Wanita dengan pakaian elegan itu kini tengah memandang dua pria yang ada di hadapannya dengan tatapan tajam.
Make up-nya sudah tak sesegar dua jam lalu saat dia baru selesai bersolek. Ini semua karena Bastian tentu saja.
“Maaf, tadi ada yang mesti aku kerjakan,” cicit Bastian. Entahlah, jika di depan wanita ini dia bisa selemah ini. Mungkin karena masa SMA mereka.
“Hal penting apa lagi yang lebih penting dari aku?” tanya Liz. Ya, gadis itu tengah marah karena Bastian dan Bara telat menjemputnya.
“Sekarang dia udah punya calon istri. Jadi tentu saja calon istrinya itu lebih penting,” timpal Bara. Dia tak ingin terkena getah dari kesalahan Bastian.
Liz menghela nafas. “Ya udah yuk pesan makanan.” Akhirnya Liz melupakan yang telah terjadi. Meskipun dia memperpanjang hal ini tetap saja waktu tak bisa diulang kembali.
Mereka memesan makanan. Terutama Liz yang memesan makanan sangat banyak. Meski badannya terlihat sangat proporsional, kalian tidak tahu saja jika porsi makan gadis itu sangat banyak melebihi porsi makan Bastian dan Bara.
“Kamu yang bayar ya,” ucapnya mengingatkan pada Bastian. Biarlah sekali-kali dia memeras temannya itu yang kaya.
Bastian mengangguk pasrah. Biarlah dia menebus kesalahannya dengan membayar semua makanan yang mereka pesan malam ini.
Makanan mereka datang. Mereka makan sambil berbincang. “Jadi kamu gak akan pergi lagi ke Aussie, kan?” tanya Bastian pada Liz.
Liz menggeleng. “Kayanya enggak. Paling kalau ke sana juga cuma bentar. Aku mau coba kerja di sini.” Bastian mengangguk.
“Iya lah. Lagian ngapain di negara orang lama-lama. Di sini lebih betah, apalagi ada aku,” ujar Bara menambahkan.
Liz merasa ingin muntah mendengar gombalan Bara. Namun Bara sama sekali tak tersinggung. Dia hanya terkekeh melihat respon Liz.
“Jadi kapan kamu nikah, Bas?” Liz bertanya. Bara ikut menolehkan pandangannya pada Bastian saat Liz menatap pria itu dengan serius.
“Bentar lagi. Tunggu aja.” Bastian menjawabnya dengan singkat. “Sorry, Bas. Tapi, kamu beneran mau nikah?” Liz bertanya dengan ragu.
Bastian mengangguk yakin. “Nikah beneran, kan? Gak ada apa-apa, kan?” Liz bertanya seperti itu karena dia tahu apa yang terjadi pada Bastian sejak dulu.
Bahkan dari dulu Liz selalu mengenalkan teman-teman terbaiknya pada Bastian untuk dijadikan pacar dan pria itu selalu saja menolak dengan alasan mereka sama sekali tak menarik.
“Beneran.” Sementara Bara yang tahu cerita dibalik rencana pernikahan Bastian hanya diam tak merespon. Dia meminum minumannya untuk menghilangkan rasa canggungnya.
“Baguslah, akhirnya kamu bisa lupain itu semua,” ujar Liz. Bastian tersenyum. Semua yang dikatakan Liz salah besar karena pada kenyataannya dia tak bisa melupakannya.
Kenangan kelam itu masih terekam jelas dalam ingatannya dan dia membencinya. Dia tak ingin mengingat itu lagi, tapi dia juga tak bisa melupakannya.
“Lagian Defira juga keliatannya baik kok.” Liz menambahkan. “Hmm, dia gadis yang baik. Bahkan saking baiknya aku takut menyakitinya.”
Entah Bastian sadar atau tidak dengan ucapannya barusan. Tapi, hal itu berhasil membuat kedua temannya menatapnya dengan heran.
Bastian yang sadar dengan tatapan temannya itu sontak berdehem untuk menghilangkan rasa malunya.
“Udah sana makan!” sentak Bastian sambil memasukan kentang goreng ke dalam mulut Bara dengan paksa.
Pria yang mendapat perlakuan itu hanya menurut dan memandang Bastian dengan kosong.
****
Liza masih merintis perusahaan dan dia kebingungan karena ini pertama kali baginya. Selama di Aussie, dia hanya tau belajar dan bermain. Semua kebutuhan hidupnya dibiayai oleh orang tuanya, tapi sekarang dia berpikir harus menghasilkan uang sendiri.
Alhasil, sekarang dia lebih sering membuntuti Bastian untuk mendapatkan pencerahan dari pria itu.
“Wow dia datang lagi, apaan ini? Apa Pak Bos gak jadi nikah sama si Defira?” Seperti biasa, salah satu karyawan sangat heboh ketika mereka melihat Liz yang kembali datang ke kantor Bastian.
“Gak tau tuh. Tapi emang harusnya Pak Bos nikah sama wanita berkelas kaya dia, bukan sama Defira yang biasa-biasa aja,” timpal salah satu karyawan lainnya.
Defira mendengarnya dan kali ini dia menundukkan kepalanya dalam. Dia tak bisa melawan karena dia juga tak merasa ada hak atas Bastian. Status mereka hanya sebatas rekan kerja di atas perjanjian.
“Kalau kalian mau gosip, kayanya ini bukan tempat yang pas. Mau saya kirim ke tempat yang seharusnya?” Liz mendekati mereka yang sedang membicarakannya dan menatapnya dengan tatapan tajam.
Dia sungguh tak suka orang yang selalu membicarakan kelemahan orang lain. Dia tahu yang mereka bicarakan kelemahannya itu bukan dia, tapi Defira adalah calon istri dari sahabatnya, jadi dia harus menyelesaikan ini.
“E-enggak, B-bu.” Mereka menjawab dengan gugup. Mereka tak mengira jika pembicaraannya di dengar oleh Liza.
“Oke kalau kalian gak mau posisi kalian terancam, jangan bicara yang enggak-enggak di kantor ini apalagi Defira. Dia orang yang memiliki posisi lebih tinggi dari kalian bahkan jika kalian adalah seniornya,” ujarnya.
Defira mendengar itu. Kenapa juga wanita itu membelanya. Bukannya bagus, dengan begitu gadis itu bisa merebut Bastian dengan leluasa dan dengan dukungan dari para karyawan Bastian.
Dua orang yang tengah bergosip itu mengangguk dengan kepala yang menunduk dalam. “Ah Def, jangan dengerin omongan mereka.”
Liz berkata sambil menunjuk dua orang yang dia tegur tadi. Defira memandang Liz kagum, dia tak menyangka gadis itu akan membelanya.
“Jangan sampai saya dengar hal yang sama lagi.” Liz kembali memperingatkan mereka untuk tak bergosip lagi.
Setelah mendapatkan anggukan dari dua orang itu, Liz segera pergi menuju ruangan Bara.
Defira memandang dua orang yang tadi kena semprot Liz. Dua orang itu juga memandang Defira dengan tatapan tajam dan kesal.
“Mentang-mentang mau nikah sama Bos,” ujar salah satu dari mereka sebelum mereka mengalihkan pandangannya dan kembali bekerja.
Liz masuk ke ruangan Bara dengan wajah masamnya. Bara dan Bastian yang sadar langsung saling berpandangan, saling bertanya kira-kira apa yang terjadi dengan gadis itu.
“Ada apa?” Akhirnya Bara memberanikan diri untuk bertanya. Liza membanting tubuhnya di sofa tepat di samping Bastian.
“Kesel banget aku sama orang yang suka gosip. Padahal kan mereka gak tau kaya apa yang sebenarnya!” Gadis itu berkata dengan nada tingginya.
“Jelasin dulu ada apa? Kita gak ngerti,” ujar Bastian sambil mengelus punggung gadis itu.
“Kamu jadi Bos harusnya sigap dong. Pilih karyawan yang benar, jangan milih orang yang malah suka gosip di kantor!” Bukannya menjawab, Liz malah menyalahkan Bara.
Bara terbengong karena tiba-tiba Liz memarahinya. “Kok aku?” tanyanya bingung.
“Ya iya lah, kan kamu Bosnya!” Kena lagi. Mereka memilih diam dan menunggu emosi gadis itu reda.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments