan senyum palsunya.
"Enggak apa-apa." Setelah mengatakan itu, dia segera keluar dari ruangan itu dengan menggandeng lengan Dafa.
Defira dan Dafa berjalan menuju altar di mana Bastian sudah ada di sana dengan tuxedo yang melekat indah di tubuhnya.
Seorang pendeta juga sudah berada di posisinya. Sorak tamu undangan menggema begitu melihat Defira berjalan menuju altar.
"Gila, kok bisa dia jadi cantik?" desis Bara ketika melihat Defira.
Liza yang ada di sampingnya berdecak kesal. "Emang kamu aja yang buta!" sentaknya.
Agak kesal ketika Bara dengan terang-terangan memuji kecantikan Defira.
Waktu terus berlalu hingga Defira dan Bastian selesai mengucapkan sumpah janjinya.
Perlahan tangan Bastian bergerak di pinggang Defira. Dia menarik gadis itu agar lebih dekat.
"Kita lakukan dengan cepat hanya agar mereka tak curiga pada kita," ucap Bastian dengan pelan.
Senyuman masih tersungging di kedua bibir mempelai.
"Apa maksudnya?" Defira bingung dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Bastian.
Namun, Bastian tak menjawab. Dia mendekatkan wajahnya ke arah Defira dan segera menempelkan bibirnya di bibir gadis itu hingga suara riuh terdengar diiringi dengan tepukan tangan yang bergemuruh.
Lain dengan tamu undangan yang sepertinya sangat bahagia ketika Defira dan Bastian berciuman, Defira justru terbelalak.
Hal ini terlalu tiba-tiba baginya. Bastian tak mengatakan akan melakukan ini sebelumnya jadi dia tak punya persiapan.
Tak lama bibir mereka saling bersentuhan sebelum kemudian Bastian kembali menjauhkan wajahnya.
Dia bisa melihat wajah Defira yang bersemu. "Ehhmm." Pria itu berdehem untuk menghilangkan rasa gugupnya.
Setelah ciuman yang sangat bersejarah itu, mereka saling diam. Tak ada satupun dari mereka yang berani memulai pembicaraan.
Para tamu undangan satu persatu mulai memberikan selamat pada pasutri itu.
"Selamat ya Sayang. Akhirnya Ibu punya menantu," ucap Elina. Air matanya menggenang, mungkin karena dia sangat bahagia dengan pernikahan putranya itu.
"Makasih, Bu." Defira menjawabnya sementara Bastian hanya tersenyum.
Setelah ini orang tuanya tak akan lagi menerornya dengan pertanyaan kapan menikah karena dia sudah melakukannya.
"Jaga dia baik-baik ya. Jangan sampai kamu ingkarin janji suci kamu barusan." Kali ini Gibran yang memberikan wejangan pada putranya.
"Iya Yah."
"Def, kalau dia macam-macam, bilang langsung sama Ayah. Biar Ayah yang hajar dia," lanjut Gibran pada Defira.
Defira terkekeh ringan mendengar ucapan Ayah mertuanya.
"Iya Ayah," jawabnya. Tamu lainnya berdatangan ke arah mereka untuk mengucapkan selamat.
"Wihhh selamat ya. Gak nyangka gue akhirnya lo nikah juga," ucap Bara sambil menepuk ringan bahu Bastian.
"Thank's," jawab Bastian. Walaupun ini hanya sandiwara, tapi dia harus melakukannya dengan baik.
"Def, hati-hati, Bos yang satu ini ganas banget," ujar Bara pada Defira yang langsung tersenyum simpul.
"Enak banget ya yang sekarang udah punya istri. Apa-apa tinggal bilang sama istri." Liza menambahkan.
Defira memandang Liza dengan tatapan tak suka. Sampai saat ini dia sama sekali belum tahu ada hubungan apa Bastian dengan wanita itu.
Ingin meminta penjelasan, tapi dia sadar posisi. Dia tak memiliki hak untuk bertanya.
"Gak gitu juga lah. Kamu kapan nyusul?" tanya Bastian pada Liza. Defira hanya diam memperhatikan interaksi dua orang itu.
"Gak bisa lah. Kan calonya udah nikah sama yang lain." Liza menyindir Bastian mengatakan jika maksud calon yang dikatakan gadis itu adalah Bastian.
Bastian tak menjawab atau menyangkal. Pria itu hanya terkekeh sambil mengusak rambut Liza dengan gemas.
"Ihh jangan diacak-acak!" sentak Liza tak suka.
"Iya iya maaf." Mereka terus berbincang hingga tanpa mereka sadari jika sedari tadi Defira dan Bara memperhatikan dua orang itu dengan iri.
"Yakin nih istrinya mau dibiarin aja? Kalau gitu gue bawa aja dia," ucap Bara yang tak tahan dengan semuanya.
"Macem-macem lo!!" Bastian yang sadar kalimat itu ditujukan padanya segera mendekati Defira dan merangkul pinggang gadis itu.
Mereka terkekeh melihat Bastian yang sepertinya sangat posesif dengan istrinya itu.
Mereka mendapatkan ucapan selamat dari banyak orang terutama kenalan Ayahnya Bastian.
Bastian memang tak mengundang banyak temannya karena dia juga tak punya banyak teman. Hanya teman dekatnya seperti Bara dan Liza dan beberapa teman lain yang menurutnya pantas dia undang.
Tamu undangan berangsur surut ketika hari sudah mulai malam.
"Kita pamit dulu ya. Jangan lupa pakai kado dari gue malam ini," bisik Bara saat dia pamit.
Bastian terbelalak mengerti dengan pikiran kotor temannya.
"Berisik! Sana pulang!" sentaknya yang dihadiahi kekehan dari Bara.
Bara dan Liza berpamitan kemudian mereka pulang ke rumah mereka dengan Bara yang mengantar Liza terlebih dahulu.
"Kak." Dafa datang menghampiri Defira saat acara sudah mulai selesai.
Defira yang dipanggil tapi Bastian juga ikut menoleh karena panggilan itu.
"Kenapa? Udah ngantuk?" tanya Defira pada Dafa.
Dafa menggeleng karena bukan itu yang ingin dia katakan. "Aku malam ini tidur di mana?"
Hal itu yang sedari dulu menjadi kegelisahan Dafa. Dia takut jika harus tidur di rumahnya sendirian. Bukan takut hantu atau apapun, dia takut bayangan kelam itu akan datang dan dia tak memiliki orang untuk mengadu.
"Kamu tidur di rumah Kakak dulu malam ini. Besok kita baru pindah." Bukan Defira yang menjawab melainkan Bastian.
"Gak apa-apa?" tanya pria itu ragu. Dia sadar, di umurnya yang sudah menginjak dewasa harusnya dia tak menjadi beban bagi kakaknya.
"Enggak dong. Lagian kan emang harusnya gitu." Bastian sangat tahu apa yang ada di dalam pikiran Dafa karena dia juga pernah merasakannya.
"Jangan pikirin apa-apa. Kamu cuma harus tinggal sama kita, belajar yang benar." Bastian mencoba menenangkan adiknya itu.
Dafa merasa sedikit lega setelah Bastian mengucapkan hal itu.
Akhirnya Dafa menunggu sebentar hingga acara itu usai dan mereka kembali ke rumah Bastian bersama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
MJ
Iya, tp terornya ganti, jd kapan punya anak? Ibu udah pengen gendong cucu. kamu blm bs tenang anak muda😁😁😁
2023-09-23
0