10

Arash tiba di rumah besar bercat cokelat muda. Berbagai macam jenis bunga menghiasi jalan setapak menuju teras rumah. Tanaman itu dirawat dengan baik oleh ibunya, Manda. Ketika Arash membuka pintu, dia langsung disambut oleh seorang wanita berumur yang usianya tertutupi oleh wajah cantiknya. Seekor kucing berbulu tebal berada di pelukannya dengan nyaman.

Arash menutup pintu. Mengedarkan pandangannya ke segela penjuru rumah. “Tidak ada yang berubah dari rumah ini," katanya.

Manda berjalan menuju sofa berwarna emas yang menyala. "Baru ingat kamu masih punya orang tua, Arash?" sindir Manda. Wanita itu menyeringai mengejek. Kucing yang berada di pangkuannya dia letakkan di sofa. Lalu Manda duduk setelahnya.

Di belakang sofa itu tergantung bingkai foto super besar. Foto pernikahan Arash dengan Karmila dengan diapit oleh ayah dan ibu Arash.

"Bukannya Mama sudah berjanji akan mengganti foto itu?" Arash memijit pelipis.

Setahun yang lalu, saat terakhir dia ke rumah orang tuanya, Arash meminta Manda mengganti foto itu. Bukannya apa, dia hanya merasa dirinya tujuh belas tahun yang lalu adalah sebuah aib. Saat itu badannya masih ceking, kurus kerempeng. Raut wajahnya mengundang belas kasihan. Senyumnya lebar, bukan senyum manis, tapi senyum yang dapat membuat orang terbahak-bahak ketika melihatnya. Singkatnya, jika seseorang melihat foto ini mereka akan tertawa ngakak seperti sedang menonton acara lawak. Dan Arash benci melihat fotonya sendiri.

"Untuk apa diganti?" Kening Manda mengernyit bingung.

"Foto ini aib, Ma. Tamu-tamu kalian akan tahu kalau dulu aku tidaklah setampan sekarang."

"Dari dulu sampai sekarang kamu tidak pernah terlihat tampan di mata Mama, Rash," aku Manda sambil tersenyum menggoda.

"Tidak mau duduk?" tanya Manda ketika aarash masih berdiri di ambang pintu.

"Jauhkan kucing itu dulu," jawab Arash sambil memandangi kucing berbulu abu-abu yang tidur di samping Manda.

Kali ini ibu kandung Arash itu tertawa terbahak-bahak. Tanpa menuruti permintaan Arash, Manda malah memanggil kucing-kucingnya yang lain. Dua kucing lagi datang menghampirinya. Manda memungut mereka dan meletakkan di pangkuannya.

"Dasar Tuan besar yang penakut," ejek Manda dengan tawanya.

"Cepat duduk di sini. Kalau masih berdiri di sana lebih baik pulang saja."

Arash menghela napas. Tatapannya penuh antisipasi ke arah tiga kucing yang kini mengelilingi sang ibu. Dia menghembuskan napas lega ketika berhasil duduk dengan tenang.

"Kenapa tidak pernah menjenguk kami lagi? Kamu tidak menganggap kami sebagai orang tuamu lagi, Rash?"

"Tapi kalian kan sering mengunjungiku dan Karmila di rumah." Arash membela diri.

"Itu terpaksa! Karena kamu tidak pernah berinisiatif mengunjungi kami lebih dulu." Manda meletakkan tangan di depan dada.

"Katakan ada perlu apa kamu ke sini?"

Arash tersenyum manis sebelum berkata, "Nggak ada perlu. Aku cuma kangen."

"Halah! Gelagat kamu bisa dibaca, Rash. Kamu ke sini pasti ada maunya."

Arash menggaruk kepala yang tidak gatal. Dia bimbang, antara mengakui kalau dia sudah menikah lagi atau tetap menyimpannya sampai beberapa waktu ke depan. Arash tidak sanggup menyimpan rahasia dari sang ibu.

"Aku cuma minta agar Mama berhenti memelihara kucing." Arash menunduk. Rupanya, dia belum sanggup mengatakan kenyataan.

"Cih! basa-basi aja!"

“Serius, Ma. Aku nggak akan mengunjungi kalian kalau Mama masih memelihara kucing. Mama tahu kan kalau aku takut kucing sejak dulu."

Manda menyandarkan punggung ke sofa. Setelah menghela napas dia berkata, "Mama akan berhenti memelihara kucing kalau kamu bisa ngasih Mama cucu."

"Mama bahas itu lagi. Aku sudah bilang, aku dan Karmila nggak bisa ngasih cucu.” Suara Arash meninggi. Beginilah kalau bertemu ibunya. Pembahasannya pasti tidak lain tidak bukan adalah tentang cucu. Belasan tahun, topik yang dibahas masih sama bahkan seperti tidak ada. habisnya.

"Terus Mama harus gimana, Rash? Cuma kamu anak Mama satu-satunya. Hanya kamu yang bisa diandalkan. Kalau kamu menyerah kayak gini siapa lagi yang bisa Mama dan papa harapkan?"

"Terus Arash harus apa lagi, Ma? Kami sudah mendatangi berbagai macam rumah sakit di berbagai negara. Dokternya juga nggak tanggung-tanggung. Tapi hasilnya tetap kayak gini juga kan?" Arash mengacak rambut frustrasi.

"Kenapa kamu nggak kawin lagi aja, Rash?"

"Apa yang diharapkan Mama?"

Manda menggeleng pelan. "Mama sayang dengan Karmila. Tapi biarbagaimanapun perusahaan kita perlu penerus, Rash. Kalau diam kayak gini aja nggak bakal menyelesaikan masalah, kan?"

"Jadi aku harus kawin lagi? Menduakan Karmila?"

Manda mendesah. "Mau gimana lagi? Terpaksa."

"Mama nggak peduli dengan perasaan Karmila. Gimana kalau Mama berada di posisinya. Apa Mama ikhlas kalau papa menikah lagi?"

Manda terdiam. Pertanyaan aarash berhasil membungkamnya. Dia memijit pelipis sambil menarik napas berkali-kali.

"Kita sudah membahas ini selama belasan tahun, Rash. Berkali-kali. Nggak sekali dua kali aja. Dan sampai sekarang kita belum mencapai titik terang. Jika saja salah satu dari kalian mau mengalah. Entah kamu atau Karmila yang mengalah, mama sudah menimang cucu, Rash."

"Hanya cucu ya yang ada di pikiran Mama?" tanya Arash kecewa.

"Apa lagi yang wanita lanjut usia ini bisa harapkan?"

Arash dan Manda diselimuti ketegangan. Mereka kukuh pada pendirian masing-masing. Tidak bersedia disalahkan. Sampai pintu terbuka, barulah mereka terkesiap dan memandang ke arah pintu.

Elang, suami Manda yang merupakan ayah Arash datang. Lengkap dengan setelan kantornya yang terlihat masih licin meskipun sudah sore.

"Di sini toh kamu, Rash," sapa Elang. Pria yang lebih tua dua tahun dari Manda berjalan menuju sofa. Menempatkan diri di samping sang istri setelah menjauhkan kucing yang sejak tadi tidur di sana.

"Kalau nggak ada si Momo, Mumu dan Mimi ini, Mama pasti sangat kesepian," ujar Elang bersimpati. Diamini anggukan kepala berkali-kali oleh Manda.

"Oh, ya. Tadi Papa ke kantor kamu ternyata kamu sudah pulang. Tumben cepat pulang. Kata Haris, akhir-akhir ini kamu sering pulang cepat. Ada masalah ya di rumah?"

"Nggak ada masalah, Pa," jawab Arash.

"Terus kenapa? Kayak bukan kamu yang biasa."

"Pengin cepat-cepat pulang aja. Soalnya kangen terus sama Karmila."

"Oooh," goda Manda. "Bau-baunya puber kedua nih.

"Eh!" seru Elang tiba-tiba. Manda dan Arashh sontak menoleh ke arahnya. "Tadi Papa ke apartemen kita." Elang menatap Arash. Yang ditatap menjadi gugup karena takut rahasianya terbongkar tanpa adanya persiapannya untuk membela diri.

"Terus kenapa, Pa?” tanya Manda dengan rasa penasaran tinggi.

"Papa kira nggak ada orangnya, Ma. Ternyata ada bi Ani."

"Oh, baguslah," desah Manda, lega. “Mama kira ada perampok." Dia lalu menatap anaknya. "Kamu yang itu, Rash?" meminta bi Ani merawat apartemen

"Eh? I-iya, Ma. Sayang kan kalau dibiarkan terbengkalai gitu aja."

"Benar juga." Manda mengangguk setuju.

"Tapi, Ma," sela Elang. "Bi Ani nggak sendiri. Dia sama cewek muda. Kira-kira umurnya masih tujuh belasan."

"Oh, masa?" Alis Manda terangkat.

Kini Elang dan Manda menatap Arash dengan mata menyipit, meminta penjelasan.

"Siapa dia, Rash?" tanya Manda.

"Itu...." Arash masih ragu-ragu menjawabnya.

"Keponakan bi Ani, Ma." Elang yang menyahut. "Kata bi Ani, gadis itu adalah keponakannya."

Fyuuuh. Arash mengembuskan napas lega. Biar bagaimanapun dia masih belum siap membuka fakta kalau gadis yang ditemui Elang tadi adalah istri keduanya. Rasanya Arash ingin menyimpan rahasia ini selamanya saja. Terlalu malu mengakui kalau dia menikah tanpa sepengetahuan Karmila dan orang tuanya.

"Papa kira tadi dia adalah istri kedua kamu, Rash."

"Bu-bukan lah, pa. Kok bisa-bisanya berpikiran begitu?" Arash gelagapan.

"Yaaa, siapa tahu. Seperti kata Mamamu tadi. Puber kedua."

"Mau puber kedua, ketiga, atau keseratus pun, istri aku cuma Karmila, Pa. Dan aku nggak akan melirik perempuan lain," ujar Ernan dengan nada bicara naik satu oktaf. Jujur dia tersinggung karena ucapan Elang dan tatapan mata Hilda menyiratkan seolah-olah dia ketahuan selingkuh.

"Dia cantik, Ma. Muda, juga. Fisiknya pasti kuat. Bisa jadi pertimbangan kalau mau menjadikan menantu kedua," ujar Elang.

Manda menatap suaminya dengan mata terbelalak. "Papa mau Arash menikah lagi?"

"Jika dengan begitu bisa menghasilkan keturunan, kenapa nggak?"

"Pa ," iba Arash. "Aku nggak mau bahas ini lagi. Tolong pahami aku."

Kata-kata seperti 'penerus keluarga', 'cucu', 'istri kedua', dan 'keturunan' adalah kata-kata yang paling Arash hindari. Rasanya sekujur tubuhnya mendadak gatal jika kata itu diucapkan. Mendengar itu dari mulut orang tuanya terasa seperti mendengarkan gosip tetangga yang menyinyirinya. Telak, pas kena di hati.

Elang menegapkan tubuh. "Sebenarnya ada hal yang Papa dan Mama ingin katakan sejak dulu."

“Apa, Pa?” Arash memasang sikap duduk tegap.

"Kalau kamu mau menikah lagi, kami merestui,

Rash."

"Apa?! Terus?"

"Kamu nggak usah beritahu dia," sahut Manda.

"What? Mama gila? Mana mungkin aku nggak cerita apa-apa. Lagian kalau mau menikah lagi kan harus atas persetujuan Karmila."

Di kalimat yang terakhir ini, Arash mengutuki diri sendiri. Bisa-bisanya dia berlaku sok setia padahal nyatanya perkataannya omong kosong saja. Sekarang dia sudah pandai memakai topeng di hadapan keluarga besarnya.

"Kami nggak nyuruh kamu nikah lagi, Rash. Kami cuma mau bilang kalau kamu mau-menikah-lagi kami akan merestui."

"Kalau aku menikah lagi tapi ternyata istri keduaku nggak hamil juga, aku harus a apa, Ma?"

Bersambung....

Terpopuler

Comments

Katherina Ajawaila

Katherina Ajawaila

kalau istri kedua ngk hamil kamu nua yg perlu di curigaiin

2023-07-14

0

Jeni Karlina

Jeni Karlina

mending adopsi anak aja kmu arash tidak menduakan karmila,dri pada km nikahi si hilda cuma buat jd pajangan doang terus disakiti

2023-07-04

1

༄༅⃟𝐐Vee_hiatus☂⃝⃞⃟ᶜᶠ

༄༅⃟𝐐Vee_hiatus☂⃝⃞⃟ᶜᶠ

noooohhhhh dh dikasih lampu ijo sama emak Bpk kamu arash dh akui saja Hilda itu emang istri kamu kasihan Hilda gk diakui

2022-10-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!