Lihatlah gadis itu, dua hari lalu dia yang menolak tawaran Bastian mentah-mentah. Tapi sekarang dia berada di rumah ini.
Sebuah rumah yang sangat besar dan didominasi oleh warna putih. Defira keluar dari mobil bersama dengan Bastian
Gadis itu terus menarik gaun yang dia kenakan karena dirasa terlalu pendek. “Udah siap?” tanya Bastian sambil mengulurkan tangannya pada gadis itu.
Defira mengangguk walau ragu. Bagaimanapun dia harus melakukan ini karena dengan bantuan Bastian akhirnya adiknya bisa melakukan operasi.
Mereka berjalan beriringan menuju ke dalam rumah. Sesampainya di sana, Ibu dan Ayah Bastian ada di sana. Pandangan keduanya tertuju pada Defira.
“Bas?” tanya Ibunya memberikan kode pada Bastian agar pria itu menjelaskan pada mereka siapa gadis yang dibawa putranya itu.
“Boleh kita duduk dulu?” tanya Bastian karena baru saja dia datang dan Ibunya sudah bertanya tanpa mempersilahkan mereka duduk terlebih dahulu.
“Ah iya. Duduklah.” Mereka akhirnya duduk berhadapan dengan orang tua Bastian. Defira tersenyum kaku, dia merasa sangat segan bertemu dengan orang tua dari Bos-nya itu.
“Kenalin, namanya Defira Estiana,” ujar Bastian memperkenalkan Defira pada kedua orang tuanya.
“Siang, Om, Tante,” sapa Defira. Merasa sangat tak sopan Defira memanggil begitu pada atasannya. Tentu saja dia merasa canggung, orang yang kini ada di hadapannya itu adalah orang tua dari Bos-nya, dan dengan beraninya dia memanggil orang-orang itu seolah mereka sudah akrab sebelumnya.
Dua orang tua itu mengangguk menjawab sapaan Defira. Elina, Ibunda Bastian tersenyum melihat gadis yang dia anggap sebagai calon menantunya itu. “Kalau tau secantik ini, kenapa gak kamu bawa dari dulu, Bas?” tanya Ibunya.
Defira memandang Bastian, meminta pria itu untuk segera menjawabnya karena dia tak bisa menjawab pertanyaan Elina.
“Aku kan udah bilang sibuk sama kerjaan,” alasan pria itu. “Udah berapa lama kalian pacaran?” Kali ini Gibran, Ayahnya Bastian yang bertanya.
“Udah hampir satu tahun, Om,” jawab Defira. Maafkan gadis itu karena telah berbohong pada orang tua Bastian.
Mereka terus berbicara dengan nyaman. Banyak hal yang mereka bahas, dan Defira dengan mudah dapat menyesuaikan dengan topik yang mereka bicarakan.
Hingga sebuah pertanyaan yang tak ingin Defira dengar akhirnya keluar juga dari mulut Gibran.
“Jadi, rencananya kapan kalian menikah? Satu tahun udah cukup lah buat kalian perkenalan,” ucap Ayah Bastian.
Untuk yang satu ini, Defira tak berani menjawabnya. Biarkan dia akan menyerahkan yang satu ini pada Bastian.
“Secepatnya,” jawab pria itu yang sukses membuat Defira menolehkan kepalanya terkejut. Dia memang sudah menandatangani perjanjian itu, tapi dia kira tak akan secepat ini mereka menikah.
“Ya udah. Lakukan secepatnya. Hal baik gak usah ditunda-tunda,” lanjut Gibran yang diangguki oleh Bastian.
Orang mana yang akan melakukan pernikahan hanya karena ingin orang tuanya bertanya padanya tentang pernikahan.
Defira yang tak salah apa-apa juga harus mengorbankan harapannya. Selama ini dia berharap hanya akan menikah satu kali seumur hidup, tapi sepertinya harapannya itu mulai sekarang hanya akan menjadi angan-angan saja.
Seharian itu Defira berada di rumah Bastian. Awalnya dia tak akan lama, tapi siapa sangka orang tua Bastian selalu menahannya untuk pulang.
Seperti sekarang, Defira sedang berada di taman belakang bersama dengan Elina. “Jadi tante suka banget sama bunga?” tanya Defira.
Taman belakang rumah Bastian indah sekali karena banyak sekali bunga yang berhamparan. “Hhmm, lebih tepatnya bunga anggrek.” Wanita paruh baya itu menunjuk salah satu bunga anggrek berwarna biru.
Sangat indah, tak heran jika wanita itu sangat menyukainya. “Oh iya, jangan panggil Tante. Panggil Ibu aja, ya,” pinta Elina.
Tentu saja itu yang dia mau karena gadis di hadapannya itu sebentar lagi akan menjadi menantunya.
“Iya, Bu,” jawab Defira. “Kenapa Ibu suka banget bunga anggrek?” tanya Defira. Mereka berbincang sambil berjalan mengelilingi taman itu.
“Karena Bastian,” jawab Elina yang membuat Defira mengernyitkan keningnya tak mengerti.
“Bastian?” tanya Defira yang kemudian diangguki oleh Elina. “Dulu, Bastian adalah orang yang ceria. Dia suka banget sama bunga terutama bunga anggrek ini. Tapi sekarang dia jadi benci banget. Bahkan tak jarang dia juga buang bunga-bunga yang ada di sini,” jelas Elina.
Hal ini menjadi semakin membingungkan bagi Defira. Tak seharusnya dia tahu semua ini karena pernikahan mereka juga hanya akan berlangsung selama satu tahun, bukan?
“Dulu, sebelum semua itu terjadi, Bastian suka banget main ke taman ini,” lanjut Elina. Sementara Defira hanya mendengarkan cerita wanita paruh baya itu.
“Apa yang lagi kalian bicarain?” Suara bariton membuat dua wanita itu menolehkan kepalanya ke arah suara.
“Ah, enggak. Kita lagi liat-liat bunga di sini,” jawab Elina sedikit gugup. Dia takut Bastian kembali seperti waktu itu.
Namun, jauh dari dugaannya, pria itu malah bersikap biasa saja. “Mau pulang sekarang? Udah sore,” tawar Bastian pada Defira.
Defira mengangguk mengiyakan tawaran Bastian. “Bu, aku pulang dulu ya,” pamit Defira pada wanita paruh baya itu.
“Hhmm, lain kali main ke sini.” Hal itu kemudian diangguki oleh Defira. Setelah mendapatkan izin dari Elina, Bastian segera membawa Defira untuk pulang.
Tak lupa, gadis itu juga berpamitan dengan Gibran. “Ngomong apa aja tadi sama Ibu?” tanya Bastian penasaran.
Defira agak memikirkan kejadian tadi, Ibunya seperti tak ingin memberitahu apa yang sedang mereka bicarakan pada Bastian.
“Kita cuma ngomongin ketertarikan Ibu sama bunga,” jawab Defira. Akhirnya dia tak memberitahukan semuanya pada Bastian. Biarkan dia akan bertanya alasannya pada Elina nanti ketika mereka kembali bertemu.
Bastian mengangguk hanya bisa mempercayai apa yang dikatakan gadis itu. “Adik kamu gimana?” tanya Bastian.
Mungkin ini sudah hari kelima setelah operasi dilakukan. “Dia semakin membaik. Dia juga udah sadar.”
Memang, Bastian sama sekali belum menemui adik Defira setelah dia membayar biaya operasi anak itu. Tapi dia pasti akan menemuinya, tentunya setelah semua pekerjaannya selesai.
“Syukurlah. Langsung pulang atau ke rumah sakit?” tanya Bastian. “Rumah sakit. Saya akan tidur di sana malam ini,” jawab Defira.
Sebenarnya dia juga tak harus mengatakan akan tidur di sana, tapi entah mengapa mulutnya berkata demikian.
Bastian tersenyum simpul mendengar hal itu dan kemudian dia melajukan mobilnya sedikit lebih cepat ke arah rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, Bastian tak mengantar Defira sampai ke dalam. Tentu saja kalian tahu apa yang menjadi alasannya.
“Maaf gak bisa antar sampai dalam. Masih ada yang harus saya kerjakan,” ucap Bastian. Defira sama sekali tak keberatan.
Dengan Bastian yang mengantarnya ke rumah sakit saja, dia sudah sangat bersyukur. Defira menunggu Bastian pergi dari sana sebelum kemudian dia masuk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments