Persiapan untuk pernikahan Bastian dia lakukan sendiri. Bahkan Defira tak tahu-menahu tentang itu.
Gadis itu hanya langsung mendapatkan informasi dari Bastian jika persiapan pernikahan mereka telah selesai dan minggu depan mereka akan melakukan pernikahan itu.
Padahal ini masih satu minggu lagi, tapi jantung Defira telah berdebar dari sekarang. Dia tak menyangka akan menikah di umurnya yang masih menginjak usia dua puluh lima tahun.
“Sudah siap?” tanya Bastian. Dia menggenggam kunci mobilnya. Hari libur ini dia gunakan untuk menyelesaikan tahap terakhir persiapan pernikahannya.
“Hmm.” Defira mengangguk. Dia menghela nafasnya sebelum kemudian mereka berangkat.
“Daf, Kakak pergi dulu ya. Kalau mau makan pesan aja,” pamit Defira pada adiknya.
“Iya, Kak. Hati-hati di jalan.” Kedua orang itu pergi dari sana meninggalkan Dafa sendiri di rumahnya.
Tujuan utama mereka sekarang adalah sebuah butik. Ya, agenda mereka sekarang adalah fitting baju.
“Mau di tempat sebesar ini, Pak?” Defira sedikit tercengang saat dia melihat bangunan yang sangat besar. Dia kira, Bastian hanya akan membawanya ke toko baju biasa.
“Iya. Emangnya kenapa?” tanya Bastian. Hal ini bukan hal yang aneh lagi bagi Bastian karena pria itu akan selalu membeli baju-baju formalnya dari sana.
“Ini terlalu berlebihan,” desisnya entah didengar oleh Bastian atau tidak. “Ayo masuk!” ucap Bastian santai.
Mereka masuk ke dalam. Tak terlalu banyak orang, hanya ada sekitar empat orang di sana yang sama-sama sedang fitting.
“Bas!!” Seorang wanita paruh baya menghampiri Bastian dengan ceria. Bahkan dia sampai melipat kipas tangan yang dia pegang.
“Hai, Tan.” Bastian kembali menjawab sapaan wanita paruh baya itu.
“Gimana kabarnya? Lama banget ya kamu gak ke sini,” ujar wanita itu. Bastian terkekeh.
“Iya, Tante Rose. Lagi gak perlu baju lagi, yang lama juga masih bagus.”
Wanita yang dipanggil Rose itu mengernyitkan keningnya. “Jadi, sekarang kamu mau bikin baju apa?” tanya Rose dengan mata yang sedikit melirik ke arah Defira.
“Ah iya, Bas kenalin dulu. Namanya Defira, dia calon istri Bas.” Seolah tak ada beban pria itu menjawabnya sehingga membuat Defira sedikit terkejut.
“Jadi, kamu mau nikah?” tanya Rose dengan ekspresi seolah dia kecewa. Bastian mengangguk menanggapinya.
“Yah, berondong Tante berkurang dong,” ujarnya dengan raut sedih. Bastian yang memang sudah biasa dengan hal itu hanya bisa tersenyum.
“Oke, cukup bercandanya. Kamu mau yang kaya gimana?” Rose bertanya pada Bastian.
“Bas mau yang biasa aja, Tan. Pilih yang menurut Tante cocok aja.” Bastian memang tak rumit jika mengenai pakaian. Dia justru akan sangat pemilih jika berkaitan dengan sepatu atau alas kaki.
“Oke, sini biar Tante liatin desain terbarunya.” Rose menarik tangan Bastian dan Defira menuju ruangan yang hanya bisa dimasuki oleh tamu-tamu tertentu saja.
“Nama kamu tadi, Defira?” Rose bertanya karena takut salah. “Iya Tan,” jawab Defira.
“Bas, coba liat ini dan kamu liat yang ini.” Rose menyodorkan sebuah desain pada mereka berdua. Keduanya melihat desain itu dengan seksama. Defira sebenarnya akan memakai apapun yang disuguhkan padanya.
“Gimana? Suka?” tanya Bastian pada Defira.
“Suka.” Bastian mengangguk setelah mendapatkan jawaban dari Defira. “Boleh liat langsung, Tan?” tanya Bastian yang mendapatkan anggukan dari Rose.
“Yuk ikut Tante.” Mereka berdua ikut ke sebuah ruangan yang cukup besar. Keduanya disuguhi pakaian yang tadi mereka lihat. Bastian dengan tuxedo-nya dan Defira dengan gaunnya.
“Kalian coba dulu aja.” Akhirnya mereka berdua mencoba pakaian mereka masing-masing.
Bastian keluar terlebih dahulu dengan tuxedo berwarna putihnya. Sangat cocok di tubuhnya yang tegap.
“Wow, kamu mau pakai baju apapun emang gak pernah gagal ya Bas,” puji Rose. Bastian tersenyum simpul mendengar pujian itu.
Tak lama setelah Bastian keluar, Defira juga keluar dengan balutan gaun putih dengan sedikit sentuhan biru di bagian dadanya.
Gaun itu sangat cocok di tubuhnya. Apalagi kulit putihnya menambah kesan bersih pada gaun itu. “Kalian pasangan yang cocok. Tante gak bisa ngomong apa-apa lagi,” ucap Rose dengan mata yang berbinar.
Belum tahu saja dia alasan apa yang terjadi di balik pernikahan Bastian dan Defira ini.
Bastian tak menjawab ucapan Rose. Matanya terpaku pada Defira dengan balutan gaun yang sangat indah. Tak tanggung-tanggung, sepertinya orang-orang butik itu juga menata rambut Defira hingga dia terlihat sangat anggun.
Defira yang merasa diperhatikan oleh Bastian menunduk dalam. Bukan tak ingin, tapi dia sangat malu sekarang.
“Bas, kamu dengar aku?!” sentak Rose yang sedari tadi tak kunjung mendapatkan jawaban dari Bastian.
“Huh? Ah, kenapa?” tanya Bastian gagal fokus. “Kamu suka?” tanya Rose mengulang pertanyaannya.
“Ehemm, iya suka. Yang ini aja,” ujarnya salah tingkah. Dia tak tahu harus bereaksi seperti apa karena memang Defira sangat cantik. Dia mengakui hal itu.
“Iya, Tante akui kalau calon istri kamu ini emang cantik. Tapi gak usah gagal fokus gitu dong,” ejek Rose.
“Gak gitu, Tan.” Bastian menjawab mencari pembelaan.
Akhirnya mereka memilih baju yang itu. Perpaduan warna dan juga gayanya sangat cocok dan itu sangat sesuai dengan selera Bastian. Entah dengan Defira.
Defira masih tersipu bahkan setelah dia melepas gaun itu. Pakaiannya sudah diganti dan sekarang mereka sedang membicarakan tanggal pernikahan mereka pada Rose.
“Kok cepet banget, Bas? Bahkan Ibu kamu gak kasih kabar apa-apa sama Tante loh,” ujar Rose saat Bastian mengatakan jika pernikahan mereka akan dilaksanakan minggu depan.
“Mungkin Ibu lupa, Tan. Iya kalau udah yakin mau nunggu apa lagi? Gak perlu lama-lama lah,” jawab Bastian. Jawabannya itu seolah Bastian sangat mencintai dan memilih wanita yang tepat.
Rose mengangguk menyetujui ucapan Bastian. “Iya sih. Kalau gitu nanti suruh anak Tante cepat-cepat nikah aja. Dia itu selalu aja bawa cewek berbeda tiap minggu,” keluhnya.
Bastian terkekeh mendengar cerita Rose. Rose memang sudah dia anggap sebagai Ibunya sendiri. Rose memang berteman dengan Elina, itulah kenapa Bastian sangat dekat dengan wanita paruh baya itu.
“Mungkin emang masih umurnya Tan buat seleksi pasangan, dia kan lebih muda dari Bas,” ujarnya.
“Ya tapi kan gak setiap minggu juga.” Bastian terkekeh begitu juga dengan Defira. Jika bastian terkekeh karena ucapan Rose, maka Defira terkekeh karena menertawakan ucapan Bastian.
Pria itu memang sangat pandai bersandiwara rupanya. Saat ini mereka terlihat seperti pasangan mesra yang sangat menantikan hari pernikahan mereka.
“Makasih ya, Tan. Kalau gitu kita pamit dulu,” ujar Bastian sambil merangkul pinggang Defira.
Defira sedikit terlonjak dengan perlakuan Bastian yang satu itu. “Iya, makasih juga udah percaya sama Tante buat urus gaun kalian. Oh, salamkan juga sama Ibu kamu dari Tante ya.”
Bastian mengangguk sebelum kemudian mereka pergi dari sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments