Kalian berharap apa dari seorang Bastian yang memiliki akal busuk yang sangat luar biasa? Dua sejoli itu kini saling terdiam canggung di ruang tamu.
“Minum dulu, Kak.” Dafa datang membawa dua gelas minuman dan beberapa toples makanan ringan.
“Ah, makasih Daf.” Bastian tersenyum pada anak itu. Meski Dafa seorang pria tapi sepertinya orang tuanya telah berhasil membesarkan anak itu menjadi anak yang sopan.
“Kalau gitu Dafa ke kamar dulu ya,” pamitnya. Setelah mendapatkan anggukan dari Defira, Dafa segera beranjak dari sana.
Ya, saat sampai di rumah Defira tadi, Bastian memaksa untuk mampir dulu ke sana, padahal hari sudah mulai malam.
Ingin menolak pun Defira tak enak hati. “Ehemm.” Deheman Bastian membuat Defira mengalihkan pandangan sepenuhnya ke arah Bastian.
“Gimana hasil survei tadi?” tanya Bastian mencoba untuk mencairkan suasana.
“Baik. Semua baik dan kayanya bakal bagus kalau kita bangun di sana,” jawabnya. Sebenarnya Bastian tak terlalu peduli dengan hasilnya. Dia hanya memancing Defira agar menceritakan apa saja yang dilakukan gadis itu dengan Demian tadi siang.
Bastian mengangkat gelas minumnya dan meneguknya hingga tandas. “Kamu udah kenal lama sama Demian?” Bastian kembali bertanya dengan agak ragu. Dia berusaha mempertahankan gengsinya.
“Udah, semenjak masuk kerja juga kita udah kenal.” Bastian kembali mengangguk. “Kenapa?” tanya Defira.
Gadis itu sangat sadar ada yang aneh dari Bastian. “Gak apa-apa. Saya cuma nanya, emang gak boleh?” jawab Bastian agak menaikan nada bicaranya.
Defira bungkam saat dirasa Bastian marah. “Kalau gitu saya pulang,” ketus Bastian sambil beranjak dari duduknya.
“Loh, katanya tadi mau bicarain kontrak kita?” tanya Defira aneh. “Gak jadi! Besok aja.” Defira terlonjak karena jawaban Bosnya itu sebelum kemudian mengangguk lemah.
Bastian berjalan keluar dari rumah Defira begitu juga Defira yang hendak mengantar Bastian hingga depan.
“Hati-hati di jalan, Pak,” ucap Defira. Bastian mendengar itu tapi dia memilih tak mempedulikannya. Dia terus berjalan hingga dia masuk ke dalam mobilnya.
Hingga mobil Bastian berlalu dan hilang di depan rumah Defira, gadis itu masih berdiri di tempatnya. “Ada apa sama dia?” tanyanya heran. “Dasar aneh!”
Setelah mengucapkan itu, Defira menggelengkan kepalanya dan kembali beranjak untuk masuk ke dalam rumahnya.
Suasana malam yang dingin memaksanya untuk segera mandi. Jika tidak, maka semakin malam, suasana akan semakin dingin.
“Daf, jangan tidur dulu ya. Kakak mau ngomong!” teriak Defira dari luar kamar Dafa.
“Iya, Kak.” Dafa menjawab ucapan Kakaknya dari dalam kamarnya. Defira yang telah mendapatkan jawaban dari adiknya segera menuju kamarnya untuk mandi.
Tak lama dia mandi karena memang sudah terlalu dingin. Dia mengeringkan rambutnya sebelum kemudian keluar kamar untuk menemui Dafa.
“Daf,” panggilnya karena Dafa sepertinya masih berada di dalam kamar. “Iya, bentar Kak.” Tak lama setelah dipanggil Kakaknya, Dafa keluar dari kamar.
Mereka berdua duduk di sofa. “Gimana tadi kontrolnya?” tanya Defira. Dia sangat menyesal karena tak bisa mengantar adiknya.
“Kaya biasa sih, Kak. Tapi aku ngerasa ada kemajuan kok. Sekarang tidurku lebih nyenyak dari sebelumnya,” jawab Dafa. Defira mengangguk.
“Syukurlah kalau ada kemajuan. Jadwal kontrol selanjutnya kapan?”
“Gak dikasih tau, tapi tadi Dokter Wika udah minta kontak Kak Bas kok. Jadi kalau ada apa-apa dia bakal hubungin Kak Bas.” Ya, Dafa mendengar percakapan Dokternya dengan Bastian tadi.
Defira yang mendengar hal itu mengernyitkan dahinya. “Kenapa harus minta kontak Kak Bas? Kan Dokter Wika punya kontak Kakak,” ujarnya.
Dafa menggeleng, dia juga tak tahu dengan hal itu. Hanya saja, itu yang dia dengar tadi saat di tempat Dokter Wika.
“Ya udah, nanti biar Kakak yang tanya sama Kak Bas.” Dafa mengangguk. “Udah sana kalau mau tidur. Udah malam juga.”
“Kakak mau tidur?” tanya Dafa pada Defira. “Kamu duluan aja, Kakak masih ada kerjaan yang harus selesai besok.” Dafa mengangguk paham.
“Kalau gitu aku tidur duluan ya.” Defira mempersilahkan adiknya untuk tidur terlebih dulu.
Dafa pergi dari sana meninggalkan Defira sendiri di sana. “Kenapa Dokter itu minta kontak Bastian?” Jujur saja, Defira merasa kesal karena hal itu.
“Harusnya dia gak kasih kontak dia sembarangan sama orang lain.” Defira merasa sangat kesal.
Lain halnya dengan Defira yang merasa sangat kesal dengan Bastian, pria itu baru saja tiba di rumahnya.
“Bas, kok baru pulang?” tanya Gibran melihat putranya baru pulang malam-malam begini.
“Iya, Yah. Tadi mampir dulu ke rumah Defira.” Gibran mengangguk mengerti. “Tadi Bara telpon ke rumah. Katanya ponsel kamu gak aktif.”
Bastian sedikit berpikir setelah mendengar hal itu dari Ayahnya. “Astaga!!” ucapnya setelah dia ingat apa yang dia lupakan.
“Bas ke atas dulu, Yah,” pamitnya pada sang Ayah. Gibran mengangguk walaupun dia agak bingung dengan perilaku putranya.
Bastian segera mengaktifkan ponselnya. Benar saja, banyak sekali panggilan tak terjawab dari Bara dan juga Liza.
Malam ini dia memiliki janji dengan dua temannya itu dan dengan bodohnya dia melupakannya sendiri.
“Bar,” ucapnya saat dia sudah berhasil menelpon Bara. “Di mana lo?!!” sentak pria itu yang membuat Bastian sontak menjauhkan ponselnya dari telinga.
“Sorry, gue lupa. Tunggu bentar, gue mandi dulu langsung ke sana. Kasih tau Liza juga.” Terdengar di seberang sana jika Bara menghela nafas berat.
“Jangan lama!!” Bastian mengangguk walau dia sadar Bara tak akan melihatnya. Bastian memutus sambungan telponnya sebelum kemudian dia pergi mandi.
Demi Tuhan, entah Bastian mandi dengan benar atau tidak, yang dia tahu sekarang dia harus segera pergi atau Liz akan benar-benar marah padanya.
“Bu, Bas keluar dulu ya. Ada janji sama Liz dan Bara.”
“Loh, Liz udah pulang?” tanya Elina. Elina memang sangat dekat dengan Liz. “Beberapa hari lalu dia pulang.”
“Kalau gitu ajak ke sini.” Bastian mengangguk. “Iya nanti Bas bilangin sama dia.”
“Bas berangkat.” Kedua orang tuanya yang ada di sana mengangguk menjawab ucapan Bastian.
Pria itu melajukan mobilnya dengan agak cepat karena tak ingin menunda waktu lagi. Pasalnya sudah dua jam lebih dia telat dan dia sangat tahu jika Liza tak suka dengan orang yang membuang-buang waktu.
Setibanya di rumah Bara, rupanya pria itu sudah menunggunya di luar. “Lama lo!!” sentaknya.
“Sorry, tadi ada hal yang mesti gue lakuin dulu.”
“Udah ah ayo cepat.” Bara memasuki mobil Bastian tanpa membiarkan Bastian rehat terlebih dulu.
Mereka melajukan mobilnya menuju apartemen Liza. Tentu saja gadis itu perlu dijemput karena dia tak ingin membawa mobil sendiri apalagi malam hari begini.
“Ke mana dulu sih lo?” tanya Bara mulai penasaran.
“Ke rumah Defira.” Bara menatap Bastian dengan tatapan horornya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments