Jadi Yang Ke-2

Jadi Yang Ke-2

01

Hilda Chantika terdiam ketika mendengar suara berat memanggil namanya. Dari arah pintu rumah makan dua pria sangar berbadan besar berjalan ke arahnya. Pakaian keduanya serba hitam. Salah satu dari mereka memakai kaca mata tebal yang juga berwarna hitam.

Seketika Hilda melongo. Nampan kosong yang sejak tadi dia pegang jatuh ke lantai menimbulkan bunyi berisik. Semua pengunjung rumah makan menatap ke arahnya dengan bingung.

"Nona Hilda, ikut kami sekarang juga,” kata pria berkacamata ketika mereka sudah sampai di hadapan Hilda.

"Ke-ke mana? A-ada apa?" Hildaa tergagap. Wajah bulatnya berubah pucat.

"Akan kami jelaskan selama di perjalanan," kata si pria berkacamata lagi.

"Sebaiknya Anda menuruti perintah Tuan Arash kalau masih ingin melihat dunia," sahut pria lainnya.

"Ka-kalian siapa? Lalu, Tu-tuan Arash ..siapa Tuan Arash?"

"Tuan Arash adalah calon suami Nona."

Seketika mata Hilda terbelalak lalu mengerjap-ngerjap mendengar kata 'calon suami. Sungguh, di umurnya yang baru genap dua puluh tahun ini tidak pernah sekalipun Hilda berharap akan segera menikah. Jangankan mau menikah, pacar saja dia tidak punya. Lalu siapa Tuan Arash yang mengaku-ngaku sebagai calon suaminya?

"Kalian pasti salah orang," sangkal Hilda. Dia berbalik. Bermaksud kembali bekerja. Mengantarkan pesanan para pengunjung rumah makan.

"Kami tidak pernah salah orang, Nona."

"Buktikan padaku kalau aku memang orang yang kalian maksud!" tantang Hilda.

Pria yang tidak memakai kacamata menyeringai. Dia berdeham lalu berkata, "Hilda Chantika putri tunggal Kartika Sari. Anak mantan wanita penghibur. Tidak punya ayah. Tinggal di pinggir kota, di perumahan kumuh dengan harga sewa lima ratus ribu sebulan. Bekerja di rumah makan sebagai pelayan. Itu benar Anda, kan?"

Sialan! Itu memang dia. Seratus persen benar. Siapa dua pria ini? Dari mana mereka tahu tentang kehidupannya? Hilda ketakutan. Terbesit di kepalanya tentang berita yang pagi tadi ramai dibicarakan para tetangga. Penculikan dan perdagangan manusia. Apakah dua pria sangar ini komplotannya? Atau anak buahnya?

"Si-siapa kalian sebenarnya?!" Hilda semakin pucat. “A-aku tidak punya urusan dengan kalian.”

"Tapi ibu Anda sudah berurusan dengan kami, Nona."

"Ibuku?" ulang Hilda lirih.

Di kepalanya sudah terbayang wajah cantik ibunya yang sedang tersenyum. Bukan senyum manis. Tapi, jenis senyuman menggoda. Seperti yang biasa dilakukannya ketika memikat para pria. Hilda benci melihat senyum itu. Dan, dia semakin benci ketika tahu ibunya berurusan dengan pria-pria besar ini. Ingin menjual anaknya sendiri, kah? Tidak mungkin! Hilda tahu ibunya sangat menyayangi anaknya.

"Kalian bohong! Ibuku bukan orang seperti itu!"

"Lebih baik tanyakan langsung padanya."

Kedua pria itu mendekat. Mereka sudah berada di samping Hilda dan berniat menggamit lengan gadis itu. Namun, perlahan Hilda beringsut mundur sambil memikirkan caranya melarikan diri. Dua pria besar itu seolah tahu apa yang dia pikirkan sehingga mereka langsung menangkap tubuh kecil Hilda. Gadis itu dibawa paksa menuju mobil mewah yang terparkir di depan rumah makan.

Hilda berontak. Menendang dan memukul kedua pria yang menyeretnya. Namun, salahkan tubuh kecilnya yang tidak bisa memberikan efek apa-apa terhadap dua pria raksasa itu. Malah, keduanya semakin melajukan langkah menuju mobil.

"Lepaskan aku! Kalian penculik! Kalian mau menjualku, kan? Aku akan lapor polisi!"

Kedua pria itu terkekeh dengan nada mengerikan. "Percuma lapor polisi, Nona. Tuan Arash punya hubungan dekat dengan kepolisian. Laporanmu hanya dianggap dongeng sebelum tidur saja."

"Persetan dengan itu!" umpat Hilda. "Lepaskan aku! Kalian tidak akan mendapat apa-apa kalau menjualku!"

Lagi-lagi, kedua pria itu terkekeh. "Nona masih muda. Organ tubuh Anda pastinya masih dalam keadaan sempurna. Tentu kami akan dapat banyak uang kalau berhasil menjual Anda."

"Ja-jangan. .... Kasihan ibuku.'

"Sayangnya, ibu Anda tidak kasihan dengan Anda. Buktinya dia menjual Anda pada tuan Arash."

"Kalian bohong, kan?" tanya Hilda lirih. Dia masih mencoba menyangkal perkataan pria asing ini. Dia yakin kalau Kartika, ibunya, sangat menyayanginya. Tiap hari ibunya meminta agar Hilda jangan meninggalkannya seorang diri. Dari situlah Hilda yakin dengan kasih sayang sang ibu.

"Iya, kami berbohong saat mengatakan kalau kami akan menjual organ Anda. Tapi, selebihnya cerita itu benar. Ibu Anda menjual Anda kepada tuan Arash. Sebentar lagi Nona akan menikah dengan Tuan Arash."

Hilda menggeleng lambat-lambat. "Ibuku tidak mungkin tega.... Ibuku sangat menyayangiku."

"Ibu Anda lebih menyayangi uang."

"Kalian tidak punya bukti!"

Pria berkacamata lantas berhenti berjalan. Dia merogoh saku lalu mengeluarkan gawai dari sana. Menyodorkannya ke hadapan Hilda sambil berkata, "Lihatlah."

Hilda memicingkan mata. Mengenali sosok wanita di video itu sebagai ibunya. Wanita setengah baya itu sedang duduk bersimpuh di hadapan pria berbadan besar. Lebih besar daripada dua pria yang sedang bersama Hilda sekarang.

"Lima miliar, Tuan Arash! Uang segitu sebanding dengan putriku."

"Kau bahkan tega menjual anakmu sendiri?"

"Aku bosan berpura-pura di hadapannya, Tuan Arash. Aku lelah terus tersenyum di hadapannya. Aku lelah mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja asal selalu bersama dia. Aku bosan hidup pas-pasan. Aku tidak bisa terus seperti ini. Yang kuperlukan darinya hanyalah uang. Sayang dia tidak bisa memberiku banyak uang sebanyak yang kuberikan padanya dulu."'

"Baiklah. Aku akan membelinya. Lima miliar akan segera kau terima."

Hilda memejamkan mata setelah selesai menonton video tersebut. Saat itu juga dia merasa kakinya lemas. Seluruh persendiannya seperti copot. Daging yang membungkus tulangnya terasa luluh lantak. Jika saja tubuhnya tidak ditahan oleh tangan-tangan kekar itu dia pasti sudah jatuh terduduk di tanah.

Benarkah wanita yang sudah melahirkannya rela menjual anaknya sendiri? Hilda bertanya-tanya dalam hati. Kekalutan menyelimuti. Dia masih tidak bisa menerima kenyataan kalau selama ini ibunya hanya peduli dengan uang. Dari dulu Kartika tidak pernah berubah. Harusnya Hilda sadar akan hal itu sejak awal.

Gadis malang itu hanya bisa pasrah. Dengan kepala tertunduk dan tanpa perlawanan dia masuk ke mobil. Air matanya mengalir deras, tapi isakan enggan muncul. Hanya punggungnya yang bergetar hebat sebagai tanda kekecewaan.

Hilda selalu bertanya-tanya. Adakah seseorang yang benar-benar tulus menyayanginya? Ibu kandungnya bahkan lebih memilih hidup dengan uang daripada hidup dengan dirinya. Lalu manusia mana yang bersedia memberikan kasih sayang secara cuma-cuma. Tulus dari dalam hati. Tidak ada! Tidak akan pernah ada! Hidup sebegitu tidak adil padanya.

Tak terasa, mobil mewah itu sudah berhenti di tempat parkir bawah tanah. Dua pria berotot itu segera turun lalu membukakan pintu untuk Hilda.

"Mari turun, Nona. Tuan Arash sudah menunggu.

Arash menghela napas. Mencoba ikhlas dengan keadaannya sekarang. Sebagai ucapan terima kasihnya yang terakhir kali pada sang ibu, Hilda akan patuh di tangan tuan Arash. Jika dengan begitu ibunya bahagia, dengan senang hati Hilda akan melaksanakannya.

Arash dibawa menaiki lif. Benda canggih itu berhenti di lantai dua belas. Beriringan, mereka menuju kamar yang dimaksud. Langkah mereka berhenti saat sampai di pintu bernomor lima ratus.

Pintu apartemen terbuka. Punggung Hilda didorong paksa masuk ke apartemen. Terus di dorong sampai memasuki sebuah ruangan gelap. Lalu terdengar pintu dikunci dari luar.

"Selamat datang, Hilda Chantika."

Hilda memicingkan mata. Keadaan yang gelap membuatnya tidak bisa melihat apa-apa.

Lalu lampu menyala. Matanya langsung disuguhkan pemandangan tidak biasa. Di sana, tepat di atas tempat tidur, sedang terbaring pria yang berbicara dengan ibunya di video tadi.

Mata tajam milik pria itu dilindungi oleh alis dan bulu mata tebal. Hidung mancung, terpahat tanpa cela. Rahang itu juga sempurna. Sejenak, Hilda terkagum oleh pria di depannya. Namun, detik berikutnya tubuhnya menegang. Tiba-tiba saja, pria itu bangun dan mendorongnya sampai jatuh di ranjang.

"Sungguh mengecewakan! Lima miliarku terbuang sia-sia hanya untuk perempuan sepertimu."

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Khaanza

Khaanza

.........

2023-07-24

0

Khaanza

Khaanza

.......

2023-07-23

0

Aze_reen"

Aze_reen"

hadir mampir kk...wlw telat😁

2023-07-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!